SOLOPOS.COM - Pakaian bekas impor yang dijual di pameran Safe Festival di Sport Hall Terminal Tirtonadi Solo, Selasa (14/12/2021). (Solopos/Chelin Indra Sushmita)

Solopos.com, SOLO – Jual beli baju bekas impor (thrift) di Kota Solo sedang menjadi tren selama tiga tahun belakangan. Bahkan, setahun terakhir banyak pameran awul-awul impor yang digelar di Kota Solo, Jawa Tengah.

Asal-Usul Trhifting

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Sebagai informasi, baju bekas impor atau biasa disebut produk thrift yang diperdagangkan di Indonesia ini biasanya berasal dari China, Jepang, serta Korea. Barang-barang yang dianggap sampah itu biasanya dijual dengan harga murah.

Awalnya barang yang dijual berasal dari luar negeri dan berasal dari donasi. Namun lama-kelamaan barang-barang yang ada di thrift shop bukan lagi berasal dari donasi, tetapi juga barang bekas dari luar negeri.

Istilah thrift awalnya berarti keberuntungan yang merujuk pada tindakan ekonomis yang dilakukan masyarakat umum. Orang yang melakukan penghematan dianggap beruntung karena akan memiliki tabungan lebih.

Baca juga: Diburu Milenial Solo, Jual-Beli Baju Bekas Impor Tuai Pro & Kontra

Dikutip dari TLFR, Selasa (21/12/2021), fenomena jual beli barang thrifting ini dipicu defisit ekonomi besar. Hal ini memunculkan ide inovatif tentang pemanfaatan barang bekas agar menghemat pengeluaran.

Berdasarkan data dari America’s Research Group, jumlah toko barang bekas tumbuh 7% setiap tahun. Demikian pula dengan konsumennya yang mengalami peningkatan sejak 2008.

Alasan Beli Baju Bekas Impor

Pada perkembanganya, peghematan merupakan budaya manusia sekaligus cara mempertahankan eksistensi dan berekspresi. Dalam hal ini, budaya thrifting mengajarkan manusia untk memilih dari mana pakaian berasal sesuai dengan keinginan dan kebutuhan untuk berhemat.

Meskipun demikian, sampai saat ini jual beli produk thrifting [dalam hal ini berupa baju bekas impor] masih menuai kontroversi. Hasil penelitian Shelly Steward dari University of California bertahuk What does that shirt mean to you? Thrift-store consumption as cultural capital, menemukan ada dua kelompok konsumen produk thrifting.

Pertama adalah mereka yang mencari barang bekas untuk mendapatkan harga murah. Kelompok kedua adalah kategori para kreatif yang mencari barang bekas sebagai wujud penolakan terhadap kapitalisme dan konsumerisme yang diciptakan pelaku usaha modern.

Pandangan kaum kreatif tersebut membentuk budaya populer yang baru, sehingga berimplikasi pada lonjakan permintaan barang thrifting. Termasuk di pasar lokal seperti di Kota Solo, Jawa Tengah.

Baca juga: Awul-Awul Solo Makin Gaul, Kini Bahkan Diburu Cah Milenial

Pasar Thrifting di Solo

Baju bekas alias awul-awul yang dulu dipandang sebelah mata, kini malah naik kelas. Para pelaku usaha di bidang ini justru kebanyakan dari kalangan milenial. Hal itu pun dibenarkan Peter Muda, 30, panitia penyelenggara pameran thrifting Safe Festival di Terminal Tirtonadi Solo, pekan lalu.

Peter Muda menilai pasar thrifting saat ini menunjukkan perkembangan yang begitu pesat. Bahkan saat ini kebanyakan pemain di dalamnya justru kalangan muda kelahiran 1999 ke atas.

“Saya lihat thrift ini sedang naik banget selama beberapa tahun terakhir di Solo. Melihat eranya begini, saya niatnya memberikan wadah buat teman-teman yang mungkin selama dua tahun ini sepi akibat pandemi,” tuturnya kepada Solopos.com, Selasa (14/12/2021).

Baca juga: Setelah Dikritik, Awul-awul di Solo Kini Banjir Dukungan Netizen

Modal Besar

Muda menambahkan pakaian bekas impor menjadi komoditas yang menjanjikan. Bahkan ia mengaku salut dengan anak-anak muda yang mau mengeluarkan modal besar untuk mencari cuan dari barang bekas.

“Saya juga jualan thrift, tapi modalnya dulu dengan sekarang beda. Kalau dulu modal Rp10 juta bisa dapat banyak, sekarang modal sampai ratusan juta mereka berani,” sambung Muda.

Shella, salah satu pedagang baju bekas impor mengatakan, kebanyakan pelanggannya adalah anak-anak muda. Wanita berusia 25 tahun itu mengaku baju bekas itu telah menjadi bagian dari gaya hidup kaum milenial.

“Baju yang saya pakai ini dari atas sampai bawah thrifting. Enggak ada masalah juga make baju bekas gini, malah belakangan naik kelas,” katanya.

Berdasarkan pantauan di lapangan, harga baju bekas impor itu masih dianggap ramah di kantong. Bahkan tak sedikit orang yang berburu baju bekas impor karena menilai kualitasnya lebih baik dari produk lokal. Demikian juga dengan nilai yang ditawarkan baju bekas impor bermerek yang bisa meningkatkan prestise si pemakai.

Baca juga: Pameran Awul-Awul di Tirtonadi Dikritik, Anggota DPRD Solo Pasang Badan



Kontroversi

Akan tetapi, sampai saat ini jual beli baju bekas impor itu masih menuai pro dan kontra. Anggota Hipmi Solo, NR Kurnia Sari, mengkritik maraknya pameran thrifting. Menurutnya, baju bekas itu adalah sampah dari luar negeri.

“Sampah yang kesulitan dibuang dan didaur ulang malah diimpor dan dipakai lagi. Kita tidak tahu seperti apa kebersihan baju-baju atau pakaian itu untuk kesehatan. Apalagi di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang melanda sekarang ini,” katanya.

Regulasi

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor pakaian sepanjang Januari-Oktober 2021 mencapai 58,1 ton dengan nilai total US$517,2 juta atau Rp7,34 triliun. Mayoritas pakaian tersebut diimpor dari China. Data ini menunjukkan kenaikan impor pakaian jadi baik dari sisi volume maupun nilai dibandingkan periode yang sama pada 2020.

Baca juga: Kisah Harsoyo Tukang Kliping Legend di Solo, Eksis Sejak 1984

Pemerintah sebenarnya telah melarang perdagangan baju bekas impor dalam Permendag Nomor 51 tahun 2015. Akan tetapi peredarannya sulit dihentikan.

Dalam peraturan terbaru, pemerintah mengenakan besa masuk tindakan pengamanan (BMTP) terhadap baju bekas impor dan aksesoris mulai 12 November 2021 hingga tiga tahun ke depan. Dengan demikian bukan tidak mungkin harga baju bekas impor menjadi lebih mahal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya