SOLOPOS.COM - Siswa SMAN 6 Solo mengikuti kegiatan paduan suara dalam kegiatan Implementasi Sekolah Adipangastuti dengan tema Berhasthalaku Dalam Kebhinekaan ala Generasi Z, Rabu (11/10/2023). Kegiatan diikuti siswa-siswi sekolah itu. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO–Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 6 Solo menggelar kegiatan Implementasi Sekolah Adipangastuti dengan tema Berhasthalaku Dalam Kebhinekaan ala Generasi Z, Rabu (11/10/2023). Kegiatan diikuti siswa-siswi sekolah itu.

Koordinator Sekolah Adipangastuti SMAN 6 Solo, Atiek Astrini, saat diwawancara Solopos.com mengatakan dalam kegiatan itu pihaknya bekerja sama dengan Solo Bersimfoni. SMAN 6 Solo menjadi Sekolah Adipangastuti sejak 2019.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Di Jateng 17 sekolah, di Solo tiga sekolah. SMAN 6 Solo termasuk pionir sejak 2019. Saat itu ada dua sekolah, SMAN 6 Solo dan SMAN 1 Solo. Kriteria dari Bappenas. Kegiatan ini didanai Solo Bersimfoni dengan Bappenas,” ujar dia.

Astrid menjelaskan kegiatan hari itu digelar untuk mulai mengembalikan para siswa kepada akar budaya mereka, melalui program Hasthalaku. Program itu adalah delapan nilai budaya Jawa, yang merupakan warisan luhur para pendahulu.

“Delapan nilai budaya Jawa ini yaitu semanak, guyub rukun, gotong royong, lembah manah, empan papan, pekewuh, andap asor, dan tepa selira. Dari delapan nilai itu, tujuannya supaya anak-anak terhindar paparan intoleransi,” urai dia.

Beberapa waktu terakhir perilaku intoleransi sedang gencar-gencarnya didegradasi, utamanya di kalangan generasi muda. Selain meredam perilaku intoleransi, menurut Atiek, program Hasthalaku untuk mencegah pelecehan seksual.

“Kami antisipasi dengan kegiatan ini. Pendidikan karakter tak bisa instan, sebuah perjalanan panjang. Tapi setidaknya anak-anak tidak terlalu jauh perubahan budayanya, apalagi generasi Z yang lahir di era kecanggihan teknologi,” tutur dia.

Atiek khawatir derasnya paparan budaya luar dan modern semakin menggerus budaya Jawa yang adiluhung, termasuk bahasa Jawa. Dia tidak ingin bahasa Jawa dilupakan atau tidak lagi dikenal masyarakat 10 tahun mendatang.

“Kami coba tarik anak-anak dengan kegiatan seperti ini. Mereka generasi Z, maka kegiatannya tidak yang old style, tapi yang dekat dunia mereka, asik, lucu, menyenangkan, tidak membuat tertekan. tapi banyak value-nya,” sambung dia.

Atiek mencontohkan kegiatan yang selama ini dilakukan seperti lomba membuat video pendek, lomba podcast, paduan suara, melukis, main drama, bakti sosial, wawancara publik figur, menulis cerita pendek, dan kegiatan lainnya.

“Sudah kami lakukan semua. Jadi anak itu akan sibuk dengan kegiatan-kegiatan positif. Hari ini kami melihat bagaimana program tu dijalankan. Kalau dimasukkan ke kurikulum kan akan terkesan serius, anak-anak pasti tidak suka,” urai dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya