SOLOPOS.COM - Suwarmin suwarmin@solopos.co.id Wartawan Solopos

Suwarmin suwarmin@solopos.co.id Wartawan Solopos

Suwarmin
suwarmin@solopos.co.id
Wartawan Solopos

Tahun 2013 segera berlalu. Tahun 2014 segera menjelang. Sepertinya, tahun depan memang identik dengan politik. Pada 9 April 2014, semua warga negara yang mempunyai hak pilih diminta untuk memilih wakil rakyat.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Lalu pada 9 Juli 2014, semua warga negara yang mempunyai hak pilih diminta memilih presiden dan wakil presiden. Bisa dibayangkan, tahun depan akan banyak diwarnai pesta pencitraan, kampanye profil pribadi, jorjoran memajang foto diri, adu pintar mencari perhatian, adu cerdik memanfaatkan situasi dan peluang.

Para ekonom bahkan telah memprediksi faktor pemilu ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi negeri ini tetap di angka aman. Order kaus akan melimpah, perusahaan percetakan makin sibuk, banner iklan makin banyak di jalan-jalan dan di media massa, tingkat konsumsi masyarakat tumbuh, ekonomi terkerek.

Tahun ini pun, jalanan sudah diwarnai dengan perang foto dan slogan. Ada yang seolah tiba-tiba muncul dari langit, mengaku diri putra dan putri daerah, berdekat-dekat dengan rakyat jelata, menebar poster dan spanduk, memajang senyum cerah dan menawarkan empati.

Mereka yang bersaing di level pusat dan bermodal tebal bergaya di jalanan utama. Mereka yang bertarung di tingkat daerah lebih memilih berhemat dengan mejeng di jalanan di sekitar permukiman, di kampung-kampung.

Sebagian wajah-wajah yang terpampang di jalan-jalan itu adalah wajah orang yang sudah menggenggam dunia, dan ingin mencari petualangan baru di dunia politik. Sebagian lagi adalah wajah pejuang kehidupan, mereka yang mungkin mencari kerja dengan menjadi wakil rakyat.

Kekuasaan dan politik memang seperti gula bagi para semut, menawarkan banyak kemudahan, kehormatan dan keglamoran,  sangat mengundang. Sepertinya tahun ini pun sudah ada yang menuai pesta sebelum pesta sebenarnya dimulai.

Para pembuat poster, para pengelola jasa pencitraan, media cetak dan elektronik, sudah lebih dulu menangguk rupiah sebelum pesta demokrasi dimulai. Tentu bukan sekadar pamer wajah di jalan-jalan atau di berbagai media, persaingan ketat para calon anggota legislatif juga menuntut akses langsung kepada masyarakat pemilih.

Jadi jangan lupakan pula para broker politik, para pembuka jalur, para penghubung calon wakil rakyat dengan warga, baik yang profesional maupun sekadar penjilat. Sebagian penguasa politik di daerah, jauh-jauh hari sebelum pemilu digelar sudah mewanti-wanti anak buah mereka di jajaran birokrasi untuk membantu partai yang dipimpin sang kepala daerah.

Tak peduli langkah itu tidak fair dan mengangkangi asas netralitas PNS, yang penting separuh modal kemenangan sudah di tangan. Bukankah kemenangan politik pada 9 April akan sangat menentukan peluang politik para ”raja kecil” itu pada pemilihan kepala daerah (pilkada) berikutnya?

Perangai semena-mena itu bisa terlihat dengan intimidasi halus hingga ke dusun-dusun, dengan menempel gambar partai di gedung-gedung pertemuan warga, dengan gelontoran bantuan finansial dari kas negara kepada kelompok-kelompok penerima, namun mengatasnamakan partai  politik atau tokoh tertentu. Para penipu berkedok santa.

Tahun depan, mereka yang kini masih calon, atau para incumbent yang kini kembali meniti jalan kekuasaan, akan mulai menikmati kekuasaan. Dan beberapa tahun ke depan, jika mereka tidak berhati-hati, kita akan melihat dan mendengar, sebagian para pemegang kekuasaan itu akan berhadapan dengan hukum akibat tersandung perkara korupsi.

Mungkin mereka adalah orang-orang yang tidak beruntung, gagal lolos dari jerat hukum, karena sebenarnya jerat itu seperti getah yang bisa mengenai siapa saja, karena keseharian sistem kekuasaan kita terbiasa dengan perilaku korup, mental ingin mengambil lebih dari seharusnya.

Hanya orang-orang istimewa yang sanggup memelihara tangannya dari getah korupsi di lingkungannya. Dengan proses politik yang mahal, yang mengedepankan adu isi kantong daripada isi kepala, sementara sebagian masyarakat lebih memilih proses politik sebagai transaksi kecil, dengan sekadar uang bensin, kucuran semen di balai kampung dan lain-lain, yang muncul sebagai pemenang bisa jadi adalah orang terkaya dengan mental mengejar kembalinya modal.

 

Loyalis Tergusur

Dengan perekrutan politikus yang mengabaikan pematangan ideologi dari partai-partai peserta pemilu, figur-figur calon lebih penting daripada logo partai. Dan jauh-jauh hari, para loyalis partai yang mestinya diutamakan tergusur oleh para pemilik modal yang ingin menitipkan nama di gerbong partai.

Proses politik bernama pemilu, dalam segala bentuknya, akhirnya oleh sebagian masyarakat menjadi kebiasaan semata. Ada banyak sekali pemilu di negeri ini, bahkan ada ratusan pemilihan kepala daerah dalam setahun. Lama-lama orang tak peduli. Para pembeli suaralah yang menang, para penjual suara kembali gigit jari.

Jadi tidak terlalu mengherankan jika sebagian warga masyarakat memilih mengambil sikap tak peduli dengan tahun politik atau bukan tahun politik. Proses demokrasi tak kunjung menghasilkan para wakil rakyat yang bermartabat di depan hukum dan masyarakat.

Bagi golongan yang tak peduli ini, wakil rakyat hanya mendekat saat mereka mencalonkan diri. Namun, setelah kursi kekuasaan diduduki, sebagian besar melupakan tangan-tangan kecil yang menitipkan amanat kepada mereka.

Di luar dari segala yang tidak mengenakkan itu, bolehlah kita berdoa dan berharap, semoga orang-orang baik yang menjadi calon anggota legislatif, orang-orang yang berkomitmen membela rakyat banyak, bukan sekadar golongan mereka masing-masing, akan memenangkan persaingan, dan memimpin negeri ini sebagai bangsa besar yang makin dihormati.

Bukankah demokrasi selalu dinamis, apa saja bisa terjadi? Semoga ada kejutan yang bermanfaat untuk negeri ini. Selamat bertahun baru!

 



 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya