SOLOPOS.COM - Anggota Polres Wonogiri, Aipda Tri Harto, menengok burung yang diternaknya di Desa Pule, Selogiri, Wonogiri, Minggu (3/9/2023). (Istimewa)

Solopos.com, WONOGIRI — Berawal dari hobi memelihara burung sejak masih belia, seorang polisi di Wonogiri, Aipda Tri Harto, kini sukses beternak burung kicau di Selogiri, Wonogiri. Pundi-pundi cuan dari hasil pengembangbiakkan burung kicau pun sudah berubah menjadi aset bernilai ratusan juta rupiah.

Tri yang kini bertugas di Polsek Manyaran  mulai menggeluti usaha ternak dan tangkar burung kicau sejak awal masuk menjadi anggota Polri pada 2004 lalu. Awalnya, Tri sekadar hobi memelihara burung. Lambat laun, dia mulai mengembangbiakkan burung kicau berbagai jenis di rumah dinas saat dia masih bertugas di Jakarta. 

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Berbekal ilmu dari pamannnya yang juga pehobi dan peternak burung kicau, polisi Wonogiri itu mencoba peruntungan dengan serius beternak burung kicau di sela-sela kesibukannya sebagai polisi. Tri menangkap peluang pasar yang cukup besar untuk burung kicau di sekitarnya.

Dia melihat pencinta burung kicau di Jakarta saat itu banyak. Komunitas-komunitas pemelihara burung kicau pun tak sedikit. Mereka biasa mengadakan kompetisi lomba burung kicau.

Dari sana, dia mencoba membeli beberapa indukan burung untuk dikembangbiakkan, kemudian dijual. “Saat itu, burung kicau yang lagi ramai ada Jalak Suren, Murai Batu, dan beberapa jenis burung kicau lain,” kata Tri saat berbincang dengan Solopos.com, Minggu (3/9/2023).

Kala itu, lanjut Tri, cara menjual atau memasarkan produk burung-burung kicau yang ia kembangbiakkan hanya melalui getok tular atau dari mulut ke mulut. Setelah muncul media sosial, ia mulai memasarkan burung-burung kicau anakan via Facebook.

Permintaan anakan burung kicau hasil beternak polisi yang kini bertugas di Wonogiri itu pun meningkat. Rumah dinas yang dia tempati bersama keluarganya di Jakarta itu terlalu kecil untuk menangkar puluhan burung kicau yang dia ternakkan.

“Akhirnya saya mengajukan pindah tugas, mutasi ke kampung, di Wonogiri. Alhamdulillah disetujui komandan saya waktu itu. Saya tugas di Wonogiri mulai 2015,” kata dia.

Burung-burung yang sebelumnya ditangkar di Jakarta pun diboyong ke Wonogiri. Tri mulai membangun tempat penangkaran burung di rumahnya di Desa Pule, Selogiri. Modal yang ia keluarkan untuk membangun kandang burung itu sekitar Rp25 juta.

Kuncinya Ikuti Tren

Di tempat itu, polisi Wonogiri itu mulai mengembangkan usaha beternak burung kicaunya. “Waktu itu lagi ramai burung Love Bird. Saya coba ternak itu. Alhamdulilah, lumayan untung banyak,” ujar dia.

Harga burung kicau Love Bird pada saat itu melambung tinggi, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah per ekor anakan. Dia pernah menjual satu ekor anakan burung Love Bird seharga Rp7 juta.

Dari usaha ternak burung kicau pada saat itu, minimal Tri bisa mengantongi uang senilai Rp10 juta/bulan. “Kalau cara saya, yang penting ikuti tren saja. Jenis burung apa yang lagi ramai, ya itu yang dikembangbiakkan. Jangan saklek pada satu jenis burung saja. Enggak bisa,” katanya.

Dia mencontohkan burung Love Bird yang beberapa tahun lalu menjadi primadona dan berharga tinggi. Sekarang nilai harga burung itu anjlok sampai harganya hanya Rp50.000/ekor. Maka dari itu, polisi Wonogiri itu mengatakan kunci agar usaha beternak burung kicau terus berjalan yaitu mau terus belajar dan mengikuti tren. 

Seperti sekarang ini, burung yang tengah ramai diminati yaitu burung jenis finch atau emprit dan kenari. Dia pun mengembangbiakkan dua jenis burung itu. Saat ini ada dua pasang indukan burung emprit asal Australia dan beberapa indukan kenari betina. 

Satu pasang burung kicau, pada umumnya bisa menetaskan 6-8 anak setiap dua bulan. Setiap dua bulan itu pula, Tri menjual anakan burung kicau itu secara daring. Satu anakan burung emprit seharga Rp450.000/ekor.

Sedangkan harga satu anakan burung kenari lebih mahal, yaitu mulai dari Rp600.000 bergantung pada ukuran dan postur tubuh burung. “Setelah pandemi ini, pasar burung lagi susah, enggak seramai dulu. Kalau dulu bisa dapat penghasilan lebih dari Rp10 juta per bulan, sekarang paling untung bersih ya sekitar Rp2 juta lebih lah,” ucap Tri.

Meski demikian, kata dia, pasar dan harga burung kicau ini bisa berubah-ubah. Asal bisa sabar dan bertahan, tidak menutup kemungkinan usaha ini bisa memberikan keuntungan berkali-kali lipat dari modal.

Laba 100 Kali Lipat dari Modal

“Saya waktu awal pindah ke Wonogiri, modal untuk beli burung itu sekitar Rp11 juta. Alhamdulillah, labanya bisa 100 kali lipat dari itu setelah beberapa tahun [sebelum Covid-19],” ungkap dia.

Tri menerangkan kendala dalam pengembangbiakkan burung kicau sebenarnya tidak banyak. Yang penting tempat penangkaran burung kicau itu aman dari predator seperti cicak, tokek, tikus dan lainnya.

Selain itu, jangan terlalu banyak memelihara indukan burung. Hal itu karena semakin banyak indukan, semakin banyak anak burung yang dilahirkan.

“Semakin ramai penangkaran, potensi burung itu stres semakin tinggi. Akibatnya, indukan itu malah membuang anak atau telurnya. Jadi indukan banyak tidak menjamin anakan banyak. Semakin banyak indukan, juga semakin banyak permasalahan. Sesuaikan saja dengan kondisi penangkaran,” jelasnya.

Tri mengaku dari usaha ternak burung kicau itu bisa membeli sejumlah aset antara lain sebidang tanah seluas 127 meter persegi, mobil berjenis hatchback, dan beberapa sepeda motor.

“Itu murni dari hasil ternak. Jujur saja, kalau penghasilan sebagai polisi habis buat kebutuhan sehari-hari saja. Kalau mengandalkan pemasukan dari polisi enggak mungkin cukup untuk beli itu,” kata Tri.

Menurut dia, usaha ternak burung kicau ini sama sekali tidak mengganggu tugasnya sebagai polisi. Setiap hari Tri masih bekerja dan disiplin mengerjakan tugas-tugasnya di Polsek Manyaran. 



“Yang tidak kalah penting, dunia usaha burung kicau ini sangat sempit. Maksudnya, sangat segmented. Oleh karena itu, jujur menjadi modal utama. Orang jual burung kalau sudah jujur, sudah dipastikan tidak akan bertahan lama usahanya. Orang-orang penghobi burung pasti sudah niteni,” imbuhnya.

Sementara itu, Kasi Humas Polres Wonogiri, AKP Anom Prabowo, menerangkan tidak ada larangan bagi anggota Polres Wonogiri untuk berwirausaha selama tidak mengganggu kerja di satuan polisi. Tidak hanya Aipda Tri Harto, sejumlah anggota Polres Wonogiri lain pun berwirausaha di berbagai bidang, misalnya membuka rumah makan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya