SOLOPOS.COM - (Espos/Chrisna Chanis Cara)

Solopos.com, SOLO — Sharletta Qiana Affrera menangis keras di pangkuan ibunya saat sang ibunda tengah menjajakan telur asin di pelataran Ngarsapura.

Siang itu cuaca memang tengah panas terik. Qiana yang baru berusia 15 bulan tampak kegerahan, merajuk agar sang ibu segera mengemasi dagangannya.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Tak jauh dari sana, Silfa Raisa Afifah, 4, hanya melongo melihat adiknya yang terus rewel. “Kelihatannya sudah capai, mau ngajak pulang,” ujar Christyasari Oktaviani, sang ibu, saat ditemui Solopos.com, Senin (27/9/2021).

Sudah sebulan terakhir Christyasari menyusuri jalanan untuk menjajakan telur asin. Satu pak telur asin berisi lima butir telur dia jual Rp15.000. Selain telur asin, dia menjajakan ikan tongkol, makanan ringan hingga tisu.

Baca Juga: Cerita Mengharukan Hasim dan Sukir saat Terima Bantuan Astra

Dua anak balitanya selalu dia bawa serta ketika mencari nafkah. Terkadang Silfa ikut membantu sang ibu membawa tas dan kotak belanja yang berisi dagangan. “Sebenarnya pengin cari kerja, tapi anak-anak belum bisa ditinggal,” ujar Sari, sapaan akrabnya.

Sari harus menghadapi kenyataan hidup yang keras usai suaminya, Sarbiyanto, meninggal dunia akhir Juni 2021. Sarbiyanto yang bekerja sebagai karyawan outsourcing di sebuah bank mengalami tekanan psikis selama pandemi Covid-19.

Sari menyebut suaminya dibayangi ketakutan kehilangan pekerjaan sehingga berpengaruh pada kesehatannya. “Suami kelelahan dan kepikiran nasib keluarga,” ujar Sari sambil menerawang.

Baca Juga: Kisah Haru Joko Widodo Si Pandai Besi Klaten Ikut Vaksinasi Ditunggui Presiden Jokowi

Kehilangan pendamping hidup saat anak-anak masih kecil sempat membuat Sari drop. Apalagi dia selama ini tak memiliki pekerjaan dan tinggal di rumah kontrakan di Manang, Sukoharjo. Tak ingin berpangku tangan, Sari berusaha mencari penghasilan untuk menyambung hidup.

Perempuan 40 tahun itu sempat mencari barang rongsokan sebelum akhirnya memutuskan menjual berbagai makanan. “Kebetulan adik saya bikin telur asin, jadi saya bantu jualin. Setelah itu saya nambah jualan yang lain kayak ikan tongkol, snack dan tisu. Saya hanya ambil untung sedikit,” tuturnya.

Upaya Sari menghidupi kedua buah hatinya tak selamanya berjalan mulus. Dia pernah diusir saat berjualan di halaman dan trotoar pusat perbelanjaan. Itu membuatnya harus berpindah-pindah lokasi jualan hampir setiap hari.

Baca Juga: Pria Paruh Baya Nglesot di Restoran di Solo Tawarkan Dagangan, Begini Kisah Harunya

Tak jarang anaknya rewel meminta jajan padahal dia belum punya pemasukan. Keuntungannya pun bisa dibilang sangat tipis. Dia harus membayar ojek online sekitar Rp25.000 (PP) untuk mengantar berjualan sehari-hari.

“Sering pulang ke rumah cuma bawa laba Rp6.000-Rp7.000. Baru bisa bawa agak banyak kalau ada pembeli yang ngasih uang lebih,” ucap dia.

Sari tak merasa upaya yang dia lakukan sia-sia. Alih-alih merepotkan orang lain, dia memilih berusaha sendiri meski kini pemasukannya masih pas-pasan untuk membeli susu dan pampers anaknya.

Baca Juga: Kisah Haru Seekor Anjing Setia Tunggu Tuannya di Depan Pintu Rumah Sakit

“Anak-anak yang bikin saya kuat.” Ketabahan hati Sari memantik kepedulian sejumlah rekannya. Beberapa kawan belakangan menggalang dana untuk tambahan modal usahanya. Ada pula yang memberikan sembako dan susu.

“Hati saya lega banyak yang membantu.” Di akhir pembicaraan dengan Espos, Sari mengutarakan keinginan sederhananya. “Saya pengin punya toko. Biar anak-anak tidak capai ikut jualan lagi.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya