SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

SOLO—Rencana suguhan kirab ting di Solo Kampung Art pada Kamis (13/6/2013) menuai kritik tajam. Sejumlah kalangan menilai acara itu bakal merusak tatanan dan memori sejarah masyarakat. Selama ini kirab ting (sejenis lampu ala Jawa) telanjur identik dengan Malem Selikuran.

Sejarawan muda Solo, Heri Priyatmoko, mengatakan lampu ting merupakan komponen utama dalam perayaan Malem Selikuran. Prosesi yang dipusatkan di Taman Sriwedari itu, sebutnya, turun temurun dari masa Paku Buwono (PB) X.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

“Sementara pembawa ting adalah warga kampung yang ingin meramaikan tradisi Malem Selikuran. Peristiwa ini sudah menjadi bagian memori kolektif wong Solo. Hla kok sekarang mau dipakai di acara lain,” ujarnya kepada Solopos.com, Jumat (7/6/2013).

Menurut Heri, kirab ting telah menjadi ikon Malem Selikuran sekaligus agenda budaya di Solo. Dirinya berharap panitia Solo Kampung Art memiliki penjelasan historis dan kultural soal rencana kirab ting di acaranya.

“Sah-sah saja terinspirasi. Namun demikian, panitia harus memiliki pijakan sejarah untuk acara-acara semacam ini. Jangan malah ahistoris,” tukasnya.

Diberitakan sebelumnya, Pemkot berencana menggelar kirab ting dalam pembukaan Solo Kampung Art. Kirab tersebut bakal disemarakkan 160 personel dari 51 kelompok sadar wisata (Pokdarwis) di Solo. Heri meminta panitia acara tak sekadar memberi hiburan, melainkan juga pembelajaran bagi masyarakat. Terlebih Solo Kampung Art telah memasuki tahun keempat.
“Pengembangan kreatif tidak masalah, tapi jangan sampai merusak ingatan sejarah.”

Pengageng Pariwisata dan Museum Keraton Solo, KP Satriyo Hadinagoro, mengaku tidak memermasalahkan penggunaan kirab ting di Solo Kampung Art. Menurutnya, keraton memiliki standar tersendiri dalam pelaksanaan kirab ting. Namun pihaknya mewanti-wanti kegiatan itu jangan sampai membiaskan acara Malem Selikuran.

“Mangga saja kalau mau ditiru, tapi ya jangan memaksakan diri mau menyerupai (Malem Selikuran). Nanti bisa bias dan bikin warga bingung,” katanya. Lebih jauh, ia menyebut Malem Selikuran merupakan acara sakral yang wajib dijaga keutuhan prosesinya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Solo, Widdi Srihanto, tidak merasa merusak pakem sejarah dalam pelaksanaan Solo Kampung Art. Widdi menilai kirab ting di acara itu sekadar terinspirasi upacara Malem Selikuran.

“Tidak ada niat mengubah sejarah atau seperti apa. Toh rute kirabnya juga berbeda,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya