SOLOPOS.COM - Pengrajin Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring, Klaten, Ngadiyakur ketika ditemui di Balai Kota Solo, Selasa (5/9/2023). (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Solopos.com, SOLO—-Payung Lukis Ngudi Rahayu, Juwiring, Klaten disebut saat ini sedang mengalami krisis generasi. Anak muda tidak begitu meminati kerajinan asli Juwiring, Klaten itu.

“Kami sebenarnya sedang mengalami semacam krisis generasi, jadi generasi baru atau pemuda kurang tertarik,” kata pengrajin Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring, Ngadiyakur, ketika ditemui di Balai Kota Solo, Selasa (5/9/2023).

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Pria yang biasa disapa Ngadi itu menyebut pengrajin payung saat ini kebanyakan orang-orang tua. Meski begitu pihaknya selalu berusaha untuk menumbuhkan kesadaran anak muda untuk menggarap payung tradisi.

“Itu sebenarnya kalau anak muda mau terjun ke situ juga bisa menjadi mata pencaharian, dan terbukti setelah 10 tahun di Festival Payung banyak perkembangan,” kata dia.

Menurut dia, menggeluti di bidang kreatif seperti menjadi pengrajin payung memiliki dua keuntungan. Pertama, tentu memiliki penghasilan secara ekonomi. Kedua bisa melestarikan budaya asli Indonesia.

“Apalagi payung sekarang sudah diakui sebagai warisan budaya, itu kan kewajiban kita bersama. Apa permasalahannya harus kita urai bersama, supaya payung tetep lestari,” kata dia.

Ngadi tentu berharap melalui gelaran Festival Payung ke-10 di Balai Kota Solo dan Pasar Gede Solo, Jumat-Minggu (8-9/10/2023) bisa menarik anak muda untuk meminati menjadi pengrajin payung.

Dia sudah mengikuti Festival Payung sejak 2013. Fespin juga berdampak pada geliat industri payung di Juwiring. “Saya mungkin dulu dibantu 10 orang, sekarang sudah dibantu 40-an orang,” kata dia.

Ngadi sendiri sudah menjadi pengrajin payung sejak 1999. Dia mengatakan payung Juwiring sendiri sebenarnya kerajinan yang diturunkan secara turun temurun. “Jadi sejak zaman kerajaan dulu, sejak zaman Belanda itu sudah ada,” kata dia.

Payung Juwiring sebenarnya memiliki corak tersendiri, terutama banyaknya ragam yang mengeksplorasi alam sekitar. Misal berlukiskan bunga dan binatang tertentu. Corak yang lebih tradisional itu lebih kaya nilai. 

“Sebenarnya dari ujung sampai bawah payung ada filosofinya, maknanya secara umum ya payung itu simbol pengayoman” kata dia.

Meski begitu, para pengrajin juga memperhatikan permintaan pasar. Dari situ muncul corak lukis payung yang lebih modern. “Jadi yang sekarang diperbanyak lukisan yang modern, seperti mencari gambar di Internet,” kata dia

Dari sisi penjualan, Payung Lukis Ngudi Rahayu pernah menembus pasar internasional. Namun, lantaran terkendala sumber daya manusia, Ngadi saat ini hanya melayani permintaan dari dalam negeri.

Saat ini, dia menyebut permintaan pasar lebih banyak yang meminati payung dengan corak modern ketimbang tradisional. Dia menyebut produksi per bulan bisa mencapai ribuan. “Di samping payung yang saya kirim ke Bali, Jogja, Solo, Jakarta, dan Surabaya,” kata dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya