Soloraya
Selasa, 23 Mei 2023 - 21:11 WIB

Kisah Temuan Prasasti Telang, Jejak Peradaban Mataram Kuno di Wonoboyo Wonogiri

Muhammad Diky Praditia  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Lempengan Prasasti Telang di Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran Solo, beberapa waktu lalu. (Istimewa/Sraddha Sala)

Solopos.com, WONOGIRI — Penemuan Prasasti Telang pada 17 Juli 1933 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo wilayah Kelurahan Wonoboyo, Wonogiri, menjadi bukti adanya jejak peradaban era Mataram Kuno di Wonogiri.

Prasasti itu menunjukkan angka tahun 904 Masehi. Epigraf cum Filolog Sraddha Institute, Rendra Agusta, mengatakan Prasasti Telang kali pertama ditemukan warga pada 17 Juli 1933 saat Mangkunagoro VII mengunjungi pesanggrahannya di Wonoboyo.

Advertisement

Penemuan pertama prasasti itu berupa dua patahan prasasti tembaga. Kemudian pada 22 Juli 1933 ditemukan lagi dua patahan prasasti serupa di tempat yang sama. Mangkunegara VII menunjukkan temuan prasasti tembaga itu kepada arkeolog sekaligus sejarawan Belanda, Stutterheim.

Rendra menjelaskan Prasasti Telang yang ditemukan di Wonoboyo, Wonogiri, dikeluarkan Raja Mataram Kuno, Dyah Balitung, pada 6 Parogelap bulan Posya 825 Saka atau 11 Januari 904 Masehi.

Advertisement

Rendra menjelaskan Prasasti Telang yang ditemukan di Wonoboyo, Wonogiri, dikeluarkan Raja Mataram Kuno, Dyah Balitung, pada 6 Parogelap bulan Posya 825 Saka atau 11 Januari 904 Masehi.

Prasasti itu menceritakan Raja Dyah Balitung melaksanakan darma leluhurnya untuk membangun panambangan atau tempat penyeberangan di Sungai Bengawan Solo di Desa Paparahuan.

Ada dua perahu dan dua perahu cadangan yang digunakan untuk menyeberangi sungai. “Ada tiga desa yang disebut dalam prasasti itu, Desa Paparahuan, Mahe, dan Tlang. Tiga desa itu masuk dalam wilayah Huwusan. Wilayah itu dibebaskan dari pajak, menjadi wilayah perdikan,” kata Rendra saat diwawancarai Solopos.com, Selasa (23/5/2023).

Advertisement

Tak Boleh Dimasuki Pemungut Pajak

Pada saat itu, warga tiga desa itu diwajibkan menjaga tempat penyeberangan tersebut. Dia melanjutkan tempat penyeberangan itu diperuntukkan warga baik dari kalangan rendah maupun tinggi tanpa dipungut biaya.

Bahkan tempat tersebut tidak boleh dimasuki pemungut pajak. Meski demikian, para penjaga perahu dan penyeberangan diberi upah dengan nilai yang sudah ditentukan.

“Yang menarik, di prasasti itu juga disebutkan beberapa komoditas yang diatur untuk diseberangkan orang di tempat itu, seperti benang, gula kelapa, anyaman, dan kapur. Itu sangat khas Wonogiri, komoditas Wonogiri,” ujar Rendra.

Advertisement

Dia menambahkan pada prasasti itu pula disebutkan beberapa pelaku kesenian di antaranya penyanyi, penyanyi kidung, dan penabuh kendang. Hal itu menandakan pada era Mataram Kuno kesenian di Wonogiri dan sekitarnya sudah cukup banyak dan berkembang.

Sementar itu Arkeolog Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Titi Surti Nastiti, dalam jurnal berjudul Situs Wonoboyo di DAS Bengawan Solo, Wonogiri: Identifikasi Desa Papatahuan Dalam Prasasti Tla (904 M) yang diterbitkan Amerta pada 2016 lalu, menyebutkan Prasasti Telang ditemukan di Situs Wonoboyo, Lingkungan Jatirejo, Kelurahan Wonoboyo, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri, pada 1933.

Prasasti Telang ditemukan di halaman Pesanggrahan Mojoroto milik Yap Bio Ging. Menurut Nastiti, tempat tersebut menjadi Panti Asuhan Esti Tomo. Dari penelusan Solopos.com, saat ini tempat itu berubah menjadi Rumah Pelayanan Sosial Eks Psikotik Esti Tomo.

Advertisement

“Prasasti Telang terdiri atas Prasasti Telang I (2 lempeng), Prasasti Telang II (1 lempeng), dan Prasasti Wonoboyo atau Prasasti Telang III (1 lempeng), yang isinya sama. Sekarang keempat lempeng prasasti tersebut menjadi koleksi Perpustakaan Mangkunegaran, Solo,” tulis Nastiti.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif