Soloraya
Minggu, 26 Februari 2023 - 15:04 WIB

Kisah Ki Truno Sono, Orang Pertama yang Menghuni Dukuh Girpasang Klaten

Taufiq Sidik Prakoso  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana Dukuh Girpasang, Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Klaten, Selasa (21/2/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATENGirpasang yang dikenal sebagai perkampungan terpencil di lereng Gunung Merapi, Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Klaten, memiliki kisah awal mula dari seorang leluhur bernama Ki Truno Sono.

Tokoh itu lah orang pertama yang tinggal di kampung punggung bukit dan diapit dua jurang itu. Sebelum ada jembatan gantung, satu-satunya akses masuk ke kampung itu melalui jalan setapak di pinggir tebing.

Advertisement

Jalan setapak itu menjadi akses untuk aktivitas ekonomi, pendidikan, sosial, kesehatan, dan lain-lain. Jalan setapak itu hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. Dikenal sebagai jalan 1.001 anak tangga, jalan setapak itu merupakan peninggalan Ki Truno Sono.

Salah satu tokoh masyarakat Girpasang, Giyanto, 50, menjelaskan warga yang tinggal di Girpasang saat ini merupakan keturunan Ki Truno Sono. Ada kisah yang melatarbelakangi Ki Truno Sono bersama istrinya hingga anak-keturunannya tinggal di Girpasang, Klaten.

Advertisement

Salah satu tokoh masyarakat Girpasang, Giyanto, 50, menjelaskan warga yang tinggal di Girpasang saat ini merupakan keturunan Ki Truno Sono. Ada kisah yang melatarbelakangi Ki Truno Sono bersama istrinya hingga anak-keturunannya tinggal di Girpasang, Klaten.

Giyanto mengisahkan sebelumnya Ki Truno Sono tinggal di lembah Kapuhan dekat Goa Jepang yang kini berada di wilayah Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Saat tinggal di wilayah itu, ada bencana hujan sangat deras hingga tanah di dekat rumah Ki Truno Sono longsor.

Di tanah itu, terdapat tanaman talas yang terbawa material tanah longsor. Longsornya tanah itu terbawa hingga ke Sungai Bengawan Solo. Anehnya, tanaman talas  yang ikut longsor masih utuh, tidak ambruk bahkan daunnya tidak lecet.

Advertisement

Kisah berlanjut dengan Ki Truno Sono diminta memilih tempat tinggal dan akhirnya dia bersama keluarganya memilih punggung bukit di lereng Merapi yang kini bernama Girpasang.

Giyanto menjelaskan Girpasang berasal dari kata gligir sepasang. Istilah itu bisa diartikan pinggiran jurang sepasang atau di antara dua jurang. Di atas wilayah Girpasang terdapat perbukitan yang disebut dengan Gunung Bibi.

Perbukitan itu disebut-sebut menjadi pelindung kampung dari ancaman erupsi Gunung Merapi. Alam Girpasang hingga kini masih asri dengan hijaunya vegetasi di kawasan tersebut. Meski tinggal di pinggir jurang dan berada di lereng Gunung Merapi, warga tetap nyaman tinggal di kampung itu.

Advertisement

Merawat Tradisi

“Leluhur pernah menyampaikan omahe pinggire jurang, papane sempit suk bakale dadi rejo [rumah di pinggir jurang dan lokasinya sempit suatu saat akan menjadi ramai],” kata Giyanto saat ditemui Solopos.com di rumahnya, Selasa (21/2/2023).

Kini pesan orang pertama dalam kisah terbentuknya Dukuh Girpasang, Klaten, itu menjadi kenyataan. Kampung Girpasang ramai dikunjungi wisatawan yang terpesona dengan keindahan alamnya yang asli dan asri.

Apalagi sejak ada jembatan gantung dibangun pada 2021 dan mulai dibuka pada 2022. Jembatan gantung yang dibangun pemerintah itu sesuai keinginan warga agar akses keluar-masuk kampung mereka lebih mudah.

Advertisement

Lebih dari itu, jembatan gantung itu semakin memikat pengunjung berdatangan. Di sisi lain, meski sudah ada jembatan gantung, warga tetap merawat dan melestarikan jalan setapak di tepian tebing yang sebelumnya menjadi satu-satunya akses keluar-masuk kampung.

Hal itu mereka lakukan sebagai bentuk melestarikan peninggalan leluhur. Tak hanya jalan setapak, warga Girpasang hingga kini masih merawat tradisi peninggalan leluhur mereka.

Begitu pula dengan ajaran-ajaran dari leluhur mereka di antaranya untuk selalu bersikap jujur, bersahaja, hingga merawat alam tempat mereka tinggal.

Ketua RT 007/RW 002, Dukuh Girpasang, Gino, 38, menjelaskan saat ini Girpasang dihuni 11 keluarga terdiri dari 35 jiwa. Mereka tinggal di sembilan rumah.

Gino menjelaskan mayoritas warga Girpasang memiliki mata pencaharian sebagai petani. Di kampung itu ada satu masjid. Selain itu, ada satu makam yang dikhususkan untuk pemakaman anak-anak.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif