Soloraya
Senin, 3 April 2023 - 15:18 WIB

Larang Anak Sekolah dan Ajak Memulung, Bapak di Sragen Diadukan ke Polisi

Tri Rahayu  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ILUSTRASI (JIBI/Dok)

Solopos.com, SRAGEN — Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Sragen menerima aduan tentang dugaan eksploitasi dan penganiayaan anak di bawah umur. Kasus tersebut dilaporkan ke Mapolres Sragen pada Jumat (31/3/2023) malam.

Ketua Komnas PA Sragen, Heroe Setyanto, mengungkapkan aduan itu dilakukan orang tua asuh atas dua orang anak yang tinggal di wilayah Kecamatan Sragen. Dua anak itu berinisial Y dan A yang masih anak-anak. Orang tua asuh itu mengetahui adanya indikasi penganiayaan dan eksploitasi anak setelah menanyakan kepada tetangga terdekat korban.

Advertisement

Heroe mengatakan orang tua asuh AT mendapati sendiri anak itu memulung dan dilarang sekolah oleh bapak Kandung nya. “Orang tua angkat melaporkan tindakan itu demi masa depan anak-anak tersebut. Dia meminta pihak Unit Pelindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Komnas PA untuk menelusuri indikasi tersebut. Yang menjadi terlapor bapak kandung kedua anak itu berinisial W,“ jelasnya kepada Solopos.com, Senin (3/4/2023).

Heroe menjelaskan laporan itu didasarkan pada indikasi kedua anak itu dianiaya secara fisik yang mengakibatkan psikisnya terganggu. Dia mengungkapkan si anak diajak memulung dan apabila tidak mau di anak diduga dipukul tetapi si anak tidak berani melakukan apa pun terhadap bapaknya.

Dia menerangkan orang tua asuh ini berusaha memberi pemahaman kepada terlapor agar anaknya diperbolehkan sekolah. Tetapi bapak kandungnya bukannya membolehkan tetapi justru kebalikan, yakni melarang sekolah dan justru mengajak anak memulung.

Advertisement

Heroe menerangkan kasus dilaporkan dengan menggunakan Pasal 13 ayat (1) UU No. 35/2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut berbunyi setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan tindak pidana diskriminasi, eksploitasi, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan, serta perlakuan salah lainnya.

“Menurut yurisprudensi yang dimaksud dengan penganiayaan yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Contoh rasa sakit tersebut misalnya diakibatkan mencubit, menendang, memukul, menempeleng,” katanya.

Dia mengatakan Pasal 76C UU No. 35/2014 mengatur tentang sanksi pidanaya berupa penjara tiga tahun enam bulan dan/atau denda Rp72 juta.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif