SOLOPOS.COM - Iwan (kanan) dan putranya, Rafly (kiri), saat melakukan evakuasi terhadap korban lakalantas beberapa waktu lalu. (Istimewa)

Solopos.com, KARANGANYAR —Mas nyuwun tolong niki enten pasien butuh ambulans. Mas ada korban laka masih terkapar di jalan, butuh ambulans.

Begitu isi pesan WhatsApp (WA) yang masuk di ponsel milik Juniardi Setiawan alias Iwan, 40. Tiga hingga lima pesan serupa itu diterimanya setiap hari.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Seketika Iwan pun bergegas menyalakan mobil ambulans. Mobil milik Relawan Pemuda Pancasila (RPP) Karanganyar ini diparkir di garasi rumahnya di Jl. Panda 2 Nomor 2 Karanganyar, yang juga menjadi Posko Sekretariat RPP.

Raungan sirine dan kelap-kelip lampu rotator yang memecah kemacetan lalu lintas menjadi situasi yang ia alami setiap saat. Tak kenal waktu dan kenal lelah, selama 24 jam nonstop, ponsel miliknya selalu on, standby.

“HP tidak pernah mati sekalipun malam hari. Volume nada dering disetel paling tinggi, jadi pas tidur bisa dengar ada telepon,” kata bapak dua anak ini saat berbincang dengan Solopos.com, Kamis (2/11/2023).

Bekerja sebagai sebagai sopir ambulans yang biasa mengantar jenazah, pasien korban laka dan darurat lainnya, bukan hal mudah. Dibutuhkan kesabaran, kesigapan, hingga keahlian saat menangani pasien tersebut. Tak cukup itu, butuh mental kuat terutama saat harus mengevakuasi korban laka. Tak semua orang kuat melihat darah bercucuran dengan kondisi tubuh yang mengenaskan.

“Ngeri waktu itu. Tapi saya, bisa ternyata,” kata Iwan menceritakan pengalaman pertamanya.

Menjadi sopir ambulans baru dijalaninya sekitar tiga tahun terakhir. Tepatnya saat Pandemi Covid-19 melanda di Mei 2020 lalu. Kala virus mewabah, banyak masyarakat membutuhkan mobil ambulans. Sementara jumlah mobil ambulans terbatas.

Hati Iwan tergerak untuk membantu masyarakat saat itu. Ia pun meminta sang istri untuk mengurus usaha toko sembako di Pasar Jungke.

“Waktu itu Ketua MPC Pemuda Pancasila Karanganyar, Disa Ageng Alifven, memberikan satu unit mobil ambulans. Mobil ambulans ini untuk menolong masyarakat terutama yang sakit terindikasi terpapar Corona,” kata dia.

Iwan menyebarkan nomor ponselnya kepada tukang becak, pedagang kaki lima (PKL), juru parkir dan siapa pun masyarakat yang ditemuinya di jalan. Ia bilang siapa pun bisa menghubunginya jika membutuhkan ambulans untuk mengantar pasien Covid-19.

Sejak itu, Relawan Pemuda Pancasila makin di kenal masyarakat. Permintaan bantuan mobil ambulans makin meningkat. Hingga kini RPP memiliki dua unit mobil ambulans di poskonya. Iwan tak sendiri dalam mengoperasikan mobil ambulans. Iwan mengajak putra sulungnya, Ramadhika Rafly Setiawan, yang saat itu masih duduk di bangku kelas XI di SMA Negeri 1 Karanganyar.

“Saya dibantu anak saya waktu itu. Saat itu kebetulan sekolah online,” kata dia.

Saat tempat sebayanya sibuk bermain, Rafly disibukkan dengan melakukan kegiatan sosial, mengantar pasien ke RS atau mengantar jenazah, menyopiri ambulans.

“Panggilan hati saja ingin menolong dan memberikan manfaat bagi orang lain,” ucapnya.

Rafly bergabung bersama para relawan tepatnya mulai Mei 2021 lalu. Remaja lulusan SMA ini, bahkan belum bergerak untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi (PT). Rafly masih ingin berfokus pada kegiatan sosialnya menjadi sopir ambulans.

Rafly mengasah keahlian menjadi sopir ambulans dari orang tua dan para relawan senior. Ia juga mengikuti beragam pelatihan penanganan kegawatdaruratan, baik evakuasi korban bencana alam maupun kecelakaan lalu lintas.

“Dulu awalnya saya hanya diminta membantu bapak. Tapi kemudian pegang setir sendiri, gantian sama bapak. Ngeri juga waktu itu lihat darah, sekarang sudah terbiasa,” tuturnya.

Rafly rela mengobarkan waktunya hanya untuk memberikan pengabdian kemanusiaan itu. Tak terhitung lagi, ia menolak ajakan teman untuk berkumpul dan bermain. Ia hanya fokus sebagai sopir ambulans.

Pengalaman Horor Jadi Hiburan

Meski senang menjalaninya, bukan berarti tak ada duka yang dirasakan Iwan dan Rafly. Bahkan pengalaman horor pun sering ditemuinya, namun itu tak menyurutkan semangatnya membantu orang lain.

Apa yang membuatnya senang adalah saat bisa membantu menyelamatkan nyawa orang dalam kondisi darurat, antara hidup atau mati. Saat darurat, kecepatan pelayanan ambulans menjadi penentu selamat tidaknya pasien. Kisah suka lainnya adalah jalinan persaudaran yang sangat dengan relawan sopir ambulans lain dari berbagai komunitas.

“Yah hitung-hitung ibadah saja saya jalani dengan ikhlas, ditambah banyak saudara dari komunitas yang saya tekuni dan bergabung,” tambah Iwan diamini sang anak.

Adapun untuk pengalaman dukanya, bapak dan anak ini mengaku sedih saat membawa jenazah maupun pasien yang tidak bisa diselamatkan. Sebagai manusia, mereka seakan-akan merasa bersalah karena gagal menyelamatkan nyawa pasien. Meskipun perjuangan sudah dilakukan secara maksimal bahkan mengandung risiko yang tak jarang juga membahayakan sopir ambulans.

“Pada saat mengantar pasien fokus kami hanya satu menyelamatkan dengan bagaimana upaya dan cara sehingga risiko kecelakaan saat mengemudi ambulans dengan cepat juga pernah nyaris terjadi,” ujarnya.



Sementara mengenai pengalaman horor yang menyeramkan, dia mengaku beberapa merasakannya. “Ya kadang lampu mobil nyala sendiri. Kap belakang mobil terbuka dan lainnya. Kalau dipikir secara logika enggak masuk akal, tapi nikmatin saja,” katanya.

Kisah-kisah horor tersebut oleh Iwan dan Rafly dijadikan sebagai hiburan. Menjadi sopir ambulans merupakan komitmen besar untuk berkorban dan membantu sesama. Iwan dan Rafly rela mengorbankan waktu dan tenaga untuk membantu sesama. “Kita hidup menolong sesama itu juga buat bekal nanti,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya