SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/dok)

Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/dok)

Kondisi Pasar Klewer yang jadi ikon bisnis di Kota Solo dianggap kian sumpek. Rencana revitalisasi pasar itu memantik pro dan kontra. Seperti apa kondisi yang ada? Berikut laporan wartawan SOLOPOS Ayu Prawitasari.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Satu set seprei motif bunga berpindah tangan. Walau dijual secara eceran, harganya tak sampai Rp 50.000. “Murah memang,” begitu komentar pengunjung Pusat Grosir Solo (PGS) seusai berbelanja di kios Musdi di lantai basement. Masa liburan anak-anak sekolah memang menjadi bulan tersibuk bagi para pedagang di PGS.

Tujuh bulan lalu ceritanya lain. Saat berdagang di Pasar Klewer, kerugian yang didapat. “Dagang itu kan cari untung. Kalau rugi buat apa dipertahankan? Belum lagi mikir biaya operasional untuk listrik, kebersihan, pegawai dan lainnya,” tukas istri Musdi menimpali. Akhirnya pada pertengahan 2011, pasangan itu memutuskan meninggalkan lima kios kontrakan di Pasar Klewer yang mereka tempati sejak 1994.

Sang istri menambahkan, walau pemilik kios terus mengiming-imingi tarif sewa senilai Rp 12,5 juta/tahun, mereka tetap pindah. “Jadi kalaupun harga sewa kios murah sekali karena harga sewa kios pada 1994 mencapai Rp 25 juta/tahun, ya sudah biarkan saja. Saya dengar sewa kios yang pernah saya tempati itu sekarang ini merosot terus menjadi Rp 5 juta/tahun,” ungkap sang istri yang membuka dhasaran di lantai atas PGS.

Penyebab terus turunnya tarif sewa kios, lanjut Musdi, tak bisa dilepaskan dari kondisi Pasar Klewer yang kian hari kian sepi. Sebagai gambaran, sebelum tahun 2000, satu transaksi Rp 15 juta begitu sering terjadi. Sekarang, dalam satu hari bisa mengantongi Rp 1 juta saja sudah untung. Banyak pedagang Klewer seperti Musdi, berjualan di PGS.

Persoalan Musdi juga dialami pedagang lain di Pasar Klewer, Ny Budi Santoso. “Selain berdagang, saya juga nyambi sebagai marketing di PGS. Kalau saya hitung sudah ada 400 kios yang berhasil saya jual. Memang yang berjualan di PGS itu sebenarnya bakul Klewer semua,” cetusnya.

Bagi para pedagang yang belum mampu membeli kios di PGS, lanjut Ny Budi, alternatifnya menyewa kios sambil terus mempertahankan kios di Klewer. Tarif sewa kios per tahun Rp 25 juta hingga Rp 40 juta. “Kebetulan saya punya beberapa kios untuk disewakan di luar Klewer. Yang paling mahal memang di PGS. Kedua, di Beteng Trade Center (BTC) sekitar Rp 15 juta/tahun dan yang paling murah memang Pasar Klewer, antara Rp 7 juta sampai Rp 10 juta,” ujarnya.

Nilai ekonomis kios Pasar Klewer yang terus merosot, menurut Ny Budi, disebabkan banyak faktor. “Kalau mendengar keluhan pengunjung terutama karena bangunan fisik Pasar Klewer yang sudah tak layak lagi. Bocor di sana-sini. Listrik pun sering padam. Pengunjung berdesakan karena tempatnya sempit. Lalu lintas ruwet kemudian yang paling parah tak ada tempat parkir. Jelas-jelas tak nyaman sehingga wajar kalau banyak orang kemudian memilih belanja di PGS daripada di Klewer,” jelasnya.

Dengan segala persoalan tersebut, Ny Budi mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Solo segera melakukan revitalisasi Klewer.
Pendapat berbeda disampaikan pedagang lainnya, Muh Kusbani. Pengurus Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK) ini membantah kondisi pasar yang menurut rekannya makin hari makin sepi. “Tidak benar. Dari dulu sampai sekarang sama saja. Menurut kami yang dibutuhkan Pasar Klewer bukanlah pembangunan tapi lebih kepada penataan,” tegasnya.

Posisi HPPK saat ini, ujar juru bicara HPPK, tetap menampung semua pedagang baik yang pro maupun yang kontra dengan pembangunan pasar. “HPPK intinya tetap menampung semua. Terkait rencana pembangunan, harusnya pedagang diajak bicara perlu tidaknya. Jangan tiba-tiba diputuskan sementara pedagang tak dilibatkan,” pintanya.

Kusbani pun membantah rumor ketidakharmonisan para pedagang di Klewer akibat berembusnya rencana pembangunan.
Namun, pedagang prorevitalisasi, Sholahudin, pekan lalu, mengklaim kebanyakan rekannya setuju dengan rencana pembangunan kembali Pasar Klewer. Menurut dia, para pedagang juga yakin hanya sebagian kecil anggota HPPK yang tidak setuju revitalisasi pasar. Sholahudin saat ini tengah mengumpulkan tanda tangan para pedagang yang setuju dengan rencana revitalisasi pasar. Apabila tanda tangan yang terkumpul sudah cukup, aspirasi tersebut akan ditampung dalam suatu wadah baru di luar HPPK.

Lain pula pendapat Pardono. Pedagang kain batik ini mengaku masih bingung dengan rencana pembangunan. Setuju pun tidak, kontra juga tidak. Dia lebih khawatir pembangunan bakal menggusur pedagang kecil seperti dirinya. Penyebabnya, setelah pasar dibangun dan bagus, dia takut kios diperjualbelikan sehingga hanya orang kayalah yang bisa mengaksesnya. “Padahal kios istri saya ini kan termasuk depan. Nanti kalau dibangun tiba-tiba kios menjadi di belakang bagaimana? Kemudian kalau dijualbelikan uangnya siapa? Belum lagi soal pasar darurat? Semua itu membuat kami khawatir,” akunya.

Kepala Dinas Pengelolaan Pasar (DPP), Subagyo, menegaskan menganggarkan kegiatan studi kelayakan Pasar Klewer pada tahun ini sebanyak Rp 850 juta. Masih di tahun anggaran yang sama, DPP juga menganggarkan pembuatan detail engineering design (DED) senilai Rp 550 juta.

Disinggung bukankah dengan adanya DED bisa diartikan rencana pembangunan Pasar Klewer diteruskan, Subagyo tak langsung menjawab. “Saya kira pengunjung bisa melihat bagaimana kondisi Pasar Klewer saat ini. Sumpek dan ruwet. Sarana pokok apalagi pendukung banyak yang sudah tak memadai bahkan tidak ada sehingga tidak sesuai dengan amanat Perda No 1/2010 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Pasar Tradisional. Misalnya tempat parkir, bisa dilihat kan bagaimana,” tegasnya.

Dengan tugas pokok fungsi DPP sebagai penanggung jawab pasar, sambung Subagyo, menjadi kewajibannya melakukan pembenahan pasar tradisional termasuk Klewer sehingga bisa nyaman untuk penjual maupun pengunjung. “Jangan bicara menolak dulu. Sekarang coba dipikir kami ini sebagai pengelola kalau ditanya kenapa kok Klewer seperti itu lantas bagaimana? Intinya itu tugas kami untuk kepentingan bersama. Bukan kepentingan perorangan,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya