SOLOPOS.COM - Koordinator APPS Sragen Sugiarsi duduk mendampingi FA di teras balai desa di kawasan Gondang, Sragen, Selasa (1/11/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Kisah tragis, seorang siswi SMP asal Sragen harus berjuang hidup bersama anak-anak punk selama 20 hari.

Solopos.com, SRAGEN — Seorang siswi Kelas IX SMP berinisial FA, 15, meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan orang tuanya pada Senin (10/10/2016). FA yang tinggal di kawasan Sambungmacan itu akhirnya kembali ke rumah orang tuanya pada Sabtu (29/10/2016) lalu.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

FA bisa kembali bertemu kedua orang tuanya setelah dijemput ibunya, SS, dan pakdenya, Sd, 53, di daerah Maespati, Jawa Timur. Selama 20 hari jauh dari rumah, kehidupan FA sungguh memilukan.

FA hanya berbekal uang Rp25.000 dan pakaian seragam sekolah saat meninggalkan rumah. Semula FA mengenal lelaki dari kawasan Tangen, AN, 19. Laki-laki itu tidak lain adalah pacarnya.

“Dia itu pacar saya, bukan teman Facebook. Dia mengajak bertemu saya lewat SMS [short message service]. Saya diajak ke rumah temannya di kawasan Tangen. Setelah itu saya mengajaknya pulang tetapi dia justru melarang saya. Kemudian saya diajak bekerja di sebuah industri sablon di Solo selama enam hari,” kata FA saat bertemu Solopos.com di sebuah balai desa di kawasan Gondang, Selasa (1/11/2016).

Selama enam hari ikut bekerja di industri sablon itu, FA mendapat upah Rp200.000. Uang itu dihabiskan untuk kebutuhan makan sehari-hari.

Dari Solo, FA diajak mengamen di Maespati. Dari Solo FA menumpang truk dengan cara menyegat di lampu merah. Setelah tiba di Maespati, FA baru tahu pacarnya itu anak punk dan teman-temannya sesama anak punk banyak di daerah itu.

Dia menghitung jumlah anak punk di kawasan Maespati itu lebih dari 10 orang. FA tidak ikut mengamen. Ia hanya melihat aktivitas anak-anak punk mengamen dari kejauhan.

Setiap hari mereka bisa mendapatkan Rp40.000 per orang. Uang itu digunakan untuk makan. “Saya selalu dikasih makan dari hasil mengamen itu. Saat itu saya ingat ibu tetapi AN tak mengizinkan saya pulang. Setelah itu saya diajak mengamen ke Pungkruk, Sidoharjo, Sragen. Di lokasi itu cukup lama tetapi mengamennya di kawasan Mojosongo, Solo. Hasilnya tak lebih dari Rp20.000 per hari,” ujar dia.

Dari tempat itu, FA diajak kembali ke Maespati selama tiga hari. Pada hari ketiga itulah, FA meminta tolong salah satu anak punk untuk menghubungi orang tuanya dan memberitahukan lokasi menginapnya.

Dari SMS itulah, ibu dan pakde FA mencari ke Maespati. “Semula saya tidak yakin dengan SMS itu. Tetapi naluri ibu FA cukup kuat. Di Maespati, saya bertanya-tanya pada orang dengan membawa ciri-ciri FA. Salah satunya bertanya kepada anak punk. Ternyata anak punk itu menunjukkan keberadaan FA. Kami pun bertemu FA. Ibu FA menangis seraya memeluk FA,” ujar pakde FA, Sd, saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa siang.

Sd sempat meminta izin anak-anak punk itu agar FA boleh pulang dan bisa melanjutkan sekolah. Mereka pun dengan senang hati melepas FA. Bahkan dari cerita Sd, anak-anak punk itu ada yang menangis melepas kepergian FA kembali ke Sragen.

Kini, FA mendapat pendampingan dari Alian Peduli Perempuan Sukowati (APPS) Sragen di bawah pimpinan Sugiarsi. APPS akan membimbing FA agar tidak terjerumus dalam pergaulan anak punk.

“Untungnya tidak diapa-apakan mereka karena hanya dia yang perempuan [di grup anak-anak punk],” ujar Sugiarsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya