SOLOPOS.COM - Ilustrasi kecelakaan (Solopos-Whisnupaksa Kridhangkara)

Solopos.com, BOYOLALI – Kasat Lantas Polres Boyolali, AKP Herdi Pratama, kepada wartawan di kantornya, Rabu (4/1/2023), mengatakan jalur rawan kecelakaan di Boyolali yakni setelah Rest Area 487A menuju arah Solo.  Sementara, jam paling rawan adalah selepas subuh.

Lokasi tersebut dianggap sebagai titik lelah sekaligus titik tanggung. Herdi mencontohkan ketika orang dari Jakarta menuju ke arah Solo dianjurkan untuk beristirahat dulu di Rest Area 487 A.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Akan tetapi dari mereka berpikir tanggung, bentar lagi sampai di Solo, bentar lagi sampai rumah. Mending makan atau istirahat di rumah, akhirnya mereka memaksakan diri untuk mengemudikan kendaraan akhirnya menimbulkan kecelakaan,” jelasnya.

Contoh terakhir, sebut Herdi, adalah kejadian kecelakaan mobil Toyota Alphard pada akhir November 2022 dengan korban meninggal tiga orang.

Tak hanya itu, Kasat Lantas juga menyebutkan area Ampel dan Penggung menjadi jalur rawan laka di luar tol. Lebih lanjut, ia mengatakan jam-jam rawan kecelakaan yakni pada saat dini hari hingga pukul 07.00 WIB.

“Jam rawan laka itu di jam subuh ya, dini hari sekitar jam tiga sampai jam tujuh pagi. Ada yang lagi ngantuk-ngantuknya, lelah-lelahnya, mau istirahat nanggung sehingga menyebabkan fatalitas,” kata dia.

Sebelumnya diberitakan, sebanyak 55 orang meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas di jalanan Boyolali selama 2022. Kemudian, ada 27 orang luka berat dan 1.430 orang menderita luka ringan.

“Ini bukan angka yang kami senang untuk sampaikan akan tetapi inilah data yang ingin kami sampaikan ke masyarakat bahwa tinggi lho angka kecelakaan di Boyolali,” ujar Kasat Lantas Polres Boyolali, AKP Herdi Pratama, kepada wartawan di kantornya, Rabu (4/1/2023).

Dengan angka kecelakaan yang ia anggap tinggi, jelas Herdi, artinya kepolisian dan masyarakat harus memberikan perhatian khusus terhadap angka kecelakaan ini.

Menurutnya, tak banyak orang yang sadar jika angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas itu lebih tinggi dibanding tindakan terorisme.

“Sebenarnya angka kematian oleh terorisme tidak terlalu tinggi. Namun, menjadi besar karena berita yang ada. Sebenarnya, menurut WHO kematian akibat kecelakaan lalu lintas lebih besar. Sehingga, ini harus menjadi atensi kita bersama untuk mencoba mengurangi angka kecelakaan di Boyolali,” ajaknya.

Selanjutnya, Herdi menyebutkan angka kecelakaan meningkat di akhir-akhir tahun dibanding awal tahun karena faktor mobilitas masyarakat yang meningkat karena diperbolehkannya work from office.

Ia menyebut angka kecelakaan tertinggi pada Agustus dengan 132 kejadian. Paling rendah di bulan Februari dengan 73 kejadian.

Untuk usia yang mendominasi angka kecelakaan, kata Herdi, adalah usia muda 16 – 20 tahun. Ia tak menyebut jumlah pasti, akan tetapi menurutnya faktor penyebab tingginya angka kecelakaan di usia tersebut karena sikap pengemudi yang masih muda.

“Pengemudi yang masih jiwa muda, masih pengen kebut-kebutan, ingin menunjukkan diri. Kami harapkan untuk anak-anak muda jangan sampai karena mengedepankan ego sendiri akhirnya mengorbankan diri sendiri. Sebab anak muda adalah harapan bangsa jangan sampai demi gengsi akhirnya masa depan menjadi runtuh,” kata dia.

Herdi mengungkapkan kepolisian sudah memasang rambu-rambu sementara bersama dengan Dinas Perhubungan (Dishub) Boyolali untuk menekan angka laka lantas. Namun, kepolisian ada niatan untuk memasang rambu permanen.

“Untuk menekan [angka kecelakaan], pertama langkah preemtif yaitu pemberian masukkan kepada para pengemudi. Terakhir pasti langkah gakkum [penegakkan hukum] yang masih belum tertib lalu lintasnya,” ungkap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya