Soloraya
Senin, 8 April 2024 - 10:08 WIB

Lebaran Bukan hanya Baju Baru, tapi Juga Barang Elektronik Baru

Candra Septian Bantara  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Beberapa pengunjung sedang memilih TV LED di Candi Elektronik Premium Store, Solo. Kamis (4/4/2024). Jelang Lebaran penjualan barang elektronik di Candi Elektronik meningkat 75-100 persen. (Solopos.com/Candra Septian Bantara)

Solopos.com, SOLO—Aktivitas sibuk terlihat di Candi Elektronik Premium Store di Jl. Slamet Riyadi, Kamis (4/4/2024) siang. Sekitar 10 sales toko melayani dengan ramah para pengunjung yang seolah tidak pernah ada habisnya.

Bagian kasir dan customer service juga tak kalah ramai ditunggui oleh pengunjung yang akan membayar barang pilihannya atau hanya sekadar bertanya-tanya.

Advertisement

Solopos.com mengamati aktivitas di salah satu toko elektronik terbesar di Solo itu sekitar satu jam mulai dari pukul 12.30-13.30 WIB. Setidaknya ada 30-an pengunjung yang datang dan sebagian besar membeli barang elektronik berupa TV LED, mesin cuci, dan kulkas.

Kebanyakan mereka datang bersama keluarga atau pasangannya dengan menggunakan mobil dan motor. Namun, ada juga yang datang seorang diri dengan sepeda motor.

Budi, 34, menjadi satu di antara banyak pengunjung yang datang seorang diri dengan mengendarai sepeda motor. Pria kelahiran Tawangmangu, Karanganyar itu mengaku hendak membeli sebuah TV LED yang sudah diidam-idamkan sejak lama.

Maklum, TV di rumah orang tuanya masih TV tabung yang secara kualitas gambar dan teknologi sudah usang termakan zaman ditambah sering rusak-rusakan. Sehingga jelang Lebaran ini momen yang tepat bagi Dia untuk memberikan hadiah pada kedua orang tuanya berupa TV LED. Dia berharap orang tuanya bisa menikmati hiburan dengan lebih nyaman dan tanpa kendala.

Butuh waktu lebih dari 15 menit baginya untuk memilih-milih TV LED mana yang sreg di hatinya. Beruntungan Dia ditemani sales toko yang tampak sabar menjelaskan kelebihan dan kekurangan masing-masing produk incarannya.

Saat itu, Budi membawa uang Rp1.500.000-an, dan dengan dana tersebut pilihannya mengerucut ke dua jenama TV LED, yakni Panasonic dan Polytron. Akhirnya setelah berjalan ke sana ke mari di dalam toko dan berdiskusi cukup panjang dengan sales, pilihannya berlabuh ke TV LED Panasonic 24 inci.

Wajah pria asal Tawangmangu, Karanganyar itu tampak bahagia setelah membayar dengan kontan TV LED impiannya. Dia pun berjalan dengan tegap sambil menenteng TV LED nya keluar dari toko dan mengikatnya dengan rafia di atas jok motor.

Advertisement

Pemudik asal Tangerang Selatan, Banten ini menerangkan bahwa membeli barang elektronik untuk orang tuanya jelang Lebaran bukan sekali ini saja Dia lakukan. Di momen-momen mudik sebelumnya, Dia sempat membelikan telepon pintar (smartphone) dan kulkas baru untuk kedua orang tuanya.

Dia beralasan memberikan barang elektronik bagi keluarganya di kampung merupakan kepuasan tersendiri baginya setelah merantau.

“Tujuan utama tentu ingin nyenengin orang tua. Rasanya lega bisa memberikan sesuatu yang berharga pada orang tua di hari raya dari hasil merantau,” terangnya sambil tersenyum.

Momen Lebaran ternyata tidak hanya menjadi kebahagiaan untuk Budi seorang, melainkan juga untuk Candi Elektronik yang panen penjualan. Manajer Sales Candi Elektronik Solo, Sarmin Budi Kiswanto, menggambarkan jelang Lebaran ini tokonya penjualannya meningkat 75%-100% di berbagai cabang.

“Jelang Lebaran adalah momen tersibuk bagi kami, karena penjualan bisa meningkat 75%-100%. Dalam sehari saja khusus di toko ini (Candi Elektronik Premium Store) ratusan barang bisa terjual,” jelasnya.

Pada momen mendekati Lebaran, sambung Sarmin, permintaan produk elektronik kecil seperti magic com, microwave, blender, dan mixer, sangat tinggi. Permintaan banyak datang dari pesanan online melalui website dan marketplace, namun tak sedikit juga yang datang langsung ke toko. Sementara beberapa produk elektronik besar yang punya potensi pasar jelang Lebaran di antaranya kulkas, mesin cuci, AC, dan TV.

Menurut Sarmin, tren membeli barang elektronik jelang Lebaran ini sudah berlangsung cukup lama di tokonya, namun sempat vakum selama pandemi Covid-19.

Advertisement

Berdasarkan obrolan Sarmin dengan banyak pelanggannya, mereka membeli barang elektronik jelang Lebaran sebagai buah hasil kerja keras saat merantau yang kemudian dihadiahkan untuk orang tuanya.

Lebih lanjut Sarmin tidak menampik bahwa lonjakan pembelian barang-barang elektronik di tokonya juga tidak lepas dari banyaknya promo yang ditawarkan. Mulai dari diskon hingga 50%, cashback, ambil tiga barang ambil bulan depan, hingga adanya doorprize menarik.

Bila dilihat dari faktor sejarah, tradisi membeli barang elektronik baru atau barang serba baru seperti baju, uang dan lain-lain ini erat kaitannya dengan tradisi mudik di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Heri Priyatmoko ketika dihubungi Solopos.com.

Kata Heri, mudik dipahami sebagai kegiatan pulang kampung yang dilakoni perantau demi melunasi rindu dan berkumpul dengan keluarga besar atau brayat ageng yang lazimnya tinggal di pedesaan.

Di satu sisi mudik dimengerti pula sebagai lambang kesuksesan wong cilik atau kaum pekerja yang mengadu nasib di perkotaan.

Sambung Heri, dulunya zaman Mataram Kuno wong cilik ini sebetulnya berangkat ke kota bukan sekadar memenuhi kebutuhan perut. Mereka hendak pula mengatrol derajat, menimba pitutur, dan gaya hidup kapriayen orang kota.

Barang-barang baru yang banyak dibeli masyarakat jelang Lebaran termasuk elektronik tersebut bisa juga menjadi salah satu simbol kesuksesan wong cilik dari perantauan entah itu anaknya maupun dirinya sendiri.

Advertisement

Atau bisa juga sebagai sarana mengatrol derajat dan bentuk meniru kapriyayen atau kemakmuran orang-orang kota.

Heri menyampaikan hasil risetnya dengan metode sejarah lisan, bahwa pada 1930 tersembul fakta apik, yakni menjelang bakda atau Lebaran, para perantau mudik naik kereta dari Stasiun Kota dan Purwosari, andong, dan bus.

Mereka membawa barang bawaan yang dibungkus taplak meja berisi seperangkat pakaian bagus, sisir rambut kadal menek, makanan roti bahkan juga perhiasan menghiasi di tubuh sebagai bukti kesuksesan alias pamer diri.

Namun begitu sejarawan yang kerap disebut Pakne tersebut juga tidak bisa menggenalisir bahwa semua orang yang membeli barang-barang baru mulai dari baju hingga elektronik sebagai bentuk pamer. Karena mungkin saja hal tersebut memang dibutuhkan dan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur.

Dia mengingatkan kepada masyarakat bahwa esensi bakdan atau Lebaran bukanlah ajang pamer pencapaian dari tanah rantau

“Lebaran juga bukan ajang pamer kemewahan atau kesuksesan dari tanah rantau. Pulang kampung sebaiknya pengisahan kembali pohon silsilah keluarga di sela-sela acara reriungan tetap menjadi sebuah prioritas,” paparnya.

Bila dilihat dari aspek sosiologis, tradisi membeli barang serba baru ketika Lebaran berkaitan dengan cara pandang masyarakat Indonesia khususnya Jawa memaknai kata Idul Fitri. Hal itu disampaikan oleh Dosen Sosiologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Akhmad Ramdhon.

Advertisement

Menurutnya masyarakat mengidentikan arti Idul Fitri atau kembali suci dengan kelahiran baru atau bentuk baru. Karena masyarakat Jawa kental dengan penyimbolan, maka kelahiran baru atau kesucian diwujudkan dalam bentuk kebendaan yang baru, misalnya baju baru.

Namun seiring perkembangan zaman dan tren-nya berubah, maka kebaharuan tersebut diwujudkan dengan bentuk yang berbeda oleh masyarakat. Misalnya dulu baju baru sudah dianggap menjadi barang berharga dan prestise, namun saat ini mungkin sudah barang tergeser oleh barang lain seperti elektronik, kendaraan, atau barang lainnya.

“Dulu baju baru itu sudah jadi barang yang prestisius, namun era sekarang untuk menunjukkan kebaruannya masyarakat mencoba mewujudkannya dengan bentuk lain sesuai dengan tren zaman. Misalnya dengan gawai baru, mobil baru, atau seperti alat elektronik seperti yang kamu sebutkan tadi,”katanya.

Menurutnya keinginan untuk terus memiliki susuatu yang baru inilah yang melahirkan budaya konsumerisme yang cukup tinggi di masyarakat. Terutama jelang Lebaran. Coba lihat di lapangan bahwa untuk membeli segala pernak-pernik Lebaran mungkin saja biasanya bisa berlipat-lipat dari penghasilan bulanan mereka.

Belum lagi saat ini arus informasi begitu kencang dan sangat mudah didapat. Sehingga bila ada suatu yang viral, terutama dalam bentuk barang, maka masyarakat seolah-olah tidak mau ketinggalan untuk memilikinya.

Dengan adanya budaya tersebut, bagi sebagian perantau semacam menjadi beban moril tersendiri ketika mudik. Karena bila tidak bisa mengikuti tren yang sedang ramai di kampungnya maka kebaruan ekonomi (kesuksesan) ketika merantau bisa jadi dianggap tidak berhasil oleh orang-orang sekitarnya.

Maka jangan heran bila sebagian perantau selalu berbondong-bondong membawa sesuatu hal baru ketika mereka pulang ke kampung halamannya. Selain sebagai sarana berbagi kebahagiaan di Hari Suci, hal tersebut bisa juga menjadi cara untuk menunjukkan eksistensi pencapaian selama merantau.

Advertisement

Bahkan demi hal tersebut tak jarang juga para perantau rela untuk berhutang atau bahkan melakukan beragam cara agar mudik tidak dengan tangan hampa. Atau minimal saat pulang ada sesuatu yang diberikan atau ditinggalkan untuk orang tua.

Lebih lanjut Ramdhon menjelaskan bahwa lewat tradisi mudik inilah bisa menjadi semacam titik akumulasi untuk para perantau untuk melampiaskan segala usaha dan kerja kerasnya di tanah rantau. Yakni memenuhi ego konsumerisme-nya, dengan anggapan bahwa membelikan penghasilannya dengan barang-barang berharga tertentu maka akan lebih sejahtera.

Menurut Ramdhon konsumerisme ini tidak bisa dihilangkan bahkan saat beralih generasi sekalipun. Lantaran konsumerisme ibarat mata rantai, yang mana bila sesuatu yang sedang tren usai makan akan diikuti tren berikutnya dan masyarakat pun akan mengikutinya.

“Jadi jangan heran, saat ini jelang Lebaran banyak masyarakat banyak membeli barang elektronik baru karena memang saat ini sedang tren atau itu merupakan simbol kemakmuran dari seseorang.  Namun bisa jadi 5-10 tahun lagi barang yang diberi saat Lebaran bisa saja berbeda lantaran tren dan cara pandang terhadap kemakmuran berubah” pungkasnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif