Soloraya
Jumat, 23 November 2012 - 04:46 WIB

KONFLIK WARGA-PT KAI: Warga Sangkrah Galang Dana Dukung Upaya Mediasi

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Beberapa warga Sangkrah RT 004/RW 002, Pasar Kliwon menunjukkan bukti surat perjanjian dengan PT KAI Daops VI Yogyakarta yang dibuat tahun 1992. Surat itu sebagai bukti sah atas penempatan lahan di bantaran rel KA. Foto diambil di Sangkrah, Pasar Kliwon, Kamis (22/11/2012).

Beberapa warga Sangkrah RT 004/RW 002, Pasar Kliwon menunjukkan bukti surat perjanjian dengan PT KAI Daops VI Yogyakarta yang dibuat tahun 1992. Surat itu sebagai bukti sah atas penempatan lahan di bantaran rel KA. Foto diambil di Sangkrah, Pasar Kliwon, Kamis (22/11/2012).

SOLO – Langkah Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo yang mengupayakan mediasi untuk menyelesaikan masalah melonjaknya tarif sewa tanah disambut baik oleh warga Sangkrah Pasar Kliwon yang menempati lahan di bantaran rel Kereta Api (KA) Stasiun Kota. Sambutan warga dilakukan dengan cara penggalangan dana guna mendukung upaya mediasi antara PT KAI dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo.
Advertisement

Sampai saat ini, warga Sangkrah tetap bersikukuh menolak membayar uang sewa lahan yang melambung 1.000 persen.
“Kami mengadakan penggalangan dana sebagai bentuk dukungan terhadap proses mediasi. Warga siap memfasilitasi pertemuan. Semuanya ditanggung oleh warga,” kata koordinator aksi penggalangan dana, Sutino, saat berbincang dengan Solopos.com.

Menurut Sutino, warga Sangkrah RT 004/RW 002 selama ini merasa kesal dengan PT KAI yang tidak pernah mengajak berdiskusi dan memberikan sosialisasi terhadap rencana kenaikan harga sewa lahan. Hal itulah, kata Sutino, yang menyebabkan warga semakin curiga dengan langkah PT KAI yang tidak mau terbuka. Padahal selama ini, warga Sangkrah mentaati dengan membayar uang sewa dalam tiap tahunnya. “Kami menempati di sini sudah puluhan tahun, itu pun dengan surat perjanjian yang sah dengan PT KAI Daop VI Yogyakarta. Kami menempati lahan ini dengan membayar sewa tiap tahun. Berarti lahan ini dikomersialkan, hla giliran ada kenaikan harga sewa, kenapa kami tidak dilibatkan?. Pasti ada oknum yang bermain di dalamnya,” papar Sutino.

Selain menaruh kecurigaan di atas, kata Sutino, warga memertanyakan kejelasan pembuatan sertifikat tanah yang dibuat PT KAI pada 1996. Sebab, sertifikat itu terbit setelah dibuat surat perjanjian yang diteken oleh PT KAI Daop VI Yogyakarta dengan warga Sangkrah pada 1992. “Melihat rentetan tahunnya jelas tidak masuk akal. Warga sudah bayar sewa sejak 1970-an, hla sekarang PT KAI berdalih punya sertifikat. Mana bukti sertifikat itu? Terus uang sewa dalam perjanjian yang dibayar selama ini lari kemana?

Advertisement

Belum lagi persoalan batasan lahan milik PT KAI. Sebab ada warga Sangkrah yang mempunyai sertifikat,” jelas Sutino.
Sementara itu, Zulaikha, 60, seorang janda yang menempati lahan di area bantaran sejak 1974 menolak membayar uang sewa lantaran kenaikan harga sewa. “Sejak dulu saya selalu membayar uang sewa. Bayarnya pakai kuitansi disertai materai. Semenjak ada kenaikan ini, saya enggak mau bayar. Uang darimana?” jelas Zulaika sembari menunjukkan surat perjanjian sewa tanah dengan PT KAI Daop VI Yogyakarta.

Pihaknya menginginkan lahan tanah yang sekarang ditempati bisa dibuat sertifikat. “Kami sudah lama tinggal di sini. Segala kewajiban membayar sewa dan PBB selalu ditaati,” paparnya dengan penuh harap.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif