Soloraya
Senin, 20 November 2023 - 19:02 WIB

Kisah dr. Handojo Tjandrakusuma, Dokter yang Abdikan Diri Membantu Difabel

Maymunah Nasution  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Eks-rektor UNS, Ravik Karsidi saat sambutan dalam acara peluncuran buku Kehidupan dan Karya dr. Handojo Tjandrakusuma The Sociopreneur di Alila Hotel Solo, Senin (20/11/2023). (Solopos.com/Maymunah Nasution)

Solopos.com, SOLO — Sumbangsih dr. Handojo Tjandrakusuma, dokter asal Solo yang mengabdikan pada rehabilitasi orang-orang disabilitas, tidak berhenti hanya menolong mereka dari aspek kedokteran. Handojo telah mengabdikan diri menjadi sociopreneur, atau pengusaha di bidang sosial.

Segala upaya yang telah dilakukan oleh Handojo akhirnya bisa dibaca oleh masyarakat luas lewat buku berjudul Kehidupan dan Karya dr. Handojo Tjandrakusuma The Sociopreneur.

Advertisement

Sumbangsih Handojo memang masih banyak dirasakan masyarakat, salah satunya adalah Pusat Pengembangan dan Pelatihan Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat (PPRBM). PPRBM adalah program yang dirintis oleh Handojo lewat YPAC pada 1978.

Mengutip buku Kehidupan dan Karya dr. Handojo Tjandrakusuma The Sociopreneur, PPRBM berangkat dari upaya Handojo mendeteksi dini kecacatan dan menolong para penyandang disabilitas di desa-desa.

Advertisement

Mengutip buku Kehidupan dan Karya dr. Handojo Tjandrakusuma The Sociopreneur, PPRBM berangkat dari upaya Handojo mendeteksi dini kecacatan dan menolong para penyandang disabilitas di desa-desa.

Program dimulai dengan memberi pengertian pada para pemimpin desa dan penduduk setempat tentang kecacatan, untuk mengubah paradigma mereka.

Gerakan Handojo dilatarbelakangi saat dia membantu YPAC Solo sebagai relawan yang bertugas memberikan pelayanan medis. Temuan Handojo adalah masih tingginya ketimpangan dalam pelayanan untuk anak difabel di perkotaan dan di pedesaan.

Advertisement

Saat Handojo masih menjadi relawan, para difabel masih dipandang sebagai seseorang yang terkena kutukan oleh Tuhan, bahkan tidak jarang mereka dipasung atau diasingkan. Mereka juga kesulitan untuk beraktivitas karena ketiadaan peralatan, seperti kruk dan sulitnya medan pedesaan.

Masyarakat desa zaman itu juga tidak tahu bagaimana melibatkan para penyandang cacat dalam kehidupan sehari-hari, membuat para difabel merasa tidak berguna.

Permasalahan berikutnya adalah ketiadaan penyuluhan kepada ibu hamil dan deteksi dini kecacatan bagi bayi dan anak-anak supaya mereka bisa ditolong lebih awal.

Advertisement

Lewat PPRBM, Handojo mengedukasi mengenai kecacatan untuk menghilangkan stigma negatif terhadap para penyandang cacat dan turut memikirkan cara-cara bagaimana mereka bisa dilibatkan dalam masyarakat.

Mantan staf PPRBM, Pamikatsih, mengatakan Handojo adalah agen perubahan bagi kaum difabel.

“Kaum difabel yang tadinya terpinggirkan, sejak adanya konsep ini mampu mengembangkan diri. Mereka tidak hanya mampu hidup mandiri, tetapi juga banyak yang kemudian memiliki kemampuan bermanfaat bagi masyarakat di sekitar mereka,” ujar Pamikatsih saat diwawancara media di sela-sela peluncuran buku Kehidupan dan Karya dr. Handojo Tjandrakusuma The Sociopreneur di Alila Hotel Solo, Senin (20/11/2023).

Advertisement

Pamikatsih menjelaskan Handojo mengembangkan konsep Community Based Rehabilitation (CBR) berdampak pada pengembangan kehidupan difabel di masyarakat Indonesia.

Buku Kehidupan dan Karya dr. Handojo Tjandrakusuma The Sociopreneur ditulis oleh anak Handojo, Esther Idayati. Esther mengaku, dalam perjalanannya menulis buku tersebut, dia seperti melihat sisi lain kehidupan ayahnya.

“Menulis buku ini membuat saya mengenal papa lebih dekat. Saat saya masih kanak-kanak dan remaja, papa tidak banyak cerita soal pekerjaannya, sehingga saya tidak terlalu tahu apa yang terjadi di lapangan. Menulis buku ini juga memberi kesempatan bagi saya untuk mengenal papa dari sudut pandang yang lain. Saya bisa melihat papa sebagai seorang sahabat, atasan, dan teman dari rekan-rekan papa,” tutur Esther saat diwawancara dalam kesempatan yang sama.

Esther melanjutkan selama dia masih sekolah, sesekali dia menjemput Handojo di kantor Yayasan Pembina Anak Cacat (YPAC) dan bertemu beberapa kawan penyandang disabilitas di tempat tersebut.

Menurut dia, Handojo sudah memiliki berbagai urusan yang mirip seorang pengusaha, meliputi memulai sesuatu, mencari kesempatan, menggalang dana atau bantuan, mengambil risiko, dan mengembangkan usaha. Namun, Esther melihat apa yang dilakukan ayahnya adalah upaya dalam bidang sosial.

Esther juga mampu melihat gambaran tentang karya-karya Handojo yang hingga kini masih bermanfaat untuk masyarakat.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif