SOLOPOS.COM - Rombongan Tur Bahureksa Surakarta oleh Solo Societeit saat berada di kompleks Siti Hinggil Keraton Solo pada Sabtu (20/8/2022). (Solopos.com/Kurniawan)

Solopos.com, SOLO — Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sebagai pusat kebudayaan pada zamannya menyimpan banyak kisah menarik yang tak lekang oleh waktu.

Tak hanya tentang momen khusus dan sepak terjang para tokoh, tetapi juga benda-benda pusaka peninggalan Keraton. Seperti, cerita tentang meriam pusaka bernama Kiai Kadhal Buntung yang merupakan satu dari sembilan meriam di Kompleks Sitihinggil.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Ketua Solo Societeit, Dani Saptoni, mengatakan meriam Kiai Kadhal Buntung paling monumental yang ada di Sitihinggil. “Di antara meriam-meriam itu yang paling monumental namanya meriam Kadhal Buntung,” ujar dia, Sabtu (27/8/2022).

Meriam Kiai Kadhal Buntung pernah meledak saat dinyalakan ketika terjadi geger Pecinan di Mataram Kartasura. “Pernah senjata makan tuan waktu geger Pecinan di Kartasura. Ketika mau dinyalakan malah meledak. Meriam ini berada di paling timur,” tutur dia.

Walau pernah meledak ketika dinyalakan saat geger Pecinan di Kartasura, menurut Dani, kondisi meriam Kadhal Buntung masih terbilang utuh. Hanya di bagian belakang, tepatnya bagian penyalaan mesiu, kondisinya sudah rusak atau agak bukung.

Baca Juga : Inilah Kiai Guntur Geni, Pusaka Keraton Solo yang Dentumannya Getarkan Nyali

Kendati dibilang paling monumental, ukuran meriam Kadhal Buntung paling kecil dibandingkan meriam-meriam lain di Kompleks Sitihinggil. Tapi, Dani tidak bisa menyebutkan berapa ukuran meriam itu. “Yang jelas ukuran paling kecil,” kata dia.

Berdasarkan Serat Bauwarna karangan Padmasusastra, Dani menjelaskan, meriam Kadhal Buntung adalah satu dari empat meriam pusaka pada era Sultan Agung Kerajaan Mataram. Tiga meriam lain bernama Kiai Maesa Kamale, Nyai Garingsing, dan Kiai Dhukun.

“Namun yang tersisa Kiai Kadal Buntung. Tiga meriam pusaka lainnya tidak tahu di mana sekarang,” terang dia.

pusaka keraton solo meriam kiai kadhal buntung
Tangkapan layar gambar meriam Kyai Kadhal Buntung di kompleks Siti Hinggil Keraton Solo yang diambil Solopos.com dari skripsi berjudul Istilah-istilah Bangunan dalam Lingkup Siti Hinggil Karaton Surakarta Hadiningrat yang disusun Brm. Suryo Triono Jurusan Sastra Daerah FSSR UNS Solo pada 2009. (Istimewa/digilib.uns.ac.id)

Karena termasuk kategori pusaka Keraton Solo, hingga sekarang meriam-meriam di Kompleks Sitihinggil masih diberi sesaji berupa aneka bunga. “Semua meriam di sekitar Sitihinggil masih diberi sajen,” ungkap dia.

Lebih jauh, Dani menjelaskan ada sembilan meriam pusaka yang mengelilingi Kompleks Sitihinggil Keraton Solo. Salah satunya meriam yang paling dikeramatkan di Keraton Kasunanan Solo.

Baca Juga : Keraton Solo Punya 9 Meriam Pusaka, Ini yang Paling Keramat

Meriam itu tidak boleh ditampilkan ke publik karena disakralkan oleh Keraton. “Yang boleh ditampilkan ke publik delapan meriam dari sembilan meriam di Siti Hinggil. Kalau Nyai Setomi tidak boleh,” terang Ketua Solo Societeit, Dani Saptoni, Sabtu (20/8/2022) sore.

Meriam Pusaka Nyai Setomi ditempatkan di Bangsal Manguneng yang dikeliling kaca transparan dan diberi tirai. “Tidak setiap orang bisa masuk Bangsal Manguneng. Hanya Raja dan juru kunci yang ditunjuk Raja untuk njamasi Nyai Setomi yang bisa masuk,” sambung dia.

Dani mengatakan banyak cerita yang melekat terkait Meriam Nyai Setomi. Salah satunya kisah yang menyebutkan meriam itu bisa menangis.

Penyebab Nyai Setomi menangis karena terpisah dengan pasangannya yang sekarang berada di depan Museum Fatahillah Jakarta. “Orang Jawa menyebutnya Meriam Nyai Setomi dan Meriam Kiai Setomo. Itu pada waktu Sultan Agung menyerang Batavia, dua meriam tersebut dibawa. Tapi karena kalah perang, satu meriam tertinggal di Jakarta. Sekarang orang menyebutya meriam Si Jagur,” urai dia.

Dani menjelaskan sembilan meriam yang berada di sekitar Kompleks Siti Hinggil merupakan buatan Portugis. Meriam-meriam itu kemudian dimiliki Sultan Agung sebagai Raja Mataram kala itu karena diduga terkait pemberian izin dagang kepada rombongan Portugis.

Baca Juga : Kisah Mistis Goplem, Raksasa Gaib Penunggu Sitihinggil Keraton Solo

Di tangan Sultan Agung, Dani melanjutkan, sembilan meriam itu digunakan untuk perang. Setelah berpindah-pindah lokasi, akhirnya meriam-meriam itu tiba di Keraton Kasunanan Solo.

Ihwal keberadaan sembilan meriam itu menurut dia mempunyai makna filosofi. “Sembilan meriam di Siti Hinggil adalah simbol dalam konsep Jawa sembilan lubang hidup atau babahan hawa sanga. Nyai Setomi adalah simbol dari kehormatan yang harus dijaga, yaitu kehormatan wanita. Konsep wanita yang mengubah sejarah,” terang dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya