SOLOPOS.COM - Peserta Kirab Srawung Terminal mengarak ogoh-ogoh berwujud tokoh Hanoman saat melewati perkampungan di sekitar Terminal Tirtonadi, Banjarsari, Solo, Minggu (1/9/2013). (Maulana Surya/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO – Kirab Srawung Tirtonadi, Minggu (1/9/2013) sore digelar. Bagaimana kemeriahannya?

Kirab Srawung Tirtonadi

Peserta Kirab Srawung Terminal melewati perkampungan di sekitar Terminal Tirtonadi, Banjarsari, Solo, Minggu (1/9/2013). Kirab yang melibatkan para pekerja di Terminal Tirtonadi. (Maulana Surya/JIBI/Solopos)

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Sosok Limbuk terlihat di kawasan parkir sebelah barat Terminal Tirtonadi, Minggu (1/9) sore. Kali itu, Limbuk tidak melayani permaisuri maupun putra-putri raja seperti dalam kisah pewayangan Jawa.

Limbuk yang diperankan oleh Kepala UPTD Terminal Tirtonadi, M.V. Djammila, itu menjadi ikon dalam Kirab Budaya Srawung Tirtonadi yang digelar dalam memeriahkan HUT ke-68 Kemerdekaan Republik Indonesia.

Dengan iringan musik tradisional dari bambu, Djammila memimpin rombongan Kirab Budaya yang diikuti sekitar seribuan warga yang terdiri atas 10 komunitas di Terminal Tirtonadi, kelompok sadar wisata (Pokdarwis) se-Kecamatan Banjarsari, dan komunitas seni budaya di Kota Solo.

Aneka pakaian tradisional yang terbuat dari anyaman bambu dengan lukisan batik menjadi kostum anyar yang memikat perhatian penonton. Tak ayal, sejak pukul 14.30 WIB warga sekitar terminal berduyun-duyun menyaksikan pergelaran akbar pertama di terminal yang baru selesai direhab tersebut.

“Sosok Limbuk merupakan peran yang sangat mulia, dia tidak bodoh, dia justru berwawasan luas dan pekerja keras. Jangan memandang pimpinan instansi itu sebagai pemimpin justru sebagai abdi atau pelayan masyarakat,” terang Djammila.

Kirab Srawung Tirtonadi

Peserta berdandan tokoh Semar saat mengikuti Kirab Srawung Terminal di sekitar Terminal Tirtonadi, Banjarsari, Solo, Minggu (1/9/2013). (Maulana Surya/JIBI/Solopos)

Di belakang Limbuk, dua spanduk besar direntangkan pasukan pengawal. Tiga gunungan yang terdiri atas gunungan lanang, gunungan wadon dan jajanan pasar ikut diarak sebagai simbol makanan khas terminal.

Disusul rombongan paskibra anak-anak dari SD Tirtoyoso No. 111 berpakaian putih-putih membawa bendera merah-putih.

Perwakilan komunitas terminal terlihat membawakan kostum sesuai dengan identitas mereka seperti komunitas pedagang asongan yang berpakaian tradisional kebaya dan jarit dengan membawa bakul berisi jajanan terminal.

Karnaval batik bermacam warna dan desain dari sejumlah pokdarwis menjadi magnet yang menyedot perhatian penonton.

Rombongan kirab tersebut mengambil jalur dari parkiran terminal menuju Jl. Ahmad Yani belok kiri ke Jl. MT. Haryono menuju ke arah Balekambang dan belok ke Jl. Menteri Supeno menuju Jl. Setia Budi dan kembali ke parkiran terminal.

Arus lalu lintas sempat terhambat saat iring-iringan rombongan kirab tersebut memadari rute kirab. Panggung seni yang didirikan di depan Terminal Travel diisi pertunjukan dangdut menambah semarak suanana. Penonton diajak bergoyang dengan nyanyian dangdut “Buka Sitik Jos” yang sedang digandrungi masyarakat.

“Kirab ini sebagai sosialisasi Terminal Tirtonadi yang saat ini menyediakan fasilitas yang nyaman, bersih, sejuk, dan aman bagi pengunjung, jauh dari kesan terminal tempo dulu,” jelas Djammila.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya