Soloraya
Rabu, 22 Maret 2023 - 00:22 WIB

Keren! Pemuda dari Beragam Agama Ramaikan Pawai Ogoh-Ogoh di Banyudono Boyolali

Nimatul Faizah  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pawai ogoh-ogoh digelar Umat Hindu Desa Ngaru-aru, Banyudono, Boyolali, beserta warga sekitar menuju kantor kecamatan setempat, Selasa (21/3/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Upacara Mecaru dan pawai ogoh-ogoh menjelang Hari Raya Nyepi digelar umat Hindu di wilayah Ngaru-Aru, Banyudono, Boyolali, Selasa (21/3/2023) malam.

Upacara menyambut nyepi tersebut dimulai dengan berdoa bersama di Pura Bhuana Suci Saraswati Desa Ngaru-Aru oleh seratusan umat Hindu setempat.

Advertisement

Setelah berdoa, 20-an pemuda mengangkat satu ogoh-ogoh raksasa berwarna hitam yang telah disiapkan di depan pura. Setelah diangkat, ogoh-ogoh segera diarak menuju Kantor Kecamatan Banyudono yang berjarak sekitar 1,5 kilometer.

Arak-arakan tersebut dimulai dari belasan pemuda setempat pembawa obor. Kemudian pembawa ogoh-ogoh, selanjutnya pembawa musik gamelan. Setelahnya terdapat iringan ratusan umat Hindu.

Advertisement

Arak-arakan tersebut dimulai dari belasan pemuda setempat pembawa obor. Kemudian pembawa ogoh-ogoh, selanjutnya pembawa musik gamelan. Setelahnya terdapat iringan ratusan umat Hindu.

Setelah diarak dalam pawai menuju kantor kecamatan, ogoh-ogoh setinggi empat meter tersebut kembali diarak menuju Pura Bhuana Suci Saraswati, Banyudono, Boyolali, untuk dibakar. Sebelum sampai di pura, ogoh-ogoh tersebut diputar-putarkan dan menjadi tontonan warga dan pengendara yang melintas di sekitar lokasi.

Ogoh-ogoh tersebut sempat jatuh akan tetapi tak sampai tersungkur di tanah. Dua puluhan pemuda tersebut tetap berputar sambil memegang ogoh-ogoh tersebut.

Advertisement

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kecamatan Banyudono, Boyolali, Heru Kuncoro, mengungkapkan makna pembakaran ogoh-ogoh sebagai simbol energi buruk dan jahat.

“Simbol energi buruk atau jahat itu mengganggu mikrokosmos atau manusia dan makrokosmos atau alam semesta. Sehingga perlu dimusnahkan dengan dibakar,” ujarnya seusai acara.

Ogoh-ogoh yang diarak dalam pawai menyambut Hari Raya Nyepi di Banyudono, Boyolali, tersebut dibuat sejak awal Desember 2022 dan selesai beberapa hari sebelum pelaksanaan arak-arakan. Pembuatan ogoh-ogoh tersebut menghabiskan biaya Rp6 juta.

Advertisement

Jalur arak-arakan ogoh-ogoh itu berbeda dibanding tahun lalu. Heru mengatakan pada 2022 ogoh-ogoh diarak keliling desa, namun pada 2023 ini diarak menuju kecamatan lewat jalan utama.

Eratnya Toleransi Antaragama

Perpindahan rute itu karena jika melewati jalan desa, dikhawatirkan gerak pembawa ogoh-ogoh akan terbatas karena ada banyak ranting pohon. Sedangkan di jalan utama, gerak pembawa ogoh-ogoh lebih leluasa.

Lebih lanjut, Heru mengungkapkan rangkaian upacara Hari Raya Nyepi diawali dengan melasti atau mendak tirta. Kemudian mecaru dan kirab ogoh-ogoh pada sore hingga malam sebelum Nyepi. Kemudian pelaksanaan brata penyepian.

Advertisement

“Satu hari satu malam kami puasa, tidak menyalakan api, tidak bepergian, tidak bersenang-senang. Di saat itu kami berusaha merenung dengan membaca kitab-kitab suci agama Hindu,” tuturnya.

Kegiatan pawai atau arak-arakan ogoh-ogoh di Ngaru-Aru, Banyudono, Boyolali, tersebut, sebut Heru, tak hanya melibatkan umat Hindu Desa Ngaru-aru, tapi juga pemuda setempat yang beragama lain. Beberapa anggota pemuda beragama Islam juga membawa obor saat arak-arakan.

Ia mengatakan partisipasi yang dilakukan pemeluk agama lain bukanlah permintaan dari Umat Hindu, tapi keinginan mereka sendiri. “Kemarin juga dalam upacara mendak tirta dari pemuda-pemudi lain juga ikut. Ini mungkin bisa dibilang sebagai wujud toleransi,” kata dia.

Sementara itu, pemuda Ngaru-ngaru pemegang obor, Lia Apri Liyani, 23, mengaku ikut arak-arakan sebagai upaya membantu sesama dan toleransi. Selain itu, Lia mengatakan pemuda Ngaru-aru memang telah terbiasa saling ikut membantu saat upacara keagamaan.

Menurutnya ada sekitar 30 pemuda Ngaru-aru dengan agama berbeda-beda yaitu Islam, Hindu, dan Kristen yang ikut dalam kegiatan itu. “Semua memang saling membantu, semisal pas Salat Id Lebaran begitu nanti pemuda agama lain juga membantu contohnya mengamankan atau menyeberangkan,” jelasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif