SOLOPOS.COM - Nonton bareng layar tancap dalam Program Srawung Sinema oleh Komunitas Kembanggula digelar di Kampung Batik Laweyan, Solo, Sabtu (10/6/2023) malam. (Solopos.com/Nova Malinda).

Solopos.com, SOLO–Kembali ke masa jadul lewat sinema layar tancap. Begitulah pengalaman yang dirasakan warga Kampung Batik Laweyan pada Sabtu (10/6/2023) malam.

Mereka berkumpul di halaman teras depan salah satu rumah warga RT 002/ RW 001 untuk menonton sinema layar tancap. Ini seperti di era TV yang masih langka dimiliki warga. Saat Solo masih gelap gulita di waktu malam, dan listrik di rumah warga masih sangat minim.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

“Untuk menonton TV atau sorot istilah pada zaman jadul, warga Laweyan harus berkumpul ke kantor kelurahan. Topik tontonannya pun dibatasi dan tidak lama,” ujar Ketua RT 002/ RW 001, Laweyan, Laweyan Solo, Sadiyoko, kepada Solopos.com, Sabtu (10/6/2023) malam.

Baru kali pertama digelar, acara nonton sinema layar tancap mengundang segenap warga kelurahan. Sejumlah warga datang berduyun-duyun melupakan sejenak rutinitas harian. Mereka saling berbincang dan kumpul guyub menyambut pemutaran sinema pada pukul 19.30 WIB.

Pemuda, anak anak, dan orang tua memenuhi sejumlah tikar yang sudah digelar di teras rumah serta jalan kampung ini. anak-anak duduk di paling depan, lalu para orang tua duduk di belakang sambil bersandar tembok pagar, karena tempatnya tidak begitu luas.

Semua menghadap ke layar tancap yang sudah siap untuk menampilkan sinema-sinema lokal garapan komunitas Kembanggula.

Suara hiruk pikuk warga yang gempita mewarnai sepanjang jalan kampung RT 002/RW 001. Warga setempat tak ingin kehilangan momen. Mereka mendadak beralih kegiatan, berderet menggelar lapak sederhana dan menjajakan sejumlah menu jajanan ndeso.

Dengan pencahayaan remang-remang, mereka menjajakan aneka makanan seperti cilok, tempura, telur gulung, timlo, juga es teh dan minuman lainnya. Sepanjang jalan menuju lokasi pemutaran layar tancap jadi ikut ramai juga.

Hawa malam yang sejuk menemani para warga menikmati sinema layar tancap. Beratapkan langit yang diselimuti sedikit awan, para warga menghayati persembahan sinema lokal karya komunitas Kembanggula.

Sejumlah enam judul sinema diputarkan pada malam itu. Judul sinema yang diputar bergenre anak-anak secara berurutan, meliputi Golek Balung Buto, Say Hello To Yellow, dan Mak Cepluk. Lalu sisanya, tiga sinema lokal bergenre dewasa. Yakni A Tree, Dulhaji Dolena, dan Bapak Polah Anak Kepradah.

Pendiri komunitas Kembanggula, Fanny Chotima, menjelaskan sinema Golek Balung Buto bercerita tentang tiga orang sahabat yang menemukan sebuah dompet. Kemudian mereka dibawa masuk dalam petualangan untuk mengenal lebih dekat situs sangiran di Museum Manusia Purba Sangiran, Sragen.

Dua sinema yang diputarkan selanjutnya juga masih bercerita tentang edukasi untuk anak. Yakni Say Hello To Yellow dan Mak Cepluk. Say Hello To Yellow bercerita tentang perkembangan teknologi yang mengubah pola perilaku sosialisasi anak.

Sinema ini menampilkan cara anak-anak berkomunikasi dengan telepon genggam. Lalu, Mak Cepluk bercerita tentang kegiatan dolanan tradisional yang dilakukan anak-anak.

Untuk sinema bergenre dewasa, A Tree bercerita tentang kondisi lingkungan alam yang sedang tidak baik-baik saja. Tanaman banyak yang ditebang habis, alam seolah menjerit dan menangis.

Dulhaji Dolena bercerita tentang kondisi desa api-api di Pekalongan yang terdampak eksternalitas negatif dari wilayah kota. Sinema ini dikemas secara dokumenter.

Dan, sinema Bapak Polah Anak Kepradah. Sinema ini bercerita orang tua yang berbeda keinginan soal perencanaan anak. Salah satu ingin menambah anak dan satunya ingin mengasuh anak yang ada.

Program pemutaran sinema lewat layar tancap ini dinamakan Srawung Sinema oleh komunitas Kembanggula. Program ini diadakan setiap satu bulan di kampung-kampung.

“Waktu itu kami memulainya pada Desember 2022, di Malangjiwan, Colomadu Karanganyar,” papar dia.

Selain itu, pemutaran layar tancap juga dilakukan di Kampung Mojo Semanggi, Rusunawa Jebres, dan Rusunawa Mojosongo. Program ini juga menyisir sejumlah sekolah.

Warga setempat, Ika Mirawati, menanggapi sinema yang selesai diputarkan pukul 22.00 WIB itu. Sinema berjudul Bapak Polah Anak Kepradah mencuri perhatian Ika.

Sinema ini menceritakan suami yang berkeinginan menambah satu anak lagi. Namun, gagasannya dibantah tegas oleh sang istri. Karena daripada berpikir untuk menambah momongan atau anak, sang istri lebih memilih untuk membesarkan anak yang sudah ada.

Persoalan tersebut, kata Ika, memang seringkali terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Walau tidak di rumah tangganya, Ika mengaku sempat menemukan kondisi seperti itu terjadi di rumah tangga orang sekitarnya.

Perencanaan dalam rumah tanggal menjadi hal yang penting, lalu komunikasi akan menjembatani antara keduanya. Perencanaan dan diskusi yang baik, menurut Ika, akan memberikan solusi dari masalah yang terjadi.

“Keinginan menambah momongan juga perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi yang ada,” ucap dia.



Selain problematika sederhana dalam rumah tangga. Ika turut menyimak sedikit sinema A Tree yang menceritakan kondisi pohon karena ulah manusia. Menurut dia, kondisi pohon yang ada dalam sinema hampir sama seperti di kehidupan nyata.

Terjadi penebangan pohon secara terus menerus yang dilakukan oleh banyak pihak. Penebangan pohon ini membuat populasi pepohonan di bumi semakin turun.

“Pohon yang sendirian, kangen sama teman-temannya, karena ulah manusia, kami harus merawat tumbuhan dan tidak boleh melukai,” ucap dia.

Salah seorang anak di Kampung Batik Laweyan, Lentera Belvania Inara Shika, ikut menonton dan menyimak dengan seksama sinema bergenre anak. Salah satunya Say Hello To Yellow.

“Awalnya ada anak baru di sekolah. Dia dari kota. Teman di desa mau ngajak temenan, tapi yang anak kota main hp terus. Lalu mereka semua main ke bukit, kenalannya pakai HP,” kata dia.

Menurut dia, telepon genggam saat ini memang hadir dalam lingkungan dan tempat bermainnya. Ia pun juga menggunakan telepon genggam bersama teman-temannya.

Belva menyadari telepon genggam cukup membatasi interaksi antara dia dan teman-temannya. Walau demikian, ia dan teman-temannya tetap berusaha agar selalu memupuk keakraban dan tenggang rasa dengan sesama. Menurut dia, teknologi tidak bisa dihindari. Sehingga harus bisa menggunakannya sesuai porsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya