Soloraya
Jumat, 24 Maret 2023 - 22:50 WIB

KPAI Angkat Bicara Terkait Pencabulan 3 Siswa oleh Instruktur Bela Diri di Solo

Kurniawan  /  Muh Khodiq Duhri  /  Muh Khodiq Duhri  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anggota KPAI Sub Komisi Pengaduan, Dian Sasmita. (istimewa)

Solopos.com, SOLO — Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) angkat bicara terkait mencuatnya kasus pencabulan tiga siswa oleh instruktur bela diri di Kota Solo.

Koordinator Subkom Pengaduan Kluster ABH & Anak Korban Kekerasan Seksual, Dian Sasmita, menyebut kasus pencabulan oleh instruktur bela diri yang baru saja terjadi di Solo tersebut adalah kekerasaan seksual yang sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak, kasus pencabulan itu justru dilakukan oleh guru olah raga yang dipercaya anak dan orang tua untuk mengajar nilai-nilai dan keterampilan positif. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.

Advertisement

“Pelaku wajib dikenai UU Perlidungan Anak dan UU TPKS. Pasal 15 UU TPKS memberikan penambahan pidana 1/3 jika dilakukan oleh tenaga pendidik, atau tenaga profesional, serta terhadap anak. Oleh karenanya, KPAI mendukung kepolisian mengusut tuntas secara profesional dan berkeadilan pada korban terhadap kasus ini,” ujar Dian Sasmita dalam rilis yang diterima Solopos.com, Jumat (24/3/2023) malam.

Dian Sasmita mendukung UPTD PPPA Kota Solo utk melakukan rehabilitasi kepada korban secara menyeluruh dan berkelanjutan. Anak anak korban pencabulan itu perlu mendapatkan perlindungan identitas dan rasa aman. Harapannya, mereka yang belum lapor berani untuk ikut melaporkan kekerasaan yang sudah dialami.

Advertisement

Dian Sasmita mendukung UPTD PPPA Kota Solo utk melakukan rehabilitasi kepada korban secara menyeluruh dan berkelanjutan. Anak anak korban pencabulan itu perlu mendapatkan perlindungan identitas dan rasa aman. Harapannya, mereka yang belum lapor berani untuk ikut melaporkan kekerasaan yang sudah dialami.

“Bagi teman trman media, diharapkan mendukung pemulihan korban dengan menjaga kerahasiaan identitas korban [nama, alamat, keluarga, sekolah]. Dampak kekerasan seksual sangat luar biasa. Luka psikis membutuhkan penyembuhan yang lama dibanding luka fisik. Sehingga dukungan semua pihak termasuk masyarakat dan dunia pendidikan sangat dibutuhkan. Agar korban dapat pulih seperti remaja-remaja lainnya. Tanpa stigma,” ujarnya.

Menurutnya, upaya pencegahan melalui edukasi ke anak tentang bahaya kekerasan seksual perlu ditingkatkan. “Serta yang tak kalah penting adalah edukasi pencegahan kekerasan seksual di ruang-ruang pendidikan dan pengasuhan. Di sana terdapat banyak anak yang rentan menjadi korban predator kekerasan seksual,” papar Dian.

Advertisement

“Sebenarnya mau mengarahkan [gerakan-gerakan latihan]. Tapi karena mungkin terlalu sering bertemu itu, jadi nyaman,” ungkap dia. DS sendiri adalah seorang instruktur bela diri di sebuah tempat latihan di Solo. Dia bekerja di situ sekitar 2,5 tahun.

Perbuatan pencabulan yang dilakukan DS kepada tiga korban berlangsung kurun dua tahun terakhir. “Saya pegawai di situ [tempat latihan bela diri]. [Perbuatan pencabulan kepada tiga anak murid bela diri] Setelah pandemi Covid-19,” ungkap dia.

Namun, DS tidak menyebutkan ketika ditanya berapa kali melakukan perbuatan cabul terhadap siswa didiknya. Dia hanya menyebut ada tiga anak didiknya yang menjadi korban perbuatan cabulnya. “Tiga orang. Saya kenal dengan semua korban,” tutur dia.

Advertisement

Sementara, saat ditanya alasan atau pemicu perbuatan cabul tersebut, DS mengaku karena sering bertemu dengan para korban. Walau sudah mempunyai keluarga, yaitu seorang istri dan seorang anak, akhirnya DS tergoda melakukan tindak pencabulan.

“Saya sudah keluarga, [anak] ada. Ya karena sering bertemu anak-anak,” aku dia.

Sebelumnya, kasus tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dengan terlapor instruktur bela diri berinisial DS mencuat di Kota Solo.
Informasi itu disampaikan kuasa hukum pelapor, Widhi Wicaksono SH, saat dihubungi melalui telepon seluler (ponsel), Kamis (24/3/2023) malam.

Advertisement

“Saya penasihat hukum pelapor. Pelapor ini orang tua dari korban. Kami merahasiakan identitas korban, karena masih pelajar SMP,” ungkap dia.

Menurut Widhi, korban berjenis kelamin laki-laki, sama seperti terlapor, DS. Namun dia tidak merinci inisial korban dengan alasan masih di bawah umur.

“Dari kami tidak bisa menyebut inisial korban dikarenakan masih anak di bawah umur. Tapi kalau polisi yang menyebut, silahkan saja,” kata dia.

Kasus itu menurut Widhi bermula dari korban yang tiba-tiba tidak mau berlatih bela diri. Setelah ditelusuri ternyata korban mengalami kekerasan seksual yang diduga dilakukan instrukturnya. “Karena tindakan itu sudah menjurus ke pidana, akhirnya kami laporkan ke kepolisian hari Jumat [17/4/2023]. Dalam perjalanannya ada korban kedua dan ketiga,” sambung dia.

Tapi, Widhi hanya menangani atau mendampingi korban pertama. Berdasarkan informasi yang dia peroleh, polisi sudah menangkap terlapor DS pada Kamis dini hari,” terang dia.

Widhi menjelaskan korban yang dia dampingi sudah dimintai keterangan pada Senin (20/3/2023). “Korban kedua juga Senin di-BAP. Korban ketiga BAP hari Rabu,” papar dia.

Untuk mengantisipasi adanya korban-korban yang lain, Widhi membuka Posko Pengaduan di nomor 082130999330 dan 081327572466. Posko mereka di Jl Kahuripan Utama Nomor 12 Sumber, Banjarsari.

“Dari broadcast kami sudah banyak orang tua yang menelepon kok anaknya tidak mau latihan taekwondo. Soalnya juga tidak semua mau speak up. Tapi kami buka nomor aduan,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif