SOLOPOS.COM - Ilustrasi HIV/AIDS. (freepik)

Solopos.com, BOYOLALI – Sejumlah orang dan anak dengan HIV/AIDS (ODHA dan ADHA) di Kabupaten Boyolali ternyata mengalami diskriminasi namun ada pula yang telah diterima oleh masyarakat di lingkungannya.

Salah satu ODHA, Y, mengungkapkan banyak ODHA di Boyolali tidak mendapatkan diskriminasi atau mendapatkan stigma karena orang di sekitarnya belum tahu mengenai penyakit yang mereka derita. “Untuk saya sendiri, dari keluarga malah belum tahu. Yang tahu hanya istri saya,” kata dia ketika berbincang dengan Solopos.com di Boyolali, Selasa (14/6/2022).

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Namun, Y melanjutkan ada ODHA yang diterima oleh masyarakatnya dengan baik. Ia mencontohkan kisah salah satu ODHA berinisial M. “Jadi Mbak M ini malah jualan makanan begitu. Tetangganya juga pada beli,” kata dia.

Ia juga mengungkapkan di salah satu desa di Kecamatan Klego juga sudah menerima ODHA karena masyarakatnya tahu cara penularan HIV/AIDS. Namun, Y mengungkapkan kasus-kasus diskriminasi juga masih diterima oleh beberapa ODHA yang namanya terpublikasi karena kurang teredukasinya masyarakat terkait HIV/AIDS.

Contoh kasus tersebut diceritakan oleh Sekretaris I Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Boyolali, Titiek Sumartini. Ia mengatakan ada salah satu ADHA di Boyolali yang mendapatkan diskriminasi dari masyarakat.

Baca juga: Ada 827 Kasus HIV/AIDS di Boyolali hingga Maret, Begini Sebaran Datanya

“Jadi anak ini orang tuanya ODHA, awalnya bapaknya yang positif kemudian menulari ibunya. Waktu hamil ibunya enggak tahu kalau dia positif, menularkan ke anaknya,” kata dia.

Titiek kemudian mengatakan kedua orang tua sang anak meninggal karena AIDS, sang anak lantas diasuh oleh sang nenek. Ia mengatakan nenek si ADHA juga rutin mengontrolkan cucunya ke RSUD Pandan Arang.

Diperiksakan ke Rumah Sakit

Lebih lanjut, Titiek melanjutkan, pada suatu hari sang anak alergi dan muncul bentol-bentol di tubuhnya dan sempat ada luka-luka. “Waktu itu tetangganya ada yang tahu orang tua si anak meninggal karena AIDS. Kemudian mengadu ke kepala sekolah sang anak, bilang kalau anak itu enggak dikeluarkan, biar anak-anak kami yang keluar,” cerita Titiek.

Kemudian, kata Titiek, petugas dari puskesmas kecamatan anak tersebut dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali memeriksakan anak tersebut ke RSUD Pandan Arang. Dari hasil pemeriksaan, jelas Titiek, sang anak mengalami alergi pada makanan.

Baca juga: 13 Tempat Ini Sediakan Layanan PDP bagi Penderita HIV/AIDS di Boyolali

Si anak, menurut cerita Titiek, sempat mogok tidak mau sekolah karena malu dan takut menularkan. Namun, ketika sudah benar-benar sembuh, ia mau kembali masuk.

“Anaknya perempuan itu, waktu itu kelas III SD. Kemudian, saya diminta untuk datang ke sana, menjelaskan tentang penyakit HIV/AIDS. Ternyata tekanannya enggak hanya dari orang tua siswa, tapi juga ada sekolah saingan yang katanya menjelek-jelekkan,” kata dia.

Titiek mengungkapkan diskriminasi memang masih menjadi permasalahan untuk ODHA dan ADHA di Boyolali. Ia mengungkapkan ada dua kelompok orang yang tidak mendiskriminasi ODHA. Kelompok pertama adalah orang yang tahu terkait cara penularan HIV/AIDS, yang kedua adalah orang yang tidak tahu jika orang tersebut terkena penyakit HIV.

“Jadi dari luar itu orang yang punya HIV terlihat sama dengan orang biasa. Jadi bisa segar bugar, syaratnya harus rutin minum obat. Setelah dua tahun rutin minum obat, ODHA tidak akan bisa menularkan, tapi harus tetap minum obat seumur hidup dan berperilaku hidup yang sehat,” kata dia.

Baca juga: Waduh, 5 Bulan Kasus HIV/AIDS di Boyolali Tambah 53 Penderita

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya