SOLOPOS.COM - Kelompok teater Ndadak Teater Sragen di Pandapa Ageng Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) Solo yang merupakan serangkaian acara Sala Hatedu ke-11, Rabu (6/3/2024) malam. (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Solopos.com, SOLO—Di atas panggung terdapat satu meja dan kursi. Di atas meja itu ada laptop hitam yang sedang dioperasikan oleh seorang perempuan berkebaya merah. Dia adalah Dewi Maharani Soetego, seorang seniman teater dan penulis. 

Duduk duduk di kursi sambil memandangi laptop, nampaknya berselancar di dunia maya. Tidak lama berselang lalu masuk dua perempuan berkebaya lain yakni Anyfaqioh dan Denting Kemuning. Dua-duanya adalah penyair dan penulis.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Tiga perempuan itu saling bersahutan membaca puisi berjudul Para Penggilas Kemanusiaan. Puisi itu berasal dari buku Pendoa yang Lupa Nama Tuhannya karya Nuyang Jaimie. Puisi bercerita tentang keresahan perempuan menghadapi teknologi dan digitalisasi.

Itu merupakan penampilan kelompok teater Sigeng Wanodya di Pandapa Ageng Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) Solo yang merupakan serangkaian acara Sala Hatedu ke-11, Rabu (6/3/2024) malam.

“Aku tenggelam dalam genangan huruf-huruf di layar laptop. Teknologi tingkat tinggi yang tak mampu menerjemahkan ide-ide di sudut ruang gagasan. Aku terkepung pergumulan anti mainstream berkubang kekecewaan, jejak sejarah didustakan, ini penghianatan. Dan di sini surga memupuk kekayaan,” kata salah satu pemain di atas panggung ketika melafalkan syair.

Salah satu penyair yang juga terlibat dalam pentas itu, Na Dhien Kristy ketika ditemui Solopos.com selepas pentas menjelaskan pementasan itu berangkat dari perspektif perempuan dalam merespons berbagai isu, salah satunya adalah pekembangan teknologi. 

“Bagi kami perempuan perubahan teknologi itu begitu drastis dan kami harus relevan dengan perubahan itu, dimana tidak setiap individu itu bisa mengikuti. Kadang-kadang kita bisa terjebak dengan teknologi tingkat tinggi itu kalau tidak menguasai,” kata dia.

Terkadang teknologi turut membangun pikiran seorang tentang hal baik dan buruk. Bahkan menurutnya saat ini teknologi mampu memberikan bias sehingga yang buruk nampak baik dan yang baik nampak buruk.

“Jadi maksud teknologi di dalam puisi itu lebih menyorot bahwa kita harus waspada dengan pola teknologi yang ada jangan terjebak. Bahwa di situ kita dituntut harus cerdas, kita harus bisa cermat,” kata dia.

Menurutnya melalui teatrikal puisi itu menekankan agar perempuan menjadi pribadi yang cerdas untuk merespon perkembangan teknologi. Dia berangkat dari perspektif bahwa perempuan identik dengan cekatan, mumpuni, ada kelembutan, dan berkarakter.

Topik perempuan juga disinggung oleh penampil setelahnya yakni dari kelompok Ndadak Teater Sragen. Pada pentas yang dimainkan oleh enam pemain itu berfokus pada cerita seorang perempuan bernama Suli.

Suli sejak kecil memiliki cita-cita menjadi seorang ibu rumah tangga. Cita-cita sederhana itu ingin dia wujudkan bersama sang kekasih. Namun keadaan ekonomi yang sulit membuatnya terpaksa terjebak hutang. 

Suli dikejar-kejar rentenir. Dia bingung. Hingga akhirnya ada seorang Lurah yang menawarkan uangnya untuk menutup sementara utang-utangnya. Suli setuju. Namun itu hanya gali lubang tutup lubang, lagi-lagi Suli masih harus cari cara untuk mengembalikan utang itu yang kali ini kepada Lurah.

Perempuan itu ditekan dan bingung mencari uang dari mana. Hingga akhirnya si Lurah memberikan ide dan masukan dengan sedikit memaksa. Suli diminta untuk merawat burung. Itu adalah kiasan agar Suli masuk ke dunia prostitusi.

“Kamu tinggal merawat burung itu hingga dia masuk ke sangkar yang mempesona,” kata Lurah.

Pada akhirnya Sui menjadi penggambaran perempuan yang malang. Dia tidak banyak memiliki pilihan. Bahkan tidak cukup berdaya untuk sekadar menentukan pilihan hidup dan menghidupi dirinya secara baik.

Itu merupakan kritik yang disampaikan oleh penulis sekaligus sutradara, Beyrul An’am. Pria berkacamata itu mengatakan penggambaran perempuan tersebut merupakan bagian dari keresahannya.

Dia sempat melihat penggusuran tempat prostitusi di daerah tempat tinggalnya, Sragen. Bukannya menyelesaikan masalah, namun malah muncul persoalan lain yakni hilangnya mata pencaharian. Sehingga, meski kawasan itu bersih dari praktik prostitusi, muncul permasalahan ekonomi.

“Proses penulisan memang dari inspirasi saya, kemudian kita diskusikan bersama. Kita membahas kira-kira masalah apa yang akan kita bahas. Ya akhirnya kita ketemu karakter Suli sebagai tuna susila,” kata dia.

Beyrul mengatakan memerlukan proses kreatif mengembangkan naskah cerita kurang lebih tiga bulan. Namun proses latihan para pemain cukup memerlukan waktu kurang lebih dua pekan. 

“Ada bongkar pasang cerita, sehingga kita mendapatkan cerita untuk dipentaskan di sini selama 30 menit. Padahal sebenarnya ini ceritanya masih panjang, tapi kita ringkas untuk kebutuhan panggung,” kata dia.

Dua penampilan teater itu sendiri merupakan bagian dari acara Sala Hatedu Ke-11 dalam rangka memperingati hari teater dunia pada 27 Maret. Pendiri Omah Kreatif Arturah,  Caroko Tri Hananto mengatakan peringatan itu sudah rutin dilakukan di Solo selama sebelas tahun lamanya.

Dia mengatakan terdapat 12 kelompok teater yang tampil secara berkala dari Senin (4/3/2024) sampai Jumat (8/3/2024). Beberapa kelompok seniman teater dari berbagai daerah turut memeriahkan acara. Ada yang berasal dari Jakarta, Surabaya, Kendal, Sragen, Solo, dan Sukoharjo.

Kegiatan tahunan itu dilaksanakan secara gotong royong dan mandiri. Caroko mengatakan Sala Hatedu belum banyak disokong oleh pemerintah dalam hal pendanaan. Dia mengakalinya dengan menempatkan kardus kecil yang disediakan untuk penonton yang ingin berdonasi.



“Ya untungnya kita tetap bisa jalan dan berharap kegiatan ini bisa terus bertahan. Ini kita beruntung karena menjadi salah satu event yang cukup lama, karena event teater maksimal itu hanya bertahan lima sampai delapan tahun,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya