SOLOPOS.COM - Anggota Paguyuban Tunggal Rabuk membuat pupuk organik di Kragilan, Mojosongo, Boyolali, Selasa (26/12/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Kelompok petani muda Paguyuban Tunggal Rabuk di Kragilan, Mojosongo, Boyolali, mengembangkan usaha pembuatan pupuk organik dengan harga yang murah.

Mereka menjual produk mereka dengan harga Rp22.000 per karung isi 25 kilogram. Walau lebih murah dibandingkan pupuk hasil pabrik di pasaran, pupuk organik buatan Paguyuban Tunggal Rabuk bisa menjadi pengganti pupuk pabrikan.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Pemasaran pupuk tersebut saat ini sudah sampai ke petani kentang di Wonosobo, Jawa Tengah. Paguyuban Tunggal Rabuk baru dibentuk pada Agustus 2023 dengan 10 anggota.

Mayoritas anggotanya diisi oleh anak-anak muda berusia kurang dari 30 tahun. Pembuatan pupuk organik oleh petani muda di Mojosongo, Boyolali, itu dilakukan setiap malam karena mayoritas anggota punya pekerjaan di luar pertanian.

Ketua Paguyuban Tunggal Rabuk, Wisnu Tri Guritno, 42, menyampaikan pupuk organik yang ia buat bersama teman-temannya diproses dari kotoran ternak sapi dan kambing yang melimpah di Kragilan.

Ide tersebut muncul saat ia nongkrong bersama ketua RT 004 Dukuh Pisah, Kragilan, Ratno Wiyono, dan salah satu rekan lainnya di poskamling. Dari obrolan itu terungkap masalah yang mereka hadapi sama, yaitu mahalnya pupuk untuk petani.

Kemudian, pertengahan 2023 mereka mengajak para pemuda untuk studi banding di daerah Bandungan, Semarang. Setelah mendapat ilmu, mereka mendirikan paguyuban dan membuat pupuk organik.

“Di sini kami punya bahan [kotoran sapi dan kambing] melimpah, mengapa kami harus beli? Padahal kami bisa memproduksi sendiri,” kata dia saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa (26/12/2023).

Proses Pembuatan

Ia mengatakan pembuatan pupuk organik oleh para petani muda di Kragilan, Mojosongo, Boyolali, itu diawali dengan menggiling kotoran hewan. Wisnu menyampaikan pupuk perlu digiling lagi untuk membersihkan dari residu tanaman.

Kotoran yang sudah digiling itu kemudian difermentasi dengan bahan mikroba tambahan dan dimasukkan ke dalam karung yang telah disediakan dan dibungkus dalam waktu 3-14 hari.

Ia mengatakan kecepatan fermentasi tergantung dari jenis kotoran hewan yang digunakan. Jika berawal dari kotoran hewan basah, pengeringan membutuhkan waktu lebih lama.

Sedangkan jika bahan awal dari kotoran hewan kering, 3-4 hari fermentasi bisa selesai dan pupuk siap dijual. “Produksi pupuk organik ini kami lakukan setiap hari tapi di malam hari. Soalnya kami semua bekerja pada siang hari,” kata dia.

Ia menyampaikan selama tiga bulan beroperasi, keuntungan dari penjualan pupuk organik masih belum dibagikan ke para petani muda yang menjadi anggota paguyuban di Mojosongo, Boyolali, itu.

Uang keuntungan digunakan untuk balik modal pembelian mesin penggiling dan modal lain. Selain itu, para anggota juga sepakat keuntungan dipakai untuk membeli alat lagi karena dibutuhkan di proses produksi.

petani muda mojosongo boyolali
Pupuk organik buatan Paguyuban Tunggal Rabuk yang telah dikemas dalam karung dan siap dikirim ke pemesan di Kragilan, Mojosongo, Boyolali, Selasa (26/12/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Soal harga, Wisnu mengatakan untuk pembelian partai besar Rp22.000 per karung kemasan 25 kilogram. “Harga pupuk urea di pasar sudah sekitar Rp350.000 per karung [isi 50 kilogram]. Jadi ini jauh lebih murah,” kata dia.

Sementara itu, penggerak para petani muda yang juga Ketua RT 004 Dukuh Pisah, Kragilan, Mojosongo, Boyolali, Ratno Wiyono, 38, mengatakan walaupun produksi pupuk organik kelompoknya masih tergolong baru, peminatnya sudah banyak.

Ia mengaku baru mendapatkan pesanan dari Kecamatan Boyolali. Selain itu sudah ada kerja sama pula dengan distributor pupuk organik ke Wonosobo melalui PT Telaga Berkah Digdaya Semarang.

“Pupuk kami ini bisa menjadi pengganti urea. Di sini cari urea susah, keluhannya petani kan cari urea. Kalau mau beli harus punya kartu tani, kalau enggak ada itu enggak bisa. Misal punya kartu tani, nominal 1.000 meter persegi hanya dapat 30 kilogram. Idealnya 1.000 meter ya 50 kilogram,” kata dia.

Anggota Mendapat Banyak Ilmu

Ia mengatakan dalam semalam produksi, Paguyuban Rabuk Tunggal berhasil menggiling 35 karung pupuk organik. Dengan alat yang terbatas, paguyuban harus memprioritaskan pesanan partai besar.

Sementara itu, salah satu petani muda anggota Paguyuban Tunggal Rabuk di Kragilan, Mojosongo, Boyolali, Echsan Dwi Nugroho, 28, mengaku bersyukur bisa bergabung dengan komunitas tersebut. Ia yang sebelumnya hanya bertani dan beternak konvensional bisa beralih ke pertanian modern.

Setelah bergabung dengan paguyuban, ia memperoleh ilmu-ilmu pertanian dan peternakan modern dan dapat diaplikasikan dalam pekerjaannya.

Echsan juga mengaku senang dengan adanya ilmu pembuatan pupuk organik dari kotoran sapi atau kambing di tempatnya. Ia yang merasa membeli pupuk mahal menjadi lebih murah karena bisa diolah sendiri.

“Saya tertarik belajar, pertama karena saya mendukung pergerakan Mas Wisnu dan Pak RT untuk mengembangkan kreativitas pemuda di Dukuh Pisah dan Gondangrejo. Dengan adanya ini, para pemuda di Pisah dan Gondang bisa lebih baik, sekaligus membantu masyarakat sekitar,” kata dia.

Walaupun belum mendapat keuntungan uang, Echsan mengaku tetap akan menjalankan produksi pupuk organik bersama para petani muda lain di Paguyuban Tunggal Rabuk, Desa Kragilan, Mojosongo, Boyolali.



Ia tak keberatan keuntungan dalam memproduksi pupuk organik dipakai untuk pengembangan alat produksi, alat keamanan bekerja, dan lain sebagainya.

Selain menjual pupuk, Echsan juga memakai pupuk organik yang dibuat kelompoknya untuk ditabur di ladang. Ia menilai ada perbedaan hasil pupuk urea pabrikan dan pupuk organik yang dibuat paguyuban.

“Misal kami menabur urea terus, kualitas tanah menurun, panennya juga turun. Kalau pakai organik, tanah justru subur. Pertumbuhan tanaman juga lebih bagus dengan pupuk organik,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya