SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

SEMARANG-Terdakwa korupsi kas daerah APBD Sragen 2003-2010Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Sragen, Koeshardjono, mengakui kesalahannya. Pengakuan itu diungkapkan terdakwa pada lanjutan persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (27/2/2012).

”Saya mengakui bersalah atas perbuatan yang telah saya lakukan,” katanya dihadapan ketua majelis hakim Herman HH dan hakim anggota Lazuardi dan Sinintia Sibarani

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Koeshardjono membeberkan pinjamanan dana di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Karangamalang dan BPR Djoko Tingkir dengan menggunakan agunan deposito kas daerah Sragen atas perintah mantan Bupati Sragen, Untung Wiyono.

Menurut dia, waktu itu Untung Wiyono membutuhkan dana untuk kegiatan operasional bupati yang setiap saat bisa digunakan, sebab bila menggunakan dana APBD prosedurnya harus mendapatkan persetujuan DPRD. Untung kemudian memerintahkan dirinya saat itu menjabat Kepala Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Sragen meminjam dana dengan agunan deposito kas daerah ke BPR Karangmalang dan BPR Djoko Tingkir.

”Bupati (Untung Wiyono-red) bilang nanti yang akan membayar pinjaman itu,” katanya.

Karena merupakan perintah resmi dari bupati, sambung dia, selaku bawahan tak berani menolak, harus melaksanakan perintah tersebut. ”Perintah bupati harus dipatahui,” tandasnya.

Dana pinjaman itu, lanjut Koeshardono digunakan untuk berbagai keperluan bupati di luar kedinasan misalnya, bantuan pentas pertunjukan wayang kulit, bantuan untuk keluarga, dan bantuan kepada karang taruna. Dana pinjaman kas daerah itu juga digunakan untuk mengganti pengembalian dana purna bhakti anggota DPRD Sragen senilai Rp49 juta.

”Awalnaya dalam APBD telah dianggarkan dana purna bakti bagi anggota DPRD senilai Rp49 juta, tapi dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dianggap penyimpangan. Untuk mengembalikan dana yang sudah terlanjur digunakan anggota Dewan, bupati menyarankan agar diambilkan dari dana pinjaman kas daerah,” papar Koeshardjono.

Dia mengakui semua perintah dari bupati Untung bentuknya lisan, tak ada yang tertulis, ”Namun untuk semua pengeluaran dana ada catatannya,” imbuhnya.

Ketua majelis hakim Herman HH menyatakan, mestinya bila tak sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi  BPKD, terdakwa selaku kepala BPKD berani menolak perintah bupati. ”Perintah atasan tak bisa dijadikan alasan pembenaran perbuatan terdakwa,” kata dia.

Herman bahkan mempertanyakan apakah terdakwa mempunyai kompetensi sebagai Kepala BPKD. Anggota majelis hakim, Sinintia Sabarani, menyatakan terdakwa tak bisa berlindung di balik bupati, ”Mestinya terdakwa melindungi bupati, bukan malah menjerumuskan,” tandas dia.

Majelis hakim menunda sidang pada, Senin (5/2), pekan mendatang dengan agenda pembacaan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). ”Kami akan berupaya menyelesaikan surat tuntutan pada sidang mendatang,” kata JPU, Heru Mayawan. JIBI/SOLOPOS/Insetyonoto 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya