SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

SOLO – Polemik Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat mulai melebar ke persoalan tata hukum kenegaraan.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Sejumlah sentana dalem Keraton bahkan mempertanyakan kembali status hubungan antara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan penerus Dinasti Mataram Islam itu. “Selama ini, hubungan antara Keraton dengan negara itu tak jelas. Termasuk, persoalan Keraton yang berlarut-larut sekarang ini, juga karena ketidakjelasan hubungan itu,” papar putra Paku Buwono (PB) XII, KGPH Puger kepada wartawan di Keraton, Minggu (3/6/2012).

Sejak NKRI berdiri, jelas Puger, Keraton memang menyatakan diri bergabung dengannya. Namun, penggabungan itu rupanya tak diikuti oleh kejelasan hubungan di antara kedua belah pihak. Sehingga, tegas Puger, sejumlah Keraton di Nusantara, termasuk Keraton Surakarta merasa dirugikan secara sosial, politik, budaya. “Kami memang bergabung dengan NKRI. Namun, tak berarti kami melebur. Keraton penerus Mataram itu tetap ada hingga sekarang. Nah, ini yang hingga kini tak jelas,” papar Puger.

Ketika pemerintahan Belanda berkuasa di Nusantara, lanjut Puger, hubungan keduabelah pihak saat itu sangat jelas. Kedua belah pihak saat itu bahkan terikat oleh perjanjian-perjanjian politik secara tertulis. “Saat itu, Dinasti Mataram bukan dijajah Belanda, melainkan posisinya sejajar. Begitu pun, setelah Belanda diusir oleh Jepang, posisi Keraton juga sejajar. Tapi, setelah NKRI berdiri, kenapa Keraton seolah-olah berada di bawahnya?” tanyanya.

Atas fakta sejarah itulah, Puger mendesak pemerintah untuk membentuk tim guna menyusun kembali kejelasan hubungan NKRI-Keraton. Selama hubungan itu belum jelas, kata Puger, pemerintah diminta tak ikut campur atas konflik Keraton saat ini. “Jika campur tangan itu dilatari atas kepedulian, kenapa baru sekarang dilakukan. Kan sudah telat. Kenapa tak dari dulu-dulu?” imbuhnya.

Puger juga tak sepakat jika Keraton hanya disebut sekadar bagian dari cagar budaya bangsa. Istilah cagar budaya yang disematkan pada Keraton, menutut Puger, sebenarnya untuk mempermudah urusan administrasi hubungan keduabelah pihak. “Namun, subtansinya Keraton bukan sekadar cagar budaya. Ia masih berupa pemerintahan yang bekerjasama dengan NKRI dalam menjaga nilai-nilai budaya Nusantara,” paparnya.

Sebelumnya, GKR Wandansari atau akrab disapa Gusti Moeng juga mempersoalkan kontrak politik antara Keraton dengan NKRI. Putri PB XII ini mengaku geram dengan sikap pemerintah akhir-akhir ini yang begitu getol mencampuri urusan internal Keraton. Bahkan, campur tangan itu mengarah hingga pencekalan sementara pemberian dana hibah kepada Keraton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya