Soloraya
Sabtu, 2 September 2023 - 04:30 WIB

Kisah Masjid Alit Jatinom Klaten yang Dibangun Ki Ageng Gribig 400 Tahun Lalu

Suharsih  /  Taufiq Sidik Prakoso  /  Fadila Alfiani Arifin  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Masjid Alit di Jatinom, Klaten, yang dibangun oleh Ki Ageng Gribig sekitar awal abad ke-17. (kemdikbud.go.id)

Solopos.com, KLATEN — Masjid Alit diyakini sebagai masjid tertua di Desa/Kecamatan Jatinom, Klaten, karena dibangun oleh Syekh Wasibagno Timur atau bergelar Ki Ageng Gribig pada masa Sultan Agung Hanyakrakusuma berkuasa di Kerajaan Mataram sekitar awal abad ke-17.

Lokasi masjid ini berjarak kurang lebih 10 km di sebelah timur laut pusat kota Klaten. Masjid Alit berada satu kompleks dengan makam, baik itu makam kuno maupun makam baru.

Advertisement

Masjid ini dibatasi Sungai Soka di sebelah selatan. Di sisi barat dibatasi Masjid Gedhe Jatinom dan makam Ki Ageng Gribig. Di sebelah timur berbatasan dengan pemukiman penduduk dan di sebelah utara berbatasan dengan Pasar Gabus Jatinom.

Dilansir tulisan ilmiah berjudul Deskripsi Masjid Alit Ki Ageng Gribig dan Dakwah Kultural Awal di Klaten Jawa Tengah karya Retno Kartini Savitaningrum Imansyah yang diunggah di laman kemenag.go.id, alkisah Ki Ageng Gribig datang ke wilayah Jatinom yang dipenuhi hutan jati.

Advertisement

Dilansir tulisan ilmiah berjudul Deskripsi Masjid Alit Ki Ageng Gribig dan Dakwah Kultural Awal di Klaten Jawa Tengah karya Retno Kartini Savitaningrum Imansyah yang diunggah di laman kemenag.go.id, alkisah Ki Ageng Gribig datang ke wilayah Jatinom yang dipenuhi hutan jati.

Atas saran dari Sunan Pandanaran, ia kemudian melakukan dakwah atau menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut. Hal pertama yang dilakukan Ki Ageng Gribig adalah membangun masjid, membuat beduk, dan rumah bagi para pengikutnya.

Sebagian besar pohon jati yang sudah tua digunakan untuk membangun masjid dan rumah, sehingga yang tersisa hanya pohon jati muda. Oleh karena itu daerah ini lalu diberi nama Jatinom yang berasal dari kata “jati enom” atau pohon jati yang masih muda.

Advertisement

Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Sultan Agung memberikan wilayah perdikan Jatinom kepada Ki Ageng Gribig. Pembangunan Masjid Alit mengawali kegiatan dakwah Islam Ki Ageng Gribig di wilayah Jatinom dan sekitarnya.

Kelengkapan Masjid

Pada masa itu, masyarakat setempat masih memeluk agama pra-Islam bahkan masih banyak pula yang memuja benda-benda keramat tertentu.

Mengutip Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng di laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, sulit untuk memastikan kapan Masjid Alit di Jatinom, Klaten, dibangun oleh Ki Ageng Gribig. Namun dari fakta bahwa Ki Ageng Gribig hidup pada masa Sultan Agung Hanyakrakusuma berkuasa di Mataram, masjid ini diperkirakan dibangun pada awal 1600-an atau abad ke-17 Masehi.

Advertisement

Sebagai informasi, Sultan Agung memerintah di Mataram pada 1613-1645 Masehi dan pertemuan Sultan Agung dengan Ki Ageng Gribig terjadi pada 1614 Masehi.

Masjid Alit yang dibangun Ki Ageng Gribig ini memiliki gaya arsitektur masjid Indonesia kuno. Kelengkapan masjid ini tidak jauh berbeda dengan masjid lain yang meliputi ruang utama, serambi, pawestren dan tempat wudu dalam satu kompleks bangunan.

Selain itu, Masjid Alit peninggalan Ki Ageng Gribig di Klaten ini juga dilengkapi kentungan dari kayu, mimbar, dan sebagainya. Di sebelah barat masjid terdapat makam. Pada makam ini terdapat dua cungkup yang masing-masing berada di sebelah selatan dan di sebelah utara.

Advertisement

Di cungkup utara ada makam Ki Minta Raga dan Ny Damarjati yang merupakan sahabat dekat Ki Ageng Gribig. Sedangkan di cungkup sebelah selatan ada lima makam.

Sementara itu, mengenai sosok Ki Ageng Gribig yang semasa mudanya dikenal dengan nama Syekh Wasibagno Timur, merupakan ulama yang berperan besar dalam penyebaran agama Islam di Jateng terutama Klaten.

Ki Ageng Gribig merupakan salah satu murid Sunan Kalijaga setelah Sunan Pandanaran. Berbagai sumber tentang silsilah Ki Ageng Gribig sebagian besar menyebutkan ia adalah keturunan Raja Brawijaya V, raja terakhir yang berkuasa di Majapahit.

Ki Ageng Gribig juga adalah tokoh sentral yang mengawali tradisi sebaran apam Ya Qawiyyu yang masih dipertahankan sampai sekarang dan tiap tahunnya menyedot ribuan orang untuk datang berebut apam.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif