SOLOPOS.COM - Dalang Ki Kuntet Hariyanto (paling kiri) menerima wayang dari Sekdes Ngalas, Dono, sesaat sebelum mementaskan wayang kardus di RW 005, Dukuh/Desa Ngalas, Kecamatan Klaten Selatan, Senin (28/8/2023) malam. (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATENDalang Ki Kuntet Hariyanto, 52, tertawa saat mengenang wayang kardus yang dia bikin habis dibakar istrinya. Pria yang tinggal di Desa Pasung, Kecamatan Wedi, Klaten, itu lupa-lupa ingat kapan hal itu terjadi.

Namun, dia memperkirakan peristiwa itu terjadi pada 2015 atau 2016. Kala itu, istrinya marah-marah lantaran Kuntet sibuk membikin wayang dari bahan kardus bekas di saat kondisi ekonomi keluarga sedang tidak baik-baik saja.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Satu kotak wayang kardus hasil kerja kerasnya dibakar sang istri. Kuntet pun tersulut emosi, membanting pintu hingga rusak. Tak berapa lama kemudian, Kuntet kembali berbaikan dengan istrinya yang bernama Winarti itu.

“Waktu itu sudah bikin sekitar 100 wayang cerita Mahabarata itu. Gandheng dulu itu kondisi ekonomi melemah, kemudian [wayang kardus] dibakar sama istri,” kata Kuntet sembari tertawa saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa (29/8/2023).

Setelah kejadian itu, dalang asal Klaten itu sempat tak membikin wayang kardus selama beberapa tahun. Hingga suatu ketika Kuntet membikin grup campursari. Agar penampilan grup campursari itu memikat penonton, Kuntet membikin satu wayang kardus.

“Saya buat satu wayang bentuknya orang didandani seperti MC membawa mik,” Kuntet. Ide Kuntet berhasil membikin penonton ger-geran. Semangatnya membikin wayang kardus pun tergugah lagi. Dia mengumpulkan kardus bekas seperti kardus mi instan dan kardus lainnya sebagai bahan membuat wayang.

Namun, kali ini bukan sosok wayang dengan tokoh Mahabarata yang dia bikin. Kuntet membuat sosok wayang yang terinspirasi dari tokoh pada lakon Ketoprak Mataram. Hal itu dia lakukan pada 2018.

Manggung dari Kampung ke Kampung

“Waktu itu baru bikin sekitar 20 wayang. Kemudian sama kampung saya didukung oleh Pak Kades Pasung [Sumarsono] dan perangkat desa akhirnya dibayai bersama-sama untuk dipentaskan dengan lakon Arya Penangsang Gugur. Penontonnya banyak dan sukses bisa diterima di kampung saya,” kata bapak satu anak dan kakek dari satu cucu itu.

Hari-hari berikutnya, kelompok tani gabungan dari beberapa kecamatan menanggap dalang asal Wedi, Klaten, itu untuk mementaskan wayang kardus. Kuntet pun kian dikenal dan mulai menerima tanggapan manggung dari kampung ke kampung. “Kalau sekarang istri yang jelas senang,” kata Kuntet.

Kuntet terus membikin wayang kardus. Koleksi wayangnya kini mencapai sekitar 300 tokoh. Dia membikin wayang-wayang tersebut di waktu senggang seperti ketika malam. Hingga kini Kuntet dia masih aktif bekerja sebagai buruh tani di lahan milik tetangganya yang kini ditanami cabai.

Soal inspirasi tokoh wayang yang dia bikin untuk wayang kardusnya, Kuntet mengatakan dari tokoh-tokoh ketoprak. Kuntet sudah sejak lama menyukai ketoprak dan bahkan pernah menjadi pemain ketoprak hingga hafal kostum dari masing-masing tokoh.

Pembuatan satu wayang kardus butuh waktu beberapa hari. Selain kardus bekas, Kuntet menggunakan lem kanji untuk perekat dan cat minyak untuk mewarnai. “Kalau rusak perbaikannya mudah, tinggal dilem lagi dan dicat,” jelas pria belajar membikin wayang secara autodidak itu.

Kuntet mengatakan hanya ingin membikin sosok wayang dengan lakon berbeda sesuai dengan kreativitasnya. “Saya gabungkan dari wayang kulit dan ketoprak. Gamelan yang mengiringi mirip wayang kulit. Jadi saya padukan itu,” kata dia.

Kuntet tak memiliki target muluk-muluk. Dalang asal Klaten itu hanya berharap lakon yang dia pentaskan dengan wayang kardus bisa menghibur dan tetap mendapatkan tanggapan manggung. Lebih dari itu, dia berharap kesenian tradisional tetap dilestarikan.

Sederhana tapi Tetap Meriah

Dalam setiap penampilannya, Kuntet menggandeng seniman lain seperti para penabuh, penyanyi, pemain organ, hingga tukang sound system. Soal jumlah tanggapan manggung, Kuntet mengatakan tak menentu tergantung momentum. Seperti selama Agustus ini bersamaan dengan perayaan HUT RI, Kuntet sudah lima kali manggung.

Salah satu pementasannya seperti yang digelar di RW 005, Dukuh/Desa Ngalas, Kecamatan Klaten Selatan, Senin (28/8/2023) malam. Kuntet tak membawa penabuh gamelan dalam jumlah banyak.

Hanya terlihat tiga orang yang masing-masing memainkan kendang serta organ. Iringan musik gamelan dihadirkan melalui organ. Selain itu, Kuntet memboyong dua sinden.

Meski terlihat sederhana, penampilan pentas wayang kardus itu tetap meriah. Warga mulai dari orang lansia hingga anak-anak berdatangan menyaksikan kepiawaian Kuntet bersama penabuh dan sinden membawakan lakon yang diambil dari cerita ketoprak.

Ketua RW 005, Dukuh/Desa Ngalas, Parman, mengatakan pentas wayang kulit menjadi agenda rutin selain aneka perlombaan yang digelar warga untuk memeriahkan HUT RI. “Untuk tahun ini kami mengadakan wayang kardus. Ini baru kali pertama. Sementara coba-coba dulu, dan lihat nanti tanggapan masyarakat seperti apa,” kata Parman.

Parman menjelaskan kegiatan tersebut digelar swadaya oleh warga. Selain memeriahkan HUT RI, pentas tersebut sekaligus untuk melestarikan kebudayaan Jawa serta semakin mengakrabkan warga.

Soal tarif tanggapan pentas wayang kardus, Parman mengatakan lebih miring. “Lebih murah. Kalau wayang kulit itu mencapai Rp25 juta sementara wayang kardus Rp3,5 juta,” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya