Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya
Budayawan kelahiran Solo ini dengan tegas meminta para petinggi Keraton untuk mendengarkan suara masyarakat akar rumput Solo. Menurutnya, suara mereka adalah cermin kedaulatan Keraton yang sesungguhnya. “Kalau masih rebutan kepentingan terus, ya masyarakat lama-lama juga akan nggak mau peduli. Mau bikin raja empat lagi, masyarakat nggak akan peduli,” papar mantan jurnalis ini.
Konflik Keraton jilid II sekarang ini, di mata Arswendo, tak ubahnya pentas opera yang sangat lucu dan susah dinalar. Padahal persoalan utamanya hanyalah soal rebutan uang. “Persoalannya kan sebenarnya sangat sederhana, yaitu rebutan sumbangan pemerintah. Kalau mau cepet selesai, sudahlah mereka duduk bersama terus dibagi-bagi saja,” jelasnya.
Itulah sebabnya, kata dia, pemerintah berhak ikut campur dalam persoalan Keraton. Selama masih mendapatkan dana dari pemerintah, maka pemerintah berhak mengatur. Arswendo melanjutkan, salah satu penyakit Kerajaan di Nusantara dari dulu ialah soal rebutan kekuasaan. Semua keluarga, katanya, merasa paling berhak menjadi raja. “Selalu begitu sejak Majapahit, Demak, hingga Mataram. Raja punya banyak anak. Lalu, anak di A dinikahkan dengan si B. Tahu-tahu si menantu berkhianat, nah gegeran lagi,” paparnya sembari menyontohkan kondisi keluarga Keraton Yogyakarta yang rukun.