SOLOPOS.COM - Ilustrasi demam berdarah. (Solopos/Whisnupaksa Kridhangkara)

Solopos.com, BOYOLALI — Korban meninggal dunia akibat penyakit demam berdarah dengue atau DBD di Boyolali bertambah jadi tiga orang sejak Januari 2024. Terakhir warga Teras meninggal dunia akibat penyakit tersebut pada Februari 2024.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali, Puji Astuti, menjelaskan sebelumnya pada Januari terdapat dua orang yang meninggal dunia akibat DBD. Masing-masing dari Kecamatan Wonosegoro dan Kecamatan Wonosamodro.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

“Sampai saat ini ada tiga kematian, masing-masing satu di Teras, Wonosegoro, dan Wonosamodro,” kata dia kepada Solopos.com, Selasa (5/3/2023).

Tambahan satu orang meninggal berasal dari Desa/Kecamatan Teras. Di desa tersebut terdapat dua kasus DBD. Lebih lanjut, Puji mengatakan terhitung pada 2024, kasus DBD di Boyolali per Selasa pukul 14.01 WIB, ada 131 kasus DBD di Boyolali dengan tiga korban meninggal dunia.

Perinciannya pada Januari terdapat 75 kasus dengan dua kematian. Lalu, Februari terdapat 52 kasus dengan satu  korban meninggal dunia. Pada Maret tercatat sudah empat kasus. Kasus DBD terbanyak muncul di Kecamatan Karanggede dengan 17 kasus.

“Sebenarnya fogging bukan cara utama memberantas demam berdarah, tapi PSN [pemberantasan sarang nyamuk] dan pembersihan lingkungan. Namun, masyarakat inginnya begitu ada kasus, fogging,” kata dia.

Puji mengimbau masyarakat untuk melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan menggalakkan gerakan masyarakat hidup sehat (Germas). Ia tidak ingin kasus DBD di Boyolali seperti Jepara yang sudah masuk kejadian luar biasa.

Kepala Dinkes Boyolali itu menyebut ada belasan warga meninggal karena DBD di Jepara. Sebelumnya, Puji mengatakan satu orang yang meninggal dunia dari Wonosegoro berasal dari Desa Bojong. Sedangkan di Kecamatan Wonosamodro berasal dari Desa Kalinanas.

Dengue Shock Syndrome

Penyebab meninggalnya yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS). Puji menjelaskan DSS terjadi karena keterlambatan penanganan, biasanya karena orang yang sakit tidak segera dirujuk ke pelayanan kesehatan.

Ia mengatakan telur nyamuk penyebab demam berdarah bisa bertahan lama. Telur yang menempel di dinding-dinding ketika tidak mendapat air tidak akan berubah menjadi jentik-jentik. Namun, ketika terkena air bisa muncul jentik-jentik nyamuk.

Ia  meminta masyarakat untuk tidak menggantungkan baju, terutama di tempat gelap atau di dinding rumah. Menurut Puji, nyamuk juga suka bersarang di pelepah pohon pisang.

Puji menjelaskan saat pembersihan di Kalinanas, petugas Dinkes Boyolali menemukan di cekungan pelepah pisang terdapat banyak jentik-jentik nyamuk yang berpotensi menyebarkan virus demam berdarah.

Ia mengatakan jentik-jentik nyamuk justru tidak hidup di tempat yang berbatasan dengan tanah seperti sungai. Namun, ia tumbuh di wadah yang tidak bersentuhan dengan tanah seperti pot, vas bunga, dan sebagainya.

Puji menjelaskan salah satu usaha Pemkab Boyolali untuk menurunkan kasus demam berdarah adalah dengan program satu rumah satu jumantik atau juru pemantau jentik-jentik. Masing-masing pemilik rumah akan memantau jentik-jentik di rumahnya.

“Intinya jika tidak ada jentik-jentik nyamuk, maka tidak ada nyamuk. Jika tidak ada nyamuk, tidak ada DBD,” kata dia.

Selain itu, Dinkes Boyolali juga meminta masyarakat tidak ragu meminta obat pembunuh jentik-jentik nyamuk atau Abate di Puskesmas terdekat. Abate diberikan secara gratis untuk masyarakat selama persediaan masih ada.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya