SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Di dalam tenda itu, Saiful, 30, aktivis Forum Peduli Bencana Indonesia (FPBN) tidak sedang mendongeng kisah Kurcaci, Pengeran, dan Nenek Lampir di hadapan puluhan anak yang sedang mengungsi di Posko Keputran, Kemalang, Klaten, Minggu (31/10).

Cerita Kurcaci, Pangeran, dan Nenek Lampir yang biasa mewarnai khasanah cerita rakyat itu sengaja dikemas dalam bentuk permainan yang menarik. Melalui permainan itu, Saiful hanya ini melupakan sejenak ketakutan pada diri anak mengenai cerita ganasnya Gunung Merapi.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Dalam permainan itu, istilah Kurcaci, Pangeran dan Nenek Lampir merupakan simbol tiga jari tangan yakni jempol, telunjuk, dan kelingking yang biasa digunakan untuk pingsut. Tiga jari itu masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Namun, pemenang dalam permainan ini tidak ditentukan dengan cara pingsut melainkan dengan menirukan karakter dari tiga tokoh yakni Kurcaci, Pengeran, dan Nenek Lampir.

“Karakter Kurcaci disimbolkan jari kelingking, karakter Pangeran disimbolkan dengan telunjuk, dan Nenek Lampir disimbolkan dengan jempol,” terang Saiful, menjelaskan anak-anak mengenai cara bermain permainan itu.

Prinsipnya permainan ini sederhana. Namun, kehadiran jenis permaian itu cukup memberikan hiburan bagi anak-anak. Sejenak mereka melupakan kekhawatiran akan letusan Merapi. Mereka yang polos seolah-olah larut dalam menikmati permainan. Gelak tawa mereka mewarnai jalannya permainan itu hingga selesai.

“Permainannya menarik. Apalagi dibawakan oleh pemandu yang kocak,” komentar Mita, 11, salah seorang dari mereka.

Dalam memimpin jalannya permainan, Saeful sengaja mewarnainya dengan banyolan-banyolan yang membuat anak-anak terpingkal-pingkal karenanya. “Agar anak-anak tidak stres,” tuturnya kepada Espos.

Nama Gunung Merapi yang biasa menjadi bagian dari kehidupan mereka tiba-tiba menjadi sosok yang menakutkan bagi warga. Selama berada di lokasi pengungsian, warga tak terkecuali anak-anak hidup dalam keprihatinan. Tak hanya kesehatan mereka yang menurun, tekanan psikologis juga menghinggapinya. Bantuan makanan dan barang-barang yang hingga kini masih terus menumpuk belum cukup untuk mengobati kegalauan hatinya. Mereka butuh hiburan untuk sekadar menghilangkan stres.

mkd

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya