Soloraya
Minggu, 24 September 2023 - 09:59 WIB

Komunitas Pegiat Sejarah Sukowati Bedah Mitos, Logos, dan Etos Sragen

Tri Rahayu  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Para pegiat sejarah dan budaya Sukowati mengadakan sarasehan di Sentra Kuliner Veteran Brigjen Katamso Sragen, Jumat (22/9/2023) malam. (Istimewa/Bambang Purwanto)

Solopos.com, SRAGEN—Sejumlah pegiat sejarah dan budaya Sukowati berkumpul di pelataran Sentra Kuliner Veteran Brigjen Katamso Sragen, Jumat (22/9/2023) malam, untuk membedah tentang mitos yang berkembang di Sragen menjadi logos dan etos untuk kemajuan Sragen di masa kini.

Kumpulan Wong Sragen (KWS) memiliki etos Sragen sebagai organisasi yang bergerak di bidang sosial dan menyarakan Sragen kepada dunia lewat media sosial (medsos).

Advertisement

Sarasehan yang digelar Pusat Studi Sukowati (Pastika) bersama Yayasan Sejati, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Nahdlatul Ulama (NU), dan Komunitas Tosan Aji Sragen tersebut mengambil tema Quo Vadis Sukowati/Sragen.

Dalam kesempatan itu hadir sebagai narasumber, Ketua KWS Agus Raharjo dan Ketua Yayasan Sedulur Jagat Sukowati (Sejati) Sragen Agus Endarto.

Advertisement

Dalam kesempatan itu hadir sebagai narasumber, Ketua KWS Agus Raharjo dan Ketua Yayasan Sedulur Jagat Sukowati (Sejati) Sragen Agus Endarto.

Agus Raharjo menyampaikan KWS berdiri pada 5 Oktober 2007 yang dididirikan oleh seorang dokter yang mengajar di Malaysia bernama Joko Sutrisno.

Dia menerangkan awalnya Joko Sutrisno menjaring pertemanan lewat akun Facebook Joko Lelono, terutama bagi warga yang tinggal di Sragen dan warga perantauan asal Sragen. Dia melanjutkan pendiri berpikir ingin mengenalkan Kota Sragen supaya dikenal dunia.

Advertisement

Sementara Agus Endarto yang juga Camat Mondokan, Sragen, mengingatkan lokasi Pusat Kuliner Veteran Brigjen Katamso ini dulunya pernah menjadi markas gerilya yang dipimpin seorang perempuan bernama Sumeni.

Dia mengatakan Sumeni ini berperan membalikan tentara KNIL masuk menjadi tentara Indonesia. Nama Sumeni, kata dia, diabadikan menjadi nama Jalan Sragen-Jamus.

Dia melanjutkan Sukowati atau Sragen itu memiliki nilai identitas nasional. Dia mengatakan ketika Solo dan Jogja memiliki gaya budaya sendiri ternyata Sragen juga memiliki gaya sendiri.

Advertisement

Di pedalangan, kata dia, Sragen punya sabetan kedungbantengan yang diciptakan Sudarman Gondo Darsono asal Gondang, Sragen, yang diadopsi oleh dalang-dalang masa kini.

Dia mengatakan di karawitan atau campursari kalau sudah menyebut Sragenan maka sudah dikenal ke seluruh penjuru daerah di Indonesia.

Quo vadis Sukowati itu, posisi Sragen berada di persimpangan jalan dan mau dibawa ke mana. Ternyata semangat atau etosnya sudah dilakukan KWS. Etos itu lahir dari mitos dan logos. Sragen mitosnya usreg sak enggen-enggen atau pasrah legen. Sukowati itu mitosnya suka perempuan atau cinta ibu pertiwi. Mitos Sragen dan Sukowati dihadapkan pada sisi negatif dan positif, tinggal mau memilih makna yang mana,” kata dia.

Advertisement

Dari perspektif antologi logos, Agus menafsirkan adanya tokoh-tokoh yang lahir dan datang ke Sukowati. Dia menyebut Pangeran Mangkubumi memerangi VOC dari Sukowati.

Sebelumnya, jelas Agus, Raja Pajang Jaka Tingkir juga mengawali pengembaraannya dari Sukowati sehingga makamnya ada di Butuh, Sragen. Dia mengatakan bahkan Presiden RI Pertama Soekarno pernah ke Sukowati dengan adanya monumen Ganefo berupa jembatan yang melintang dari Ngrampal ke Tangen.

“Logos ini konsep dan sistem, sadar diri sendiri dan prinsip orang lain, sadar diri sendiri. Dari logos ini kemudian muncul etos atau semangat dalam membuat karya. Pencetus Bukalapak dari Sragen. Penulis cerita silat Khopingho juga dari Sragen. Sragen punya sejarah, budaya, alam pertanian, Bengawan Solo, sumber daya manusia, jalan tol, dan seterusnya menjadi potensi untuk membawa Sragen ke depan,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif