Indah Septiyaning Wardani / Kaled Hasby Ashshidiqy | SOLOPOS.com
Solopos.com, KARANGANYAR — Menuruni lembah dan mendaki bukit menjadi rutinitas harian para buruh pemetik daun teh di Kemuning, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Buruh pemetik daun teh ini mayoritas wanita berusia senja. Meski demikia, mereka seolah tak pernah mengenal kata lelah. Wanita-wanita tangguh ini memulai rutinitas memetik daun teh sejak pukul 06.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Dari kejauhan, hanya terlihat kepala dan tangan mereka sementara badan ke bawah tenggelam dalam lautan tanama teh yang menghampar sejauh mata memandang.
Di balik tanama teh, mereka memilah daun yang sudah layak petik. Rintik hujan yang kerap turun tak menyurutkan langkah mereka. Hujan dan hawa dingin sudah menjadi teman sehari-hari.
Keringat yang bercucuran dari pelipis dahi tertutup tetesan air hujan. Sesekali mereka menyekanya. Sedikit demi sedikit daun dikumpulkan, diletakkan di keranjang yang terikat di punggung. Mereka menggunakan sarung tangan dan etem atau ani-ani saat memetik. Etem adalah pisau kecil yang gagangnya dari kayu.
Keringat yang bercucuran dari pelipis dahi tertutup tetesan air hujan. Sesekali mereka menyekanya. Sedikit demi sedikit daun dikumpulkan, diletakkan di keranjang yang terikat di punggung. Mereka menggunakan sarung tangan dan etem atau ani-ani saat memetik. Etem adalah pisau kecil yang gagangnya dari kayu.
“Pakai sarung tangan biar tidak luka jarinya. Sering kena ranting jadi lecet-lecet,” kata Mbah Mugiyem, 70, salah satu buruh pemetik daun teh asal Gesing, Desa Kemuning, ketika dijumpai Solopos.com pada Sabtu (21/5/2022).
Baca Juga: Sejarah Pabrik Teh Kemuning, Awalnya Didirikan 2 Warga Belanda
“Nggih tiap hari ngeten niki. Mboten enten libure. Libure mung tanggal merah,” kata Mbah Mugiyem.
Tiap hari rata-rata Mbah Mugiyem mampu memanen 25 kilogram (kg) daun teh yang kemudian disetor ke pengepul. Sebelum diserahkan ke pengepul, pemetik menimbang dan mencatatnya. Daun teh inilah yang menjadi ladang rupiah bagi mereka.
“Satu kilonya dihargai Rp700. Tinggal jenengan kalikan saja berapa,” timpal buruh pemetik daun teh lain, Sinah, 50.
Sinah mengaku tak pernah lelah memetik daun teh meski berat dan risiko yang dihadapi cukup tinggi. Sehari bekerja, ia mampu mengangkut lebih dari 25 kilogram daun teh.
Baca Juga: Mbok Karti, Pelopor Penjual Teh Tradisional di Kemuning Ngasgoyoso
“Tergantung daunnya banyak yang dipanen atau tidak. Minimal 25 kilo lah bisa dipanen,” katanya.
Hasil panenan ini selanjutnya diserahkan ke PT Rumpun Sari Kemuning selaku pemilik lahan perkebunan teh yang mereka petik. Perkebunan ini sudah ada sejak zaman Belanda dan hingga kini tak termakan waktu.