Soloraya
Selasa, 14 Februari 2012 - 16:34 WIB

LAHAN PERTANIAN DI SOLO Tinggal Sekitar 100 Ha

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi (dok)

ilustrasi (dok)

SOLO--Luas lahan pertanian produktif di Kota Solo terus mengalami penyusutan dari tahun ke tahun.

Advertisement

Bila sebelumnya luas lahan pertanian di Kota Bengawan di kisaran 103 hektare, saat ini hanya tersisa lebih kurang 100 hektare. Kondisi itu diakui Kepala Dinas Pertanian (Dispertan) Solo, Weni Ekayanti saat ditemui Solopos.com, Selasa (14/2/2012). Menurut dia luas lahan pertanian produktif memang terus menyusut. “Paling sekarang ini tinggal kurang lebih 100 hektare. Ini perkiraan kasar saja lho,” katanya.

Weni menjelaskan penyusutan lahan pertanian produktif dikarenakan ada lahan pertanian yang belakangan tidak lagi digarap alias dibiarkan mangkrak begitu saja. Dia menduga lahan pertanian yang tidak lagi digarap sedang dalam proses alih fungsi lahan. Lahan-lahan itu bisa dialihkan untuk lokasi pembangunan perumahan pun unit usaha. Fenomena seperti itu terjadi di Kelurahan Mojosongo, Jebres dan sebagian Kecamatan Banjarsari seperti Sumber.

Weni berharap Raperda RT/RW bisa segera ditetapkan sehingga bisa menjadi pelindung terhadap keberadaan lahan pertanian. Selama ini tidak ada pelindung kuat terhadap upaya-upaya pengalihfungsian lahan pertanian. “Seharusnya pemerintah kelurahan yang berperan sebagai filter terhadap upaya alih fungsi lahan utamanya lahan pertanian. Tapi kan sampai sekarang mekanisme ini tidak berjalan optimal,” sindirnya. Dia mengakui selama ini pemerintah belum bisa masuk terlalu dalam perihal alih fungsi lahan.

Advertisement

Sebab pemilik tanah merasa berhak untuk menjadikan apa saja lahan pertanian mereka. Termasuk opsi menjualnya kepada pengembang perumahan. Weni menjelaskan lahan pertanian di Kota Solo tersebar di Kecamatan Jebres, Banjarsari dan Laweyan. Sedangkan di Kecamatan Pasar Kliwon dan Serengan sudah tidak ada. Lahan pertanian di Solo tidak semata mengandalkan komoditas padi melainkan aneka tanaman lain seperti palawija. “Saat ini kami juga terus mengembangkan vertikultur di pekarangan rumah warga dengan tanaman sayur, buah dan tanaman obat,” pungkasnya bangga.

Sementara Lurah Mojosongo, Agus Triyono mengaku belum bisa berbuat banyak lantaran belum ada Perda RT/RW yang mengatur peruntukan kawasan. Keberadaan Perda RT/RW menurutnya sangat mendesak ditetapkan untuk mengerem laju alih fungsi lahan. Dia mengakui terjadi alih fungsi lahan pertanian di Mojosongo untuk permukiman warga atau perumahan. “Selama ini kan kami tidak tahu wilayah-wilayah mana yang harus dipertahankan. Bila memang ada lahan di wilayah kami yang harus dipertahankan berdasar Perda RT/RW ya pasti kami pertahankan,” tegas dia.

(JIBI/SOLOPOS/Kurniawan)

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif