Soloraya
Selasa, 22 Februari 2022 - 20:33 WIB

Kisah Perjuangan Tili Penyelamat Buaya Berkalung Ban di Perantauan

Wahyu Prakoso  /  Ahmad Baihaqi  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ibu Tili, Waginem, 68, (dari kiri), Tili, 35, dan kakak Tili, Tarumi, 43, di rumahnya di Dukuh Pondok RT 019, Desa Kandangsapi, Kecamatan Jenar, Sragen, Senin (21/2/2022) malam. (Solopos/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SRAGEN – Tili, 35, yang viral di media sosial dan media internasional setelah berhasil menyelamatkan buaya muara berkalung ban di Sungai Palu, Kota Palu, Sulawesi Tengah akhirnya tiba di Sragen, Senin (21/2/2022) malam.

Keluarga besar Tili, tokoh masyarakat, dan bayan setempat berkumpul menunggu kedatangan Tili sejak petang di rumah di Dukuh Pondok RT 019, Desa Kandangsapi, Kecamatan Jenar, Sragen. Tili tiba di rumah sekitar pukul 20.24 WIB.

Advertisement

Baca Juga: Walah! Sampah di TPA Tanggan Overload, DLH Saragen Tambah Lahan

Ibu Tili, Waginem, 68, bersama kakak Tili, Tarumi, 43 memeluk Tili dan menangis haru. Maklum, mereka baru berjumpa sejak 2009. Saat itu, Tili pulang dari perantauan ketika mendengar kabar bapaknya tutup usia.

Tili bercerita pernah singgah di rumah kakaknya di Ngawi saat perjalanan ke Solo untuk menjual burung sekitar 4,5 tahun lalu. Namun dia tidak sempat mampir ke Sragen dan hanya menitip salam kepada ibunya. Tili juga pernah kehilangan tas yang berisi KTP serta nomor telepon saat melakukan perjalanan di Kota Parepare.

Advertisement

Tili mengatakan kali pertama merantau ke Sulawesi Selatan ketika diajak oleh tetangganya berjualan bakso bersama enam orang tetangganya. Dia tidak ingat kapan namun diperkirakan belasan tahun lalu. Dia bekerja selama 10 bulan saja.

“Setelah itu langsung mandiri. Mencari burung sampai sekarang. Dulunya kan saya mencari burung. Bekerja untuk cari pengalaman saja,” jelasnya.

Tili sempat beberapa kali pindah kota/kabupaten, antara lain Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, saat terjadi gempa namun dia tidak terdampak bencana hanya merasakan getaran. Serta di Kota Palu, Sulawesi Tengah lima bulan terakhir.

Advertisement

Baca Juga: PPKM Sragen Naik ke Level 3, Ini yang Dilakukan DKK

Anak ragil dari lima orang bersaudara tersebut pernah kehilangan KTP namun dia tidak merasa kesulitan tanpa KTP sebab waktunya banyak dihabiskan di hutan. Dia juga tidak membuat ulah selama merantau. Kadang dia ke hutan bersama teman/orang yang mau belajar menangkap burung untuk dijual.

Tili mengaku dibantu seorang kenalan yang dianggap sebagai bapak angkatnya di Kota Palu mendapatkan KTP baru. KTP itu sangat berguna untuk pulang kampung, termasuk melakukan vaksin sebagai syarat perjalanan.

“Rencana mau pulang, urus KTP sudah, vaksin satu kali sudah. Dapat info [terkait] buaya [berkalung ban] enggak jadi pulang. Tapi sekarang sudah vaksin kedua,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif