SOLOPOS.COM - Produsen kue tradisional bangket merek Mbah Demang yang berlokasi di Kedunggudel, Kenep, Sukoharjo, Siti Alimah, menunjukkan produknya yang mengalami penurunan produksi saat pandemi, Selasa (20/9/2022). (Solopos.com/ Tiara Surya Madani).

Solopos.com, SUKOHARJO — Kue tradisional bangket merek Mbah Demang yang diproduksi di Kedunggudel, Kenep, Sukoharjo, cukup populer. Usaha kue tradisional tersebut diturunkan sejak tiga generasi.

Pemilik usaha saat ini, Siti Alimah, mengaku telah meneruskan usaha selama tiga generasi mulai dari Mbah Demang dan sang ibu, Dalhari. Perempuan kelahiran 1969 itu masih mempertahankan produksi karena peminat masih cukup banyak.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Sampai sekarang masih memproduksi karena masih ada yang minat, di Kedunggudel tidak ada tunggalnya,” kata wanita yang akrab disapa Alim itu, Selasa (20/9/2022).

Namun, saat ini mulai ada penurunan produksi. Penurunan produksi tersebut Alim rasakan sejak pandemi.

Sejak pandemi, penjualan kue bangket di Sukoharjo mulai menurun. Mengingat, karena mayoritas pelanggannya adalah orang yang mudik lebaran atau libur sekolah, dan menjadikan kue bangket sebagai oleh-oleh.

Baca juga: Lembut & Manis Kue Leker Madiun, Resep Turun-Temurun Sejak Tahun 1960

“Baru sepi karena setelah pandemi, karena banyak orang di PHK dan banyak pengangguran. Tidak ada orang mudik, jika beli makanan, karena bukan makanan pokok jadi mikir dahulu,” lanjut Alim.

Alim mengatakan, penjualan kue bangket tidak dipasarkan secara umum, ia hanya melayani pembeli yang datang ke rumah.

Alim masih mempertahankan resep asli kue bangket yang hanya terbuat dari tepung, gula, telur, kelapa, dan susu tanpa ada campuran tambahan itu.

Soal penjualan, Alim mengaku mengalami penurunan produksi sebanyak 50%. Sebelum pandemi, ia bisa memproduksi paling banyak 25 kilogram kue yang dapat habis dalam waktu sepekan sampai setengah bulan.

Baca juga: Berusia 450 Tahun, Kue Ini Wakili Kisah Cinta Putri Raja yang Bertepuk Sebelah Tangan

“Dulu nyetok banyak, sekarang hanya 10-15 kg habis selama tiga pekan. paling banyak waktu ramai dulu 25 kg habis sepekan sampai setengah bulan,” lanjut Alim.

Untuk harga per kilogram dibanderol Rp160.000 hingga Rp170.000. harga tersebut ditetapkan berdasarkan proses pembuatan yang tidak mudah serta harga bahan baku yang mengalami kenaikan.

“Per kilogram Rp160.000 sampai RP170.000 tiap tahun naik Rp10.000 untuk mengakali penurunan nilai mata uang dan harga bahan yang naik,” lanjut Alim.

Pelanggan kue tersebut berasal dari Klaten, Jogja, Sukoharjo, Solo. Bahkan sampai Kalimantan dan Jambi untuk oleh-oleh.

Baca juga: MEMBUAT KUE LEBARAN

Lurah Kenep, Mudiarso, mengatakan produksi kue bangket tersebut dilakukan secara turun-temurun dan tidak semua orang bisa meniru karena rasa, keranyahan, dan daya tahannya.

“Itu warisan turun-temurun, yang produksi rutin hanya kue bangket Mbah Demang, lainnya musiman,” kata Mudiarso.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya