Soloraya
Minggu, 28 Mei 2023 - 15:39 WIB

Kisah Penyintas Gempa Klaten 2006 Bangkit dari Trauma, Lumpuh & Kehilangan Anak

Taufiq Sidik Prakoso  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Supriyadi alias Pak Jepang, warga Jimbung, Kalikotes, Klaten, salah satu penyintas gempa bumi besar di Klaten pada 27 Maret 2006. (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN – Masih lekat dalam ingatan Supriyadi, 57, peristiwa gempa bumi yang terjadi 17 tahun silam atau tepatnya pada Sabtu, 27 Mei 2006 pukul 05.55 WIB, di desanya, Jimbung, Kecamatan Kalikotes, Klaten.

Gempa berkekuatan 5,9 skala Richter yang mengguncang kala itu membuat pria yang akrab disapa Pak Jepang itu mengalami kelumpuhan. Dia tertimpa reruntuhan rumah hingga lumpuh pada bagian kaki setelah tulang belakangnya mengalami pergeseran.

Advertisement

Saat itu, Supriyadi berusaha menyelamatkan putranya yang masih berada di dalam kamar. Tak hanya mengalami kelumpuhan, Supriyadi juga kehilangan seorang putranya yang kala itu baru berumur setahun.

“Pada 17 tahun lalu hal yang sebelumnya tidak terpikirkan memang terjadi. Apabila Allah menyatakan kun fayakun, maka terjadilah. Allah menunjukkan keagungan-Nya. Oleh karena itu disikapi saja dengan ikhlas, tetap bertawakal,” kata Supriyadi saat berbincang dengan Solopos.com, Minggu (28/5/2023).

Advertisement

“Pada 17 tahun lalu hal yang sebelumnya tidak terpikirkan memang terjadi. Apabila Allah menyatakan kun fayakun, maka terjadilah. Allah menunjukkan keagungan-Nya. Oleh karena itu disikapi saja dengan ikhlas, tetap bertawakal,” kata Supriyadi saat berbincang dengan Solopos.com, Minggu (28/5/2023).

Supriyadi mengatakan setelah gemba bumi besar di Klaten kala itu dia mengalami shock berat. Apalagi, dia yang sebelumnya bisa berjalan normal seketika mengalami kelumpuhan. Namun, pria yang sudah lama malang melintang di dunia sukarelawan itu tak ingin lama-lama terpuruk dan bergegas bangkit dari shock dan trauma.

“Peristiwa itu menjadikan pembelajaran terutama bagi saya. Harus memiliki ilmu pengetahuan agar sewaktu-waktu terjadi bencana termasuk gempa bumi tidak ada korban jiwa,” kata Supriyadi yang pernah menjadi Kepala SAR Klaten saat kali pertama organisasi tersebut dibentuk sekitar 2000.

Advertisement

Mitigasi dan Evakuasi Mandiri

Dia bersama korban gempa bumi lainnya di Klaten juga membentuk kelompok spinal cord injury (SCI). Pak Jepang terlibat aktif untuk menyuarakan mitigasi terutama bagi para penyandang disabilitas agar mereka bisa melakukan evakuasi mandiri ketika sewaktu-waktu terjadi bencana. Prinsipnya, bagi Pak Jepang, ketika terjadi bencana yang bisa menyelamatkan adalah diri kita sendiri.

“Kalau bicara tentang mitigasi yang paling utama mitigasi keluarga dulu. Bagaimana menyelamatkan diri kita sendiri khususnya keluarga,” kata Supriyadi yang terpilih sebagai tokoh inspiratif dan menerima piagam penghargaan Reksa Utama Anindha dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 2016.

Ia menambahkan BPBD sudah mengeluarkan program tentang keluarga tangguh bencana, bagaimana melakukan manajemen keluarga dengan membagi tugas, peran, dan sebagainya agar semuanya tetap selamat dengan aman.

Advertisement

Selanjutnya, kata Supriyadi, masyarakat harus memahami betul ancaman bencana di sekitar mereka apa saja untuk bisa melakukan kesiapsiagaan. Supriyadi mengatakan kesiapsiagaan juga harus dilakukan terhadap ancaman bencana lainnya.

Lebih lanjut dia mengajak berbagai pihak untuk menjaga kelestarian alam untuk mengurangi potensi ancaman bencana. Sekretaris BPBD Klaten, Nur Tjahjono Suharto, mengatakan upaya mitigasi harus terus dirawat dan dilakukan. Apalagi terhadap ancaman bencana gempa bumi.

“Gempa bumi itu silent killer atau pembunuh senyap karena tidak tahu kapan datangnya. Sampai hari ini tidak ada satu teknologi yang mendeteksi secara tepat kapan terjadinya gempa bumi. Oleh karena itu, kesiapsiagaan harus terus dilakukan,” kata Nur.

Advertisement

Nur menjelaskan berdasarkan data dari Bappeda Klaten, gempa bumi 2006 tercatat ada 1.064 orang meninggal dunia dan 18.127 luka-luka. Sebanyak 29.989 rumah roboh, 62.992 rumah rusak berat, dan 97.910 rumah mengalami rusak ringan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif