SOLOPOS.COM - Petani ikan Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk Kedung Ombo, Dukuh Bulu Serang, Desa Wonoharjo, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali saat memindahkan ikan yang mengalami kematian massal, Minggu (1/1/2023). Kematian massal tersebut dimulai sejak Sabtu (31/12/2022) pagi. (Solopos.com/Ni’matul Faizah).

Solopos.com, BOYOLALI – Para petani keramba jaring apung (KJA) di Waduk Kedung Ombo (WKO), Dusun Bulu Serang, Desa Wonoharjo, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali harus menelan pil pahit saat menjelang tahun baru 2023.

Bukannya meraih keuntungan, mereka harus merasa buntung karena ikan-ikan mereka mati akibat kejadian upwelling pada Sabtu (31/12/2022).

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Salah satu petani KJA Dukuh Bulu Serang, Parjono, mengungkapkan biasanya menjelang malam tahun baru ikan-ikan bisa laku lima ton dalam semalam. Akan tetapi, pada Sabtu itu hanya sekitar satu ton ikan yang terjual.

“Biasanya kan malah tahun baru banyak yang bakar-bakar jadi beli ikan. Akan tetapi malam tahun baru ini jadi mengerikan. Kehendak Allah lain, petani bersedih ini karena malam tahun baru harus mengubur ikannya. Ironis sekali,” ujarnya saat dihubungi Solopos.com, Selasa (3/1/2023).

Ia menceritakan kejadian bermula sejak Minggu (25/12/2022) kondisi mendung selama sepekan sehingga suhu air di WKO menjadi dingin sehingga menyebabkan amonia yang ada di dasar waduk naik ke atas.

Beberapa usaha juga telah dilakukan Parjono dan para petani ikan KJA di Dusun Bulu Serang agar bisa mempertahankan ikan seperti memberikan oksigen di air. Beberapa juga memindah kerambanya.

“Kejadian terparah memang pada 2018, tapi sebenarnya upwelling seperti ini juga terjadi tiap tahun akan tetapi tidak besar. Paling hanya berlangsung sehari dan mati berapa kuintal. Ini jadi yang mengerikan dan dahsyat dibanding 2018,” kata pria 52 tahun tersebut.

Jono juga menginformasikan biasanya upwelling terjadi pada bulan kelima hingga ke-delapan. Akan tetapi, pada 2022 terjadi pada akhir tahun.

Lebih lanjut, jelasnya, pada Sabtu yaitu ikan yang mati akibat fenomena upwelling. Parjo mengaku awalnya ia memiliki sekitar 4,5 ton ikan dalam 12 petak. Akan tetapi, karena fenomena upwelling yang terjadi sejak Sabtu hingga Selasa ini tinggal 1,5 ton ikan.

Kerugian yang diderita Jono dengan asumsi harga rata-rata Rp27.000 per kilogram adalah Rp54 juta. Jono mengungkapkan kerugian yang ia derita cukup sedikit jika dibanding petani KJA yang lain yang memiliki banyak petak sehingga bisa rugi miliaran rupiah.

“Itu pun yang satu ton ikan kecil-kecil, bibit seperti itu. Mungkin yang bibit lebih tahan ya. Untuk di saya ikan-ikannya ada nila dan emas. Ini petani bingung juga memikirkan angsuran bank bagaimana,” jelasnya.

Parjono mengatakan ia dan petani-petani lainnya biasanya akan meminjam uang untuk modal bertani ikan di KJA WKO Boyolali. Sehingga ia berharap ada keringanan dari bank setidaknya untuk enam bulan ke depan.

“Harapan saya juga ada bantuan pakan, bibit, atau alat-alat mesin pompa untuk meringankan kami. Ini kan satu-satunya mata pencaharian kami petani di Dusun Bulu,” kata dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Boyolali, Lusia Dyah Suciati, melalui Kepala Bidang (Kabid) Perikanan, Nurul Nugroho, mengungkapkan pada Selasa sore ini akan ada kunjungan dari jajaran Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah dan dari Disnakkan Boyolali.

“Bersama jajaran akan ke lokasi terdampak fenomena upwelling di Dukuh Bulu Serang, Desa Wonoharjo dalam rangka audiensi dengan kelompok tentang kebutuhan dan penanganan pasca-dampak kematian massal ikan karena upwelling,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya