SOLOPOS.COM - Andi Yulianto, 30, petani tembakau di Dusun Gendeng, Desa Sumberharjo, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri, meninjau daun tembakau yang sedang dijemur di depan rumahnya, Selasa (30/8/2022). (Solopos.com/Luthfi Shobri M.)

Solopos.com, WONOGIRI — Budi daya tembakau dinilai warga Desa Sumberharjo, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri sebagai bisnis yang menggiurkan. Ratusan orang di desa tersebut telah membuktikan manisnya berbudi daya tembakau, di antaranya dapat dimanfaatkan menghidupi keluarga, merenovasi rumah, hingga mencukupi kebutuhan pernikahan anak.

Salah seorang warga di Dusun Gendeng, Sulastri, 51, memulai budi daya tembakau sejak tahun 2018. Saat itu, dirinya mulai tertarik budi daya tembakau setelah melihat tetanggannya selaku petani tembakau yang dapat membeli mobil, motor, hingga merenovasi rumah.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Di tahun itu, berbekal lahan setengah hektare (ha) yang merupakan lahan warisan, Sulastri beserta suaminya yang bernama Sulimin mulai menanam tembakau. Di samping lahan warisan, Sulastri juga menyewa dua lahan milik orang lain.

Sulastri mengeluarkan modal lebih dari Rp5 juta. Ternyata, keuntungan yang diperoleh dari hasil menanam tembakau mencapai hampir tiga kali lipat.

“Sewaktu panen, tembakau yang saya hasilkan berjumlah 13 bal. Setiap satu bal seberat 50 kg, dijual seharga lebih dari Rp1 juta. Saya mendapat sekitar Rp16 juta,” kisahnya kepada Solopos.com, Selasa (30/8/2022).

Baca Juga: Petani Tembakau Wonogiri Ini Tetap Santuy meski Cukai bakal Naik, Ini Alasannya

Aktivitas menanam tembakau masih dilakukan hingga sekarang. Setiap musim kemarau tiba, aktivitas yang dilakukan Sulastri bersama Sulimin, yakni menanam, merawat, dan menunggu masa panen tiba.

“Makin sering bangun pagi. Setiap pukul 02.00 WIB, kalau terbangun langsung mengecek, tembakaunya sudah kering atau belum. Sewaktu mau panen, pagi-pagi harus cepat berangkat ke sawah. Kalau kesiangan, takutnya daun panennya sudah enggak bagus lagi,” terang Sulastri.

Kisah sukses menanam tembakau turut dialami Andi Yulianto, warga Dusun Gendeng, Desa Sumberharjo. Seperti halnya Sulastri, Andi mengaku termasuk dalam warga yang ikut-ikutan menanam tembakau. Bedanya, pria berumur 30 tahun itu memulai lebih awal, yaitu sejak 2016.

Selain sebagai petani tembakau, Andi juga menjabat sebagai Ketua Inti Kelompok Tani Dusun Gendeng. Kepada Solopos.com, ia bercerita, mulanya petani tembakau di setiap dusun di Desa Sumberharjo berjumlah tiga hingga empat orang.

Baca Juga: Ini Strategi Sampoerna Jaga Rantai Pasok Tembakau

“Seiring berjalannya waktu, jumlah warga yang ikut bertani tembakau bertambah. Dari yang tadinya tiga orang, sekarang setiap dusun itu bisa 30-40 orang,” ujar Andi, Selasa.

Mayoritas petani tembakau di desa itu bermitra dengan PT Sadhana Arifnusa, perusahaan pemasok tembakau yang berkantor di Klaten. Setiap masa tanam maupun panen tiba, para petani tembakau yang bermitra dengan PT Sadhana dipastikan datang ke kantor tersebut.

“Untuk mengambil bibit, pupuk, hingga menjual hasil panen,” jelas Andi.

Lewat jalinan kerja sama dengan PT Sadhana, sambung dia, membuat perekonomian banyak orang di Desa Sumberharjo dan desa lain di Kecamatan Eromoko terangkat. Andi pun mengalaminya sendiri.

Baca Juga: Wow! Desa di Wonogiri Ini Dapat Julukan Kampung Miliarder, Kok Bisa?

Saat kemarau panjang 2017, 2019, dan 2020, hasil panen tembakaunya justru melimpah. Hal itu membuatnya dapat merenovasi rumah dan memenuhi kebutuhan dana kelahiran anaknya di tahun 2019.

Di balik keuntungan melimpah dari hasil tanam tembakau, menurut Andi, terdapat risiko yang tak kalah besar. Risiko itu utamanya disebabkan faktor cuaca. Hal itu seperti halnya yang terjadi sekarang. Musim kemarau yang dinilai datang terlambat membuat petani tembakau waswas.

Masih turunnya air hujan menjadikan pertumbuhan tanaman tembakau tak optimal. Tanaman tembakau cocok ditanam di lahan kering. Proses perkembangan mulai dari masa tanam hingga panen memerlukan waktu kurang lebih 60 hari.

“Awalnya, lahan yang mau ditanami tembakau harus dibuat bedengan. Kalau sudah, ditanami benih lalu disiram air secara rutin. Mulai pagi, siang, dan sore. Kalau daunnya sudah tumbuh, intensitas penyiramannya bisa dikurangi jadi dua hari sekali,” terangnya.

Baca Juga: Kemarau Basah Hantui Petani Tembakau di Jateng, Risiko Gagal Panen 20%

Ketika ada daun yang dinilai sudah cukup lebar, daun tersebut mesti dipotong. Hal ini bertujuan agar batang tanaman tembakau dapat berdiri kuat serta daun yang tumbuh selanjutnya lebih tebal.

Setelah 60 hari berlalu, biasanya daun di tanaman tembaku mulai menguning. Saat itu pula, berlangsung masa pemetikan daun tembakau.

Daun yang sudah dipetik harus dirajang. Selanjutnya, hasil rajangan itu dijemur di bawah terik matahari.



“Kalau cuacanya panas, sehari cukup. Jika cuacanya mendung, bisa dua hingga tiga hari baru kering. Setelah kering, proses selanjutnya diwadahi bal untuk dijual,” imbuh Andi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya