SOLOPOS.COM - Anak-anak dari Sanggar Teras Srawung Bocah (STSB) RW 001 Kelurahan Joglo, Banjarsari, Solo, bermain alat musik karawitan, Kamis (15/12/2022). Mereka bermimpi bisa terus berkembang hingga dikenal dunia internasional. (Solopos.com/Kurniawan)

Solopos.com, SOLO—Bertempat di panggung setengah jadi di tengah kampung, puluhan anak-anak RW 001 Kelurahan Joglo, Banjarsari, Solo, duduk lesehan beralaskan karpet abu-abu, Kamis (15/12/2022). Di hadapan mereka aneka alat musik tradisional.

Ada kendang, angklung, bonang, demung, dan lainnya. Beberapa bocah perempuan duduk di sudut sembari menyanyikan tembang Jawa. Mereka adalah bocah-bocah sinden di komunitas Sanggar Teras Srawung Bocah (STSB) RW 001 Joglo.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Seperti pekan-pekan sebelumnya, bocah-bocah berusia tujuh tahun hingga 12 tahun itu berlatih memainkan seperangkat musik karawitan. Untuk ukuran bocah, tangan mungil mereka cukup terampil memainkan peralatan musik itu.

Ketua Sanggar Teras Srawung Bocah RW 001 Joglo, Wasono Honggo Prabowo, saat diwawancara Solopos.com mengungkapkan anak-anak binaannya rutin berlatih dua kali sepekan. Ada sekira 23 anak yang selama ini aktif mengikuti latihan.

Baca Juga: Agenda Solo Hari Ini: Festival Bendung Tirtonadi, Ada Pecas Ndahe Lho

“Anak-anak ini baru di usia tujuh tahun hingga 12 tahun. Kami berlatih dua kali dalam sepekan. Ya cuma nyanyi-nyanyi dengan iringan musik etnik, dan diselipi tembang Jawa,” ujar dia. Honggo mengaku bangga dengan semangat mereka.

Walau lahir dan tumbuh di era modern seperti sekarang, bocah-bocah itu mau aktif melestarikan warisan budaya. Padahal mayoritas anak-anak seusia mereka menghabiskan waktu dengan bermain gadget, seperti main bareng game online.

Hal itu sesuai dengan tujuan Honggo membentuk komunitas STSB RW 001 Joglo tahun lalu. Berawal dari tujuh anak, kini peserta komunitas sudah mencapai puluhan anak. Mereka bergabung dan berlatih secara suka rela, tanpa paksaan.

“Waktu itu saya dan beberapa teman makan di warung soto. Ada anak kecil, saya tanya apa tahu permainan dakon, ternyata enggak tahu. Rasanya mak jleb, sangat prihatin. Akhirnya kami bertekad membentuk komunitas STSB,” kenang dia.

Honggo menuturkan saat awal-awal membentuk STSB penuh dengan perjuangan. Mulai dari peserta yang hanya tujuh anak, hingga beberapa peralatan harus bikin sendiri. Dia membeli bambu lalu dibuat peralatan musik yang dibutuhkan.

Baca Juga: Awalnya Coba-coba, Reog Bikinan Pemuda Salatiga Ini Dijual hingga ke Kalimantan

Namun, perjuangan itu kini sudah mulai membuahkan hasil. Keterampilan anak-anak binaannya sudah beberapa kali diminta tampil dalam ajang bergengsi. Seperti saat acara Festival Blangkon di Loji Gandrung Solo beberapa bulan lalu.

“Setelah itu ada Festival Dolanan Bocah di Kelurahan Gajahan. Bersyukur bisa masuk 10 besar. Ada tawaran lagi di Taman Balekambang. Ke depan semoga kemampuan anak-anak kian diakui, dan bisa tampil di pentas internasional,” harap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya