SOLOPOS.COM - Anggota staf Badan Ketahanan Pangan (BKP) Wonogiri, Supriyono, menunjukkan empat produk makanan olahan berbahan baku singkong, Kamis (28/5/2015). (Muhammad Ismail/JIBI/Solopos)

Ketahanan pangan Boyolali, Pemkab mendorong warga memanfaatkan lahan tidur untuk budi daya tanaman pangan lokal.

Solopos.com, BOYOLALI–Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali mengimbau petani dan masyarakat Boyolali memanfaatkan lahan tidur untuk  budi daya tanaman pangan lokal.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Hal ini disampaikan Kepala Bidang (Kabid) Penganekaragaman Pangan dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKP3) Boyolali, Partomo, agar Boyolali mampu meningkatkan ketahanan pangan secara mandiri.

Saat ini, di Boyolali masih ada lahan tidur sekitar 20 persen hingga 25 persen. Dia terus melakukan sosialisasi dan pendampingan kepada masyarakat agar mau memanfaatkan lahan tidur tersebut. Inovasi produk makanan lokal berbahan nonberas juga terus dilakukan. Beberapa makanan pengganti nasi yang karbohidratnya tinggi, dan lebih sehat, seperti umbi-ubian, jagung, uwi, bili, ganyong dan lain sebagainya, sangat mudah ditanam di lahan-lahan pekarangan dan kebun yang kebanyakan tidak dimanfaatkan.

“Jika tanaman itu dibudidaya untuk kebutuhan pangan sehari-hari, tentu akan efektif meningkatkan ketahanan pangan masyarakat,” kata Partomo, saat ditemui wartawan, Sabtu (3/9/2016).

Makanan-makanan tersebut juga bisa diinovasikan menjadi berbagai jenis makanan olahan. Jika kemudian dikemas dengan kemasan yang menarik dan inovasi produksi yang baik, nilai ekonomi makanan tersebut akan meningkat atau berdaya jual tinggi.

Menurut Partomo, saat ini produk makan lokal Indonesia kalah bersaing dengan produk makanan pabrikan bahkan pangan impor. Padahal Indonesia yang sangat kaya akan sumber daya alam, yang mampu mencukupi kebutuhan pangan sendiri.

“Jika potensi itu dimanfaatkan tentu akan me­nangkis potensi krisis pangan yang dapat terjadi sewaktu-waktu,” kata dia.

Selain itu, masyarakat juga tak hanya menggantungkan sumber makanan pada beras dan gandum. Di Indonesia, kedua bahan makanan tersebut sudah terlalu banyak mengimpor dari luar negeri dan harganya sangat tinggi. Hal itu terjadi bukan karena produksi beras menurun tetapi karena kebutuhan yang selalu meningkat. Masyarakat dinilai perlu membiasakan mengonsumsi sumber pangan yang lebih beragam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya