SOLOPOS.COM - Penjual kesemek di pinggir jalur Solo-Selo-Borobudur (SSB) tepatnya di sepanjang Dukuh Gebyok, Desa/Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Suryati, melayani pembeli, Selasa (18/6/2024). (Solopos.com/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI–Area pinggir jalur Solo-Selo-Borobudur (SSB) tepatnya di sepanjang Dukuh Gebyok, Desa/Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, kini banyak dijumpai pedagang buah kesemek. Warga sekitar lebih akrab menyebut kesemek dengan tledung.

Pada Selasa (18/6/2024), Solopos.com mendapati setiap jarak empat hingga sepuluh meter berjejer penjual kesemek di pinggir jalan tersebut. Beberapa penjual buah tledung yang didominasi perempuan membuka lapak dari pagi hingga sore di pinggir jalan SSB. Salah satunya, Suryati.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Ia mengatakan pohon kesemek berbuah tiap Mei hingga Juli. Dengan jumlah pohon yang tidak banyak, perempuan 40 tahun tersebut sengaja memetik sedikit demi sedikit buah tledung itu. Terkadang, ia juga membeli dari warga yang ingin buahnya dijualkan.

Setelah dipetik dan dibersihkan, kesemek direndam di dalam air kapur agar mengurangi rasa sepat dan membuatnya semakin manis.

“Harganya dibanding tahun lalu sama saja, Rp15.000 per kilogram, tapi hasilnya [panen] berkurang. Saya kan punya lima pohon, dulu normalnya bisa 2 kuintal per pohon, sekarang 1,5 kuintal,” jelasnya saat berbincang dengan Solopos.com.

Pada hari biasa, Suryanti bisa menjual 30 kilogram – 35 kilogram per hari. Sedangkan saat hari libur mencapai 50 kilogram.

Harga kesemek pernah mencapai Rp20.000 per kilogram karena panen tidak terlalu banyak. Namun, saat itu terdapat wisatawan dari Solo membandingkan harga kesemek Selo yang lebih mahal.

Buah kesemek di Solo, tutur dia, dikirimkan dari salah satu kota di Jawa Timur dengan buah warna hijau dan bentuk lebih kecil. Sedangkan, buah kesemek di Selo berwarna orange dengan ukuran yang lebih besar.

Sehingga, para penjual musiman buah kesemek di Selo kemudian sepakat untuk menjual maksimal Rp15.000 per kilogram.

Pembeli kesemek, tutur dia, tidak hanya dar lokal Boyolali tapi juga Solo, Salatiga, Semarang, bahkan wisatawan mancanegara.

Akan tetapi, Suryati mengatakan produksi buah kesemek pada 2024 tidak terlalu banyak. Ia memperkirakan karena curah hujan yang tinggi sehingga bunga bakal buah kesemek rontok. Sehingga, bunga tidak bisa berubah menjadi buah.

“Dulu saat buah banyak, kami bisa ekspor ke Singapura. Namun, tahun ini tidak bisa ekspor karena panennya tidak banyak. Terakhir ekspor itu 2021,” kata dia.

Terpisah, pedagang kesemek lain di Gebyok, Parinem, mengatakan kesemek adalah buah langka di Selo karena hanya ada setiap Mei sampai Juli. “Tapi terkadang enggak pas Mei sampai Juli. Kadang bergeser,” jelas dia.

Ia mengatakan saat hari biasa bisa menjual 30 kilogram – 40 kilogram per hari. Sedangkan, saat akhir pekan bisa menjual 50 kilogram.

“Pembelinya dari luar, soalnya kami jualan memang di jalur wisata,” kata dia.

Salah satu pembeli asal Solo, Yana Handayani, mengaku buah kesemek menjadi oleh-oleh khas saat berkunjung ke Selo. Selain membeli jadah bakar untuk keluarganya, ia biasanya membeli kesemek saat melihat penjual di pinggir jalan.

“Rasanya kesemeknya manis, rasanya mirip sawo, tapi menawarkan sensasi tersendiri. Memang biasanya keluarga di rumah nitip oleh-oleh saat musimnya,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya