SOLOPOS.COM - Warga mengambil air dari sumur timba yang berada di jantung kota Boyolali kawasan Simpang Siaga (patung kuda), tepatnya di balik prasasti Sangga Buwana. Foto diambil beberapa waktu lalu. (Akhmad Ludiyanto/JIBI/Solopos)

Di Boyolali terdapat sumur timba yang ada tepat di pinggir jalan.

Solopos.com, BOYOLALI — Sebagian warga di Boyolali kini sudah memanfaatkan air dari Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PUDAM) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Tetapi sebagian lainnya masih memanfaatkan sumur sebagai sumber kehidupan.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Di perumahan-perumahan atau warga yang tinggal di kota, pengambilan air sumur sudah tidak menggunakan timba. Mereka memanfaatkan pompa untuk menyedot air kemudian dialirkan langsung ke keran atau ditampung dulu di tandon. Selain itu, permukaan sumur atau bibir sumur biasanya ditutup demi keamanan.

Tapi ternyata di jantung kota Boyolali masih ada sumur terbuka, lengkap dengan timbanya. Letaknya di kawasan Simpang Siaga (patung kuda), tepatnya di balik prasasti Sangga Buwana. Meski berada di jantung kota dan berada di tengah-tengah persimpangan jalan, sumur ini ternyata masih dimanfaatkan warga, baik rumah tangga atau para pedagang makanan/minuman di sekitarnya.

Mereka tak segan-segan setiap hari mengambil air dengan cara menimba. Kapan pun mereka memerlukan, mereka datang dan mengambil air di sumur tersebut.

Warga mengambil air dari sumur timba yang berada di jantung kota Boyolali kawasan Simpang Siaga (patung kuda), tepatnya di balik prasasti Sangga Buwana. Foto diambil beberapa waktu lalu. (Akhmad Ludiyanto/JIBI/Solopos)

Warga mengambil air dari sumur timba yang berada di jantung kota Boyolali kawasan Simpang Siaga (patung kuda), tepatnya di balik prasasti Sangga Buwana. Foto diambil beberapa waktu lalu. (Akhmad Ludiyanto/JIBI/Solopos)

Harjono, 40 pedagang mi ayam di kawasan Balai Sidang Mahesa Boyolali setiap hari mengambil air dari sumur tersebut untuk keperluan mencuci dan memasak. Hal itu sudah ia lakukan selama bertahun-tahun. “Setiap hari kalau saya buka warung airnya ambil dari sumur ini,” ujarnya saat ditemui pekan lalu di sela-sela menimba di sumur itu.

Menurutnya, air dari sumur itu bersih sehingga cocok untuk masakannya. Dalam sehari, setidaknya tiga kali dia mengambil air masing-masing dua jeriken berukuran 60 liter.

Sementara itu, Ngadi, warga Kalongan, Boyolali Kota, memanfaatkan air tersebut untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Setiap hari, dia mengambil 10 jerikan air yang ia angkut dengan gerobak untuk dibawa pulang. “Air ini saya pakai untuk memasak, mencuci piring dan sebagainya di rumah,” kata laki-laki berusia 55 tahun tersebut.

Di sisi lain, sumur tersebut punya keunikan. Yakni meski berada di lahan yang reatif tinggi, permukaan airnya hanya sekitar 8 meter dari permukaan tanah. Bahkan pada musim penghujan ketinggian permukaan airnya naik menjadi sekitar 4 meter dari permukaan tanah sehingga meringankan beban timba para pengambil air. Selain itu, airnya tidak pernah surut meski pada musim kemarau.

Tidak diketahui secara pasti kapan sumur itu dibuat dan siapa pembuatnya. Namun warga sekitar mengatakan sumur itu sudah ada pada zaman Belanda dan tetap lestari sampai saat ini.

Meski sumur timba tersebut berada di jantung kota, Pemkab Boyolali tidak menggusurnya. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Boyolali Totok Eko Y.P. mengatakan pihaknya memang ingin melestarikan sumber air tersebut. “Sumur itu memang dilestarikan karena masih dimanfaatkan warga,” ujarnya.

Namun ke depan sumur itu juga akan dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih luas misalnya sumber air untuk penyiraman taman di sekitarnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya