Soloraya
Senin, 15 Agustus 2022 - 17:11 WIB

Lestarikan Budaya, Disdikbud Sragen Dorong Guru Menulis Tradisi Lisan

Sholahuddin  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Para guru SMPN di Sragen mengikuti Workshop Objek Pemajuan Kebudayaan, Mengemas Tradisi Lisan dalam Bentuk Tulisan Populer yang digelar di Tawangmangu, Karanganyar, Kamis (11/8/2022). (Istimewa)

Solopos.com, SRAGEN — Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Sragen mendorong para guru menulis tentang tradisi lisan dalam bentuk tulisan populer di media massa. Karya tulis guru menjadi bagian penting untuk melestarikan kebudayaan di wilayah Sragen.

Kepala Disdikbud Sragen, Suwardi, mengatakan saat ini ada banyak tradisi yang luar biasa yang berkembang di Sragen. Tidak hanya ratusan, bahkan bisa sampai ribuan jumlahnya . “Sampai saat ini yang sudah ditulis atau dibukukan jumlahnya sangat sedikit. Padahal ini kekayaaan yang luar biasa,” ujarnya saat menyampaikan sambutan pada Workshop Objek Pemajuan Kebudayaan, Mengemas Tradisi Lisan dalam Bentuk Tulisan Populer, Kamis (11/8/2022).

Advertisement

Workshop yang digelar di Rumah Nginep Erce, Tawangmangu, Karanganyar ini dikuti 30 guru SMP negeri di Kabupaten Sragen. Di hadapan para peserta, Suwardi meminta mereka menghasilkan karya seusai mengikuti workshop. Tulisan para guru ini menjadi upaya untuk melestarikan tradisi lisan agar terus berkembang serta bermanfaat bagi generasi penerus.

Suwardi mengakui selama ini masih ada masalah terkait literasi membaca dan menulis di dunia pendidikan. Karena itu mereka perlu diberi pelatihan menulis. “Menulis di media massa itu butuh keberanian. Tidak perlu takut salah,” ujarnya memberi semangat kepada peserta.

Advertisement

Suwardi mengakui selama ini masih ada masalah terkait literasi membaca dan menulis di dunia pendidikan. Karena itu mereka perlu diberi pelatihan menulis. “Menulis di media massa itu butuh keberanian. Tidak perlu takut salah,” ujarnya memberi semangat kepada peserta.

Baca Juga: BOB Latih 8 Kelompok Pembatik di Karanganyar & Sragen, Ini Materinya

Workshop Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) selama tiga hari ini mengundang tim Solopos Institute sebagai pemateri penulisan berbasis jurnalisme. Peserta mendapatkan materi jurnalistik dasar, teknik reportase, penulisan deskriptif dan naratif berbentuk berita kisah, merancang menulis tradisi lisan, serta teknik penulisan esai.

Advertisement

Terlambat

Objek pemajuan kebudayaan ada sepuluh, yakni tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional.

“Tradisi lisan adalah tuturan yang diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat, antara lain sejarah lisan, dongeng, rapalan, pantun dan cerita rakyat,” jelas Johny.

Baca Juga: Pemkab Sragen Realisasikan SDN Unggulan per Kecamatan Tahun Ini

Advertisement

Menurutnya, penerbitan UU No. 5 Tahun 2017 sebenarnya terlambat. Keterlambatan ini mengakibatkan terlambat pula pengumpulan database tentang OPK. Secara lebih jauh terlambat pula untuk menarik OPK ke dalam industri kreatif.

Johny mengaku pihaknya sudah membuat database OPK di Sragen yang jumlah totalnya mencapai 618 OPK. Sebanyak 123 di antaranya berbentuk tradisi lisan. Namun, lanjut Johny, temuan ini masih perlu verifikasi tim pengkaji warisan budaya.

Dia melanjutkan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah bertugas melakukan pengarusutamaan kebudayaan melalui pendidikan untuk mencapai tujuan pemajuan kebudayaan. Workshop penulisan tradisi lisan ini juga menjadi bagian pemajuan kebudayaan melalui pendidikan.

Advertisement

Peserta menulis beragam tema saat sesi praktik menulis. Berbagai tradisi lisan di Sragen dibahas dari berbagai perspektif. Ernawati, peserta workshop yang juga guru IPS SMPN 2 Sragen, menulis esai tentang membangun karakter anak melalui tradisi tedak siten. Tradisi ini bertujuan agar anak tumbuh menjadi pribadi mandiri. Selain itu sebagai penghormatan kepada bumi tempat si kecil mulai belajar menginjakkan kaki.

Baca Juga: Disarpus Karanganyar Adakan Nobar Gratis bagi Siswa SMP dan SMA

Peserta dari SMPN 1 Masaran, Dyah Saptorini, menulis tentang bancakan weton. Dia menjelaskan bancakan weton/wetonan merupakan peringatan hari lahir berdasarkan perhitungan kalender Jawa yang berputar setiap 35 hari. Orang Jawa menyebutnya selapan.

Tradisi bancakan weton banyak dilakukan oleh masyarakat Jawa sebagai bentuk rasa syukur dan meminta keselamatan kepada Allah. Peserta lain menulis tentang legenda Gunung Kemukus, tradisi nyadran, tradisi tingkepan, ritual di Punden Mbah Candi, cerita tentang kauman dan sebagainya.

Usai mengikuti workshop, peserta wajib membuat tulisan populer, baik dalam bentuk esai maupun berita kisah. Karya guru akan diseleksi sehingga bisa dimuat di koran Solopos.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif