Soloraya
Jumat, 4 November 2016 - 14:40 WIB

KISAH TRAGIS : Nenek Kewalahan Momong, Bocah Boyolali Ini Diikat di Pohon

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Rendi, 11, bocah asal RT 005/ RW 004, Kampung Gatak, Kelurahan Siswodipuran, Boyolali Kota, diikat di pohon talok. Foto diambil Jumat (4/11/2016). (Aries Susanto/JIBI/Solopos)

Kisah tragis, seorang anak usia 11 tahun di Boyolali diikat oleh orang tuanya di pohon karena sang nenek kewalahan mengawasinya.

Solopos.com, BOYOLALI — Nasib tragis dialami bocah berusia 11 tahun asal Boyolali, Rendi Setiawan.

Advertisement

Anak malang asal RT 005/ RW 004 Kampung Gatak, Kelurahan Siswodipuran, Boyolali Kota, ini sudah setahun terakhir tak lagi bisa menikmati hari-hari cerianya bersama teman-teman sebayanya.

Rendi sehari-hari hanya bermain seorang diri di bawah pohon talok samping rumah neneknya dalam kondisi tubuh terikat.

Advertisement

Rendi sehari-hari hanya bermain seorang diri di bawah pohon talok samping rumah neneknya dalam kondisi tubuh terikat.

“Kalau enggak diikat begini, Rendi lari ke mana-mana. Saya enggak bisa mengejarnya,” ujar nenek Rendi, Sumiati, 68, saat ditemui Solopos.com di rumahnya, Jumat (4/11/2016).

Rendi adalah putra sulung dari dua bersaudara. Kedua orang tua Rendi, Siti Mulkirom dan Daryanto, sebenarnya masih hidup. Namun, mereka enggan mengasuh anaknya itu dengan alasan kewalahan dan beban hidup.

Advertisement

Kehidupan ekonomi Sumiati memang cukup memprihatinkan. Sehari-hari, ia berjualan gorengan yang dititipkan di warung-warung hik.

Selama memasak gorengan itulah, Sumiati mengikat tubuh Rendi di bawah pohon talok. Di sana, Rendi menjalani hari-harinya, mulai makan, minum, bahkan buang air kecil dan berak pun kerap dilakukan di bawah pohon talok itu.

“Nanti ya saya sirami agar tak bau [pesing]. Kalau buang air besar, ya saya timpali,” papar dia.

Advertisement

Sebelumnya, Rendi pernah mengenyam bangku sekolah luar biasa (SLB) di Boyolali Kota. Namun, kehidupan Rendi di lingkungan barunya tak berlangsung lama.

Sebuah musibah menimpanya. Ia tertabrak mobil hingga membuat kaki kirinya patah. Sejak itu, Rendi tak bersekolah hingga sekarang.

Kini, meski Rendi sudah bisa kembali berjalan, namun lukanya itu belum sembuh sepenuhnya. “Kadang lukanya masih keluar nanah,” kata sang nenek.

Advertisement

Pascaoperasi kaki itu, Rendi menjalani masa-masa suramnya. Perutnya diikat tali dari kain lalu dikaitkan di batang pohon talok.

Meski hanya tali kain, Rendi tak bisa melepasnya. Selain faktor psikologisnya yang terguncang, Rendi juga mulai merasakan gejala antisosial.

Ia hanya bisa meronta dan berteriak–teriak jika emosinya tiba-tiba labil. “Kalau lapar, capek, atau lukanya bernanah, thole ini marah-marah. Dia teriak-teriak dan memukuli saya,” kata Sumiati.

Solopos.com sempat mendekati dan menyapa Rendi, namun Rendi hanya terdiam. Tatapan matanya tajam, namun seperti kosong.

Selain memukuli neneknya jika marah, Rendi juga selalu menolak memakai celana. “Kalau dipakaikan celana, langsung dilepas dan dibuang,” ujar dia.

Menurut sukarelawan kemanusiaan asal Boyolali, Jack Juvantini, Rendi bukanlah anak nakal, melainkan anak hiperaktif. Kondisi pendidikan dan ekonomi orang tuanya yang pas-pasan membuat nasib Rendi kian memprihatinkan.

“Anak-anak seusia dia mestinya bisa sekolah, bermain, dan mendapatkan kasih sayang utuh orang tuanya agar bisa kembali normal. Namun, hal ini tak terjadi pada Rendi,” ucap dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif