Soloraya
Jumat, 19 Mei 2023 - 17:26 WIB

Kisah Mbah Harto, dari Wonogiri ke Solo, Jadi Jukir dan Kini Bisa Naik Haji

Nova Malinda  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Juru Parkir di Jl Yosodipuro Solo, Sri Suharto saat ditemui Solopos.com, Jumat (19/5/2023). (Solopos.com/Nova Malinda).

Solopos.com, SOLO —Seorang juru parkir di Jl Yosodipuro Solo, Sri Suharto akan berangkat ke tanah suci menunaikan ibadah haji pada Juni 2023. Sudah berusia 69 tahun, pria akrab disapa Mbah Harto mempunyai liku-liku perjalanan hidup yang cukup pilu.

Mbah Harto kecil lahir dan hidup di Kabupaten Wonogiri bersama neneknya di desa. Sejak usia lima tahun, ia harus ditinggalkan ayahnya dan menjadi anak yatim. Sementara ibunya, merantau ke Jakarta menjadi buruh, pembantu rumah tangga.

Advertisement

Hidup bersama neneknya, Mbah Harto hanya bisa sekolah sampai lulus SMP. Itu saja, biaya sekolah dari SD sampai SMP ditanggung oleh kepala sekolahnya.

Lanjut bercerita, Mbah Harto kecil tidak punya saudara. Setelah lulus SMP, ia memutuskan untuk merantau di Kota Solo.

Advertisement

Lanjut bercerita, Mbah Harto kecil tidak punya saudara. Setelah lulus SMP, ia memutuskan untuk merantau di Kota Solo.

Selama di kota rantau, Mbah Harto bertemu tambatan hati dan menikah pada 1980. Saat itulah, mereka berdua punya cita-cita naik haji bersama.

Setelah menikah Mbah Harto dikaruniai dua anak. Namun, salah satu anaknya meninggal dunia saat di bangku kuliah karena kecelakaan di jalan raya. Meski demikian Mbah Harto bersama istri tetap tabah.

Advertisement

Menurut dia, pekerjaan buruh pun tak masalah dilakukan selama puluhan tahun asalkan bisa tetap menabung, dan naik haji bersama sang istri.

Adapun buruh yang sudah pernah ia lakoni, seperti tukang kebun di sekolah maupun instansi pemerintah, tukang ojek, tukang becak, dan juru parkir.

“Saya sudah sekitar 10 tahun jadi juru parkir di sini, dari pagi hari sampai sore,” ujar dia saat ditemui Solopos.com, di lokasi parkir, Jumat (18/5/2023).

Advertisement

Saat pandemi Covid-19, Mbah Harto pun sempat dilarikan ke rumah sakit. Ia terkena serangan jantung, dan mesti menjalani operasi.

Kemudian pada 2022, kesempatannya untuk naik haji terpaksa harus ditunda karena usia dan riwayat penyakit yang dimiliki. Sementara, sang istri tetap berangkat menuju tanah suci.

Salah satu penjual angkringan di dekat kawasan parkir Mbah Harto, Wanti, mengakui Mbah Harto mempunyai pribadi yang baik.

Advertisement

Menurut dia, ia cukup hemat dan jarang jajan di angkringan. Mbah Harto seringkali membawa bekal sendiri dari rumah.

“Mbah Harto kalau makan siang biasanya bawa bekal dari rumah, atau anaknya yang mengantarkan makan siang ke sini,” ungkap dia.

Sebelum sang istri naik haji, istri Mbah Harto sering menemani untuk menjaga parkir. Namun, setelah naik haji, Wanti tidak pernah melihat istrinya ke lokasi parkir lagi.

“Dulu sering menemani kalau siang, ya di rumah mungkin sudah tidak ada kegiatan, jadi ke sini istrinya,” kata dia.

Wanti mengaku mengenal baik Mbah Harto selama enam tahun dirinya berjualan angkringan di sana. Wanti menceritakan Mbah Harto datang setiap pukul 10.00 WIB sampai 17.00 WIB.

“Kadang kalau Sabtu Minggu, biasanya datang lebih siang karena Mbah Harto ikut pengajian dulu,” terang dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif