SOLOPOS.COM - Petani menghalau burung di persawahan Tulungagung, Jumat (23/10/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Destyan Sujarwoko)

Ketahanan pangan Klaten, kerja sama Pemkab Klaten dan Batan untuk meningkatkan citra beras Delanggu.

Solopos.com, KLATEN–Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten bertekad mengembangkan padi jenis rojolele di berbagai kecamatan penghasil padi dalam beberapa tahun terakhir. Pengembangan padi yang pernah mengangkat citra beras Delanggu ini dilakukan dengan menggandeng Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan).

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Kepala Bidang (Kabid) Pendataan Evaluasi Penelitian dan Pengembangan (PEPP) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Klaten, Nurul Bariyah, mengatakan pengembangan padi rojolele diawali dengan tahap penelitian yang sudah dilakukan sejak dua tahun terakhir. Di tahap awal, Pemkab Klaten ingin mendeteksi penyebab para petani enggan menanam padi rojolele.

“Dari penelitian yang sudah dilakukan menyebutkan banyak petani yang tidak suka menanam padi rojolele karena waktu tanamnya lama, yakni mencapai 155 hari atau lima bulan. Tinggi tanaman mencapai 145-155 cm yang menyebabkan tanaman mudah roboh terkena angin. Perawatan padi lebih ribet dibandingkan padi jenis hibrida. Di tahap awal, kami berupaya mencarikan solusi dengan menggandeng Batan,” katanya, kepada Solopos.com, Jumat (8/1/2016).

Nurul Bariyah mengatakan kerja sama dengan Batan difokuskan ke pengembangan padi rojolele melalui mutasi genetik padi yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Saat ini, metode tersebut dinilai berjalan sukses. Penelitian tersebut dilakukan dengan menanam sampel tanaman padi di berbagai lokasi, seperti di Gempol Kecamatan Karanganom, Glagah Wangi Kecamatan Polanharjo, Tlobong Kecamatan Delanggu, Jaten Kecamatan Juwiring, Sekaran Kecamatan Wonosari.

“Hasil sementara ini sangat memuaskan. Kami dengan Batan sudah bisa menanam padi rojolele dengan usia maksimal 115 hari [seperti padi jenis hibrida]. Tinggi tanaman juga sudah bisa dikurangi hingga 20 cm [biasanya tinggi rojolele mencapai 155 cm]. Saat ini, kami tinggal memperbaiki hasil tanaman agar bisa beraroma lebih wangi, berwarna putih, dan pulen,” katanya.

Nurul Bariyah mengaku optimistis dengan cara pengembangan seperti itu Klaten ke depan mampu menjadi penghasil padi rojolele yang berkualitas. Nantinya, padi rojolele kembali menjadi ikon utama di Kota Bersinar.

“Semoga harapan itu bisa terwujud dalam 1-2 tahun ke depan. Selain itu, para petani di sini juga bergairah lagi menanam padi rojolele,” katanya.

Terpisah, Kepala Desa (Kades) Glagah Wangi, Wuryanto, mengakui di daerahnya menyediakan lahan kurang lebih satu hektare sebagai lahan penelitian padi rojolele. “Di Glagah Wangi memang ada sampel penanaman padi rojolele. Saat ini masih menyebar benih. Kemungkinan akhir bulan ini baru memasuki masa tanam. Tujuan penanaman padi rojolele itu untuk menciptakan varietas baru yang batang tanamannya tak terlalu tinggi dan usianya tak mencapai enam bulan. Kalau berhasil, kami juga siap mengembangkan padi rojolele ini,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya