SOLOPOS.COM - Seratusan warga menggelar Salat Hajat dan doa bersama di Jl. dr. Radjiman, Laweyan, Sabtu (4/6/2016). Aksi itu untuk memprotes kebijakan sistem satu arah (SSA) yang diterapkan di Jl. dr. Radjiman, Jl. Perintis Kemerdekaan dan Jl. Agus Salim. (Chrisna Canis Cara/JIBI/Solopos)

Lalu lintas Solo berupa kebijakan jalan searah seputar Laweyan ditentang warga.

Solopos.com, SOLO — Panitia penyelenggara doa bersama penolakan kebijakan jalan searah seputar Laweyan yang sudah empat kali menggelar aksi di Jl. dr. Radjiman menerima surat peringatan dari Kepolisian Resor Kota (Polresta) Solo. Teguran tersebut tak menyurutkan langkah panitia untuk menggelar aksi serupa Sabtu (11/6), pukul 09.00 WIB mendatang.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Informasi yang diterima Espos, surat resmi bertajuk Surat Peringatan Kegiatan Salat dan Doa Bersama di Jl. dr. Radjiman yang Mengganggu Aktivitas Umum itu ditandatangani Kapolres Solo, Kombes Pol Ahmad Lutfi, Jumat (3/6) lalu.

Pada poin ketiga surat itu disebutkan doa bersama dan salat yang digelar di Jl. dr. Radjiman pada Kamis (19/5) malam, Senin (23/5) malam, serta Senin (30/5) malam, dianggap melanggar UU No. 9/1998 Pasal 10 Ayat 1 dan KUH Pidana Pasal 510 Ayat 2, yang intinya kegiatan di jalan umum harus melalui perizinan resmi secara tertulis kepada pihak kepolisian.

Selain itu, panitia penyelenggara juga juga dipandang melanggar KUH Pidana Pasal 439 dengan dugaan membahayakan kebebasan bergerak orang lain karena menutup jalan utama pada malam hari untuk aksi doa dan salat bersama.

Perwakilan warga Laweyan yang juga bertindak selaku imam doa dan salat hajat penolakan jalan searah Laweyan, Muhammad Ali, menyatakan pihaknya baru menerima surat peringatan dari kepolisian, Selasa (7/6) malam atau empat hari berselang sejak surat resmi tersebut ditandatangi Kapolres.

“Saya pribadi melihat surat ini sebagai teror mental. Tapi buat saya, perjuangan membela kebenaran itu harus jalan terus,” katanya saat ditemui wartawan di Markas Tim SAR Juba Rescue Pondok Pesantren Ta’mirul Islam, Rabu (8/6) siang.

Lebih lanjut Ali menyebutkan surat peringatan yang menyebut aksi damai yang menuntut pencabutan kebijakan jalan searah di ruas Jl. dr. Radjiman, Jl. Perintis Kemerdekaan, dan Jl. Agus Salim tersebut melanggar hukum tak menyurutkan langkahnya bersama warga sekitar untuk menggelar aksi sejenis pada siang hari.

“Sabtu, Insyaallah kami akan menggelar Salat Dhuha bersama di Jl. dr. Radjiman, pukul 09.00 WIB,” ujarnya.

Ali menyebut poin keempat surat peringatan yang dialamatkan kepadanya tidak tepat. Pada poin keempat, tertulis Pemkot Solo, Kapolres Solo, serta Kodim 0735 Solo telah melaksanakan pendekatan untuk tidak melaksanakan kegiatan doa bersama dan salat hajar di Jl. dr. Radjiman untuk mencari solusi terbaik, namun ketua panitia doa bersama penolakan SSA Jl. dr. Radjiman tidak berkenan.

“Saya tidak menganggap pertemuan tempo hari sebagai mediasi. Karena waktu itu saya cuma diajak Danramil bertemu dengan Dandim, yang kebetulan saya sudah kenal, untuk datang ke kantornya. Tanpa surat resmi. Di sana sudah ada perwakilan Dishubkominfo dan Kodim yang menunggu. Perwakilan dari unsur warga hanya saya dan ustaz dari Al Muayad. Itu bukan mediasi namanya,” paparnya.

Menurut Ali, pihaknya masih terbuka dengan pintu mediasi bersama pemerintah. Namun ia meminta syarat agar selama masa negosiasi bergulir, kebijakan jalan searah di tiga ruas jalan Laweyan dibatalkan terlebih dahulu sembari menanti hasil mediasi keluar.

“Saya siap diajak rembukan baik di Pemkot, Kodim, Polresta, atau di mana saja. 24 jam sekalipun saya siap. Tapi kembalikan dulu suasana seperti semula sembari kita berembuk. Bagaimana kita bisa berembuk kalau suasana di sini enggak nyaman,” katanya.

Disinggung soal jalur hukum yang ditempuh warga Laweyan untuk mengajukan gugatan pembatalan kebijakan jalan searah lewat Pengadilan Tata Usaha Negara, Ali menyebutkan proses hukum telah ditangani pihak lain.

“Ada mahasiswa, akademisi, dan orang yang mengerti hukum yang membantu. Saya turun ke jalan saja. Saya pesimistis proses hukum bisa kelar cepat. Padahal di sini butuh penyelesaian segera supaya beban warga sekitar tidak terus bertambah,” ungkapnya.

Mahardini Nur Afifah/JIBI/Solopos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya