SOLOPOS.COM - Seorang sukarelawan anggota KSR PMI Sragen Nikko Armando Reza Primajaya berjalan di samping jenazah laka tabrak kereta api di jalur kereta di wilayah Sragen, belum lama ini. (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN – Palang Merah Indonesia (PMI) Sragen memiliki 60-an sukarelawan yang tergabung dalam Korps Sukarela (KSR) yang siaga dalam penanganan evakuasi jenazah dalam berbagai musibah. Mereka hadir untuk memanusiakan manusia meskipun sudah menjadi mayat atau jenazah.

Seperti yang dilakukan Nikko Armando Reza Primajaya, 35, salah seorang anggota KSR PMI Sragen. Kesehariannya, laki-laki yang akrab disapa Reza bergelut dengan dunia pertolongan pertama.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Baca Juga: Sukarelawan dari Klaten-Sragen Keroyokan Bersihkan Masjid Agung Solo

Pemuda asal Dukuh Dedegan, Desa Pelemgadung, Karangmalang, Sragen, aktif sebagai sukarelawan PMI sejak 2016 lalu. Sebelum menjadi sukarelawan, Reza sudah mendapatkan bekal berupa pelatihan-pelatihan untuk menjadi bagian dari KSR PMI.

“Menjadi sukarelawan itu harus niat, yakni niat untuk membantu orang yang membutuhkan pertolongan dengan ikhlas tanpa harapan imbalan apa pun. Pengalaman saya menjadi sukarelawan PMI sedikit banyak membuat saya mengerti arti kemanusiaan dalam memanusiakan manusia meskipun sudah menjadi mayat dalam musibah bencana alam atau kecelakaan,” ujar Reza saat berbincang dengan Solopos.com lewat Whatsapp, Minggu (26/12/2021).

Setiap 26 Desember, Hari Sukarelawan PMI diperingati. Di Sragen tidak ada acara khusus untuk memeringati Hari Sukarelawan PMI itu.

Baca Juga: Bupati Karanganyar Kirim 3 Truk Bantuan dan 15 Sukarelawan ke Lumajang

Reza dan teman-temannya pun beraktivitas seperti biasa. Reza berkisah tentang beberapa pengalamannya saat evakuasi korban meninggal dunia.

Reza sering kali mengevakuasi korban kecelakaan lalu lintas dengan kondisi korban yang masih utuh maupun korban yang sudah tidak utuh tetapi menjadi bagian-bagian organ tubuh yang tercecer, seperti kecelakaan kereta api (KA).

“Bukan hanya itu. Mengevakuasi jenazah yang meninggal dunia beberapa hari pun harus dilakukan, bahkan ada korban yang tinggal kerangka saja. Kami mengevakuasi jenazah itu dengan SOP [standar operasional prosedur] yang sudah dimiliki sejak awal menjadi sukarelawan. Apa pun bentuk dan kondisi jenazah, kami harus memperlakukan jenazah dengan baik, dengan etika, sebagai bentuk penghormatan memanusiakan manusia,” jelas Reza.

Baca Juga: Mobil SAR UNS Solo Terendam Lahar Semeru Pulang, Sukarelawan Diganti

Ia masih ingat saat evakuasi korban kecelakaan lalu lintas dengan jumlah korban tiga orang yang masih di dalam kendaraan dan dalam kondisi terjepit. Reza harus mengevakuasi tiga orang yang sudah meninggal dunia itu tetapi juga harus berpikir untuk keselamatannya sendiri. Ia harus memastikan kendaraan yang ringsek itu tersebut dalam keadaan aman saat dilakukan evakuasi jenazah.

“Penguasaan mental dalam menolong jenazah itu berpengaruh. Belum lagi ketika dihadapkan pada kondisi bencana alam, kami harus siap secara fisik dan mental. Menjadi sukarelawan itu adalah kepuasan, yakni kepuasan dalam diri bahwa kita bisa membantu orang lain dan membuat orang lain tersenyum. Menjadi sukarelawan itu pengabdian kepada kemanusiaan,” katanya.

Baca Juga: Nava Hotel dan Sukarelawan Tawangmangu Salurkan Bantuan ke Semeru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya